Pembesar suara meraung-raung meneriaki siswa-siswi yang tengah berkumpul di area karnaval. Setelah sambutan dari beberapa petinggi yang diundang, diberi waktu kebebasan selama satu jam sebelum menuju acara berikutnya. Juga memberi jeda waktu untuk panitia yang menyiapkan acara.
Disaat para panitia berlari pontang-panting dengan kesibukan, Angel yang juga mengenakan kaus panitia malah duduk anteng didekat kolam ikan. Bukan hanya dirinya, ada Shani juga disana. Keduanya tengah membolak-balik sebuah ponsel tanpa casing.
"Kayaknya kita harus balikin," cetus Angel saat lagi-lagi ponsel itu berdering dari seorang pemanggil yang masih sama.
"Enak aja balikin. Dia udah seenaknya masuk ruang pak kepala, dasar nggak punya sopan santun! Sukurin deh hpnya ilang."
Angel mendengus membenarkan, "tapi bisa jadi dia cuma tersesat. Sekarang kan banyak tamu mungkin dia salah satunya."
Shani tak bisa menyangkalnya, barangkali memang seorang tamu dengan janji temu yang telah dipertaruhkan. Dia tidak bisa mengatakan hal itu, Angel adalah seorang wakil ketua OSIS teladan. Apapun yang menyangkut taruhan terlebih kekerasan sama sekali bukan tipenya. Agak sungkan juga rasanya ketika dirinya bersama ketiga temannya yang lain justru ikut andil dalam geng urakan seperti Benthala. Jika dia tahu, apa yang akan terjadi?
Dia pasti akan kecewa.
Tidak, Angel hanya tidak tahu semua ini untuk kebaikan sekolah mereka. Beserta seluruh penghuninya. Shani pun awalnya membenci berandalan Benthala. Namun setelah mengetahui rahasia dibaliknya, dia bertekad untuk membantu mereka. Terlebih dia bukan hanya anak donatur terbesar disini, namun anak dari seorang pemilik yayasan Berdikari. Apapun yang terjadi dia akan mempertahankannya.
"Kau disini ternyata."
Mereka mendongak bertemu pandang dengan ketua OSIS Berdikari. Ditangannya ada sebuah kardus yang berisi properti. Shani menunduk, kembali mengamati ponsel. Rasanya muak sekali melihatnya. Heeseung telah dipercaya menjabat sebagai ketua OSIS, melebihi Angel yang sudah pasti terpercaya. Namun dirinya yang justru bergabung dengan geng macam Benthala masih mematik amarahnya.
"Tolong bantu cek barang ke aula. Ambil data-data ini."
"Semuanya?" Tumpukan kertas yang dijepit tebal itu berpindah tangan.
"Semuanya."
Shani melirik keduanya. Posisi leader yang belum diketahui kerap kali dikabarkan tersemat oleh nama Lee Heesung. Sumber dari segala masalah disini. Dia tidak dapat mempercayai nya sebelum sebuah bukti kebenaran terkuak secara nyata.
"Shani, aku ke aula dulu kamu mau ikut nggak?"
Hanya gelengan malas yang diberikan. Menyembunyikan sebuah alibi untuk pergi sendiri. Menyelesaikan misi.
|••••|
"Cil,"
Langkah Lita yang baru saja keluar dari perpustakaan terhenti merasa terpanggil. Begitupun Clara yang turut menghentikan langkahnya. Dari arah kanan mereka Jingga bersedekap santai namun mereka tahu diamnya Jingga bermaksud memanggil mereka untuk mendekat. Hingga mau tak mau mereka memilih menghampiri nya.
Renjun melihatnya, saat ini dia masih diambang pintu karena awalnya terhalang oleh ke-dua gadis itu. Hendak meminta jalan sebelum ke-dua gadis itu pergi, menyisakan gadis tomboi yang menatapnya tajam. Saat pandangan mereka bertemu, Jingga mengedikkan kepalanya menuju dalam, sedikit melunakkan ekspresi nya. Secara tak langsung memberi kesempatan Renjun untuk kembali ke dalam.
Renjun terbelalak tak percaya. Namun saat gadis itu melangkah pergi dia segera menutup pintu perpustakaan dan menguncinya dari dalam. Berlari serampangan menuju almari kecil yang ditemukannya tadi. Dia tidak tahu siapa gadis itu maupun posisinya, entah dia pendukung atau malah pengkhianat. Yang jelas dia akan memuaskan rasa penasarannya terhadap almari tersembunyi.
Jemarinya meraba permukaan bagian dalam almari sembari mengetuknya perlahan. Dari suara nya terdengar lain daripada bagian lain, sebuah perbedaan yang patut dipertanyakan. Sampai dia menemukan celah dan sebuah pintu kecil ditengah-tengah terbuka lebar. Menyambutnya dengan netra melebar.
Didalamnya ada bermacam-macam tombol dan juga tuas. Semua mencurigakan. Walau dia sama sekali tak mengerti.
Apa semua ini?
Dia berdesis pening sebelum memotretnya. Tak ingin berlama-lama berpikir juga, dia memutuskan untuk menarik tuas yang paling besar disana.
BRAK
"ANJIR!!!"
Gebrakan begitu keras terdengar meski setelahnya tak ada suara lagi seolah yang terjadi barusan hanyalah tipuan semata. Senyap kembali mendekap. Satu-satunya yang berisik hanyalah jantungnya yang berprotes terusik.
"Jangan-jangan Benthala?"
Perlahan Renjun bangkit dari jongkoknya, merogoh tas pinggang untuk mencari knuckle. Kakinya mulai melangkah saat tanda bahaya tak jua menampakkan diri. Dan apa yang dia temukan sekarang?
Bulu kuduknya meremang dengan surai berterbangan. Lengkap dengan netra yang membulat dan bibir terbuka dramatis.
"Tidak mungkin." Tanpa disuruh kakinya melangkah mendekat seolah ada magnet tak kasat mata yang menyeretnya.
|••••|
Layar-layar komputer terganti secara acak dengan sendirinya. Diiringi dering ponsel putus-putus, Jeno mengebrak mejanya. Netranya menghunus tajam, teramat jengkel dicampur was-was. Mark tertawan oleh anak OSIS sampai saat ini belum ada kesempatan untuk melarikan diri. Haechan pergi entah kemana yang justru menjauhi pantauan CCTV. Renjun sendiri pun tak terpantau di area tetapi karena sempat menghubungi nya meski tak terjawab, jelas menunjukkan sesuatu tengah berlaku.
"Dimana sih kalian?"
Tak menyerah sampai sana, Jeno membuka kertas folio berisi peta dari Mark. Tempat ke-dua setelah ruang kepala sekolah.
"Perpustakaan?"
Dia kembali mengutak-atik komputernya meski sedikit kesulitan sebab bukan keahliannya. Jadi saat perekam itu meminta password nya, dia isi dengan umpatan didalamnya.
"Bagaimana aku bisa tahu?! Haaah,"
Ponselnya berdering singkat, ada nama Jaemin yang tertera disana bersama sebuah angka kombinasi dan cuitan, "masukkan password nya."
Jeno menyeringai puas, "terimakasih Jaemin. Kau memang bisa diandalkan."
Kendati dia sedang berada ditempat yang jauh bersama dengan kondisi tubuh yang tak lagi utuh, Jaemin masih bersumpah setia pada Nabastala.
Seringaian Jeno memudar seiring dengan sosok Renjun yang mulai terlihat dilayar. Setengah kaku sebab kehadiran sosok hitam dibelakangnya tiba-tiba menghadang sembari melayangkan tongkat kasti kearah kepalanya.
"AWAS!!!"
Renjun mengelak. Sayangnya tongkat itu terlempar mengenai camera CCTV. Dimana tengah terpantau oleh Jeno. Jelas saja layarnya langsung menghitam.
"Apa yang terjadi? Renjun! Renjun!"
***
Fyi:Halo, berjumpa dengan penulis N&B disini. Ada kemungkinan akun di buku ini terhapus dan mempengaruhi keberlangsungan cerita. Jika itu sampai terjadi, mari kita bergandengan menuju tempat lain dengan cerita yang masih sama. Nabastala vs Benthala belum berakhir begitu saja. Nantikan kisah mereka dengan penulis yang masih sama. Thank u all
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala vs Benthala [REVISI]
Teen FictionBenthala identik dengan rahasia. Tak pernah bermaksud untuk saling menyerang apalagi memusuhi. Namun, Nabastala yang keras kepala masih terus mencoba menguliti rahasia yang mereka sembunyikan. Memupuk Benthala menjadi sosok yang keji tak pandang co...