Chapter 30 : Mengikhlaskan [Final]

26 3 0
                                    

Markas Benthala masih seperti biasa. Luas, kotor dan berantakan pula seperti biasa. Kali ini yang membedakan hanya orang-orang didalamnya yang semakin hari semakin berkurang. Hanya Sunghoon yang betah berlama-lama disana selain dia, hanya segelintir Benthala yang mengambil barang kemudian tak pernah lagi datang. Dari sofa nya Sunghoon bertanya-tanya apakah mereka akan berakhir masing-masing seperti sekarang atau masih ada yang memilih untuk tinggal. Setidaknya untuk dunia malam yang mereka anggap sebagai hiburan.

"Pada kemana sih?" Itu Niki yang baru selesai mandi. Menyapa Sunghoon yang tiap hari melamun ditempat yang sama.

"Gue denger-denger pada mau ke makam."

"Hah serius? Gue juga mau ikut dah."

"Sama Jake tapi."

Niki terdiam kemudian ikut menyamankan diri di sofa sebelah. Urung memakai jaket nya begitu nama itu disebut. Sunghoon menyadarinya selama ini biasanya dia lebih memilih abai. Namun, kali ini dia menegur, "Niki, jangan menyimpan dendam."

"Emangnya elu nggak dendam?"

Sunghoon tersenyum tipis, "gue? Gue udah lama mati rasa. Lagian kalo gue dendam sama seseorang, apa seseorang itu bakal ngerasain apa yang udah gue rasain?"

"Enggak lah. Kecuali kalo elo balas dendam," seringainya.

"Jangan macam-macam!" peringatnya. "Elo bukanya udah ketemu sama keluarga Lo, gimana kabar mereka?"

"Baik kok."

Sunghoon melirik adik kelasnya, "nah kan mereka juga nggak diapa-apain."

"Tapi tetep aja! Ini keluarga gue belum diapa-apain garis bawahi belum. Gimana sama mereka yang udah terlanjur diapa-apain?"

"Mereka ya mereka, elo ya elo, gue ya gue. Beda."

Niki mendengus mendengarnya, "makanya gue ya gue."

Kali ini Sunghoon yang mendengus.

"Niki, hidup itu bukan perihal membalas atau menaruh dendam. Dendam ada berkat rasa iri berselimut sakit hati. Jika rasa sakit itu sudah hilang yang tersisa hanya rasa iri. Kita dapat berdamai dengan rasa sakit tapi apa kita bisa berdamai dengan rasa iri? Bahkan jika rasa iri itu tertinggal sebiji wijen pun rasa dendam itu akan muncul lagi."

Niki mengutak-atik kuku kakinya sembari mendengarkan, "lantas rasa iri apa yang Lo maksud?"

"Iri sama perusak hidup lo yang sekarang hidup normal padahal lo sendiri hidup kesulitan karena ulahnya. Sama kayak lo yang iri pada Jake."

"Tapi dia memang menyebalkan. Kenapa baru sekarang dia ke makam?" balasnya sambil membanting ujung kuku setelah dia cium aromanya.

"Itu salah kita sendiri yang tidak memberi tahu dia."

"Bukan salah kita. Salah dia! Kan memang dia yang bikin bang Heeseung mati. Dalam kondisi kemarin pasti dia jadi gila."

"Hush Niki." Sunghoon menghembuskan nafas panjang. "Semua ini sudah ditakdirkan. Dari awal kita masuk Benthala sampai saat ini. Kita sudah tertulis sebagai pelakon nya sebagai seorang yang mementaskan naskah drama yang telah ditulis. Apa seorang aktor boleh berprotes pada sutradara?"

"Kita bicara aktor?" Niki bertanya-tanya, "tentu saja boleh. Itu hak mereka."

"Benar, boleh-boleh saja mereka berprotes tetapi akan kah narasi yang telah dipikirkan secara matang akan dirubah demi kepuasan sang aktor?"

"Gue rasa enggak. Emangnya si aktor udah baca naskah sampai akhir? Kalo ada yang dirubah berarti alur akan berbeda dan akhir ceritanya pun akan berganti."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nabastala vs Benthala [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang