Cahaya rembulan berselimut awan kala Jake terjatuh dengan peluh dan darah mengucur deras dari tubuhnya. Disisa kesadarannya dia mendengar keramaian dari sekitar, berusaha untuk tetap menjaga kesadaran selagi tubuhnya digotong ke bawah.
Perang telah usai.
Jake yakin cepat atau lambat pemimpin asli Benthala akan menunjukkan diri setelah kekacauan yang terjadi. Dia nekat. Menerima semua goresan yang Chenle torehan demi mengurangi kemampuannya mengontrol emosi anggota Benthala. Dengan demikian Benthala telah bebas dari genggamannya meski kini tubuhnya terasa perih karena luka miliknya disapa angkuh oleh angin malam. Dingin dan kejam.
Tiga mobil hitam entah milik siapa berhasil membawa tubuh-tubuh luka yang perlu perawatan menuju rumah sakit. Jay masih berdiri kokoh menatap gerbang yang lebih banyak bercerita dibanding sorot matanya yang hampa. Dia berbalik, menatap siswa-siswi Berdikari yang bisa diajak kompromi untuk mengobati luka-luka ringan dan memindahkan mereka ke lokasi yang lebih nyaman.
"War is over."
Shani bangkit dari duduknya, memandang Jay dengan berani dibuktikan dengan netranya yang menyorot telak.
"Gue rasa udah waktunya bokap gue tahu soal ini. Tidak perlu ada yang harus disembunyikan lagi. Menurut gue, Benthala nggak salah. Yang salah cuma satu orang yang menciptakan kerusakan." Dia menoleh kearah kawan-kawannya yang menenangkan diri, "gue rasa Lita bisa bantu."
Lita mengangguk kecil dari kejauhan, menggenggam gelas plastik berisi teh hangat yang dibuatkan cuma-cuma oleh anak PMR. Clara mengamati tubuh mungil Lita yang menggigil, wajahnya pucat pasi dengan bibir terbungkam sejak tadi.
"Cil, gue saranin elu nggak usah maksain diri. Kalo ada apa-apa sama elu gimana? Bisa-bisa gue di geprek sama Om Tante."
"Nggak papa Clara, Lita bisa kok bantu-bantu." Dia terdiam sejenak, "pelepasan kutukan itu juga, Lita mau bantuin."
"AFA?!"
Shani kembali menatap Jay meminta persetujuan, "gimana? Ini bukan pertanyaan sih, tapi gue butuh kalian buat ngadu."
Jay menatap jauh ke depan dengan sebelah tangan bersemayam di saku celana, "nggak ada jawaban tidak, kan."
|••••|
Polisi dan kesaksian dipanggil malam itu juga. Setelah persetujuan yang disepakati oleh pak Adam tanpa melebih-lebihkan cerita. Karena di posisinya saat ini dia tidak tahu apa-apa. Tentang Benthala yang masih beroperasi di bawah pemilik kutukan. Juga ancaman nyawa yang kerap kali berujung malapetaka. Pak Adam mengatakan yang sebenarnya tentang ketidaktahuan nya didukung anggota Benthala yang memang menyembunyikan segala ancaman dari siapa saja.
Namun dalam benaknya ada satu nama yang menjadi momok dibalik Benthala. Sosok yang tak lain adalah adiknya.
Lita melirik pak Adam yang melipir pergi. Mungkin meminta segelas kopi atau teh untuk membuatnya terjaga lebih lama sebab dia tahu ini akan menjadi malam yang panjang. Tanpa dipandu kakinya ikut melangkah mengikuti sosok itu. Dapur dadakan di teras asrama cukup terasa hangat dibanding langsung berada diluar, Lita sedikit menjaga jarak sebelum menegur.
"Pak Adam?"
Pria paruh baya itu menoleh, tersenyum tipis setelah tahu siapa yang baru saja menegurnya. Lalita, sahabat baik putrinya.
"Maaf saya lancang. Saya hanya ingin memastikan sesuatu." Pak Adam terlihat tertarik berbincang dengannya. Mengayunkan tangan untuk meminta Lita duduk didekatnya.
"Apa?"
"Paman Ganesh .. apakah sudah tiada?"
Pak Adam tersentak, "kau tahu siapa Ganesh?" Lita mengangguk, masih menuntut jawaban dari ayah sahabat nya. Mau tak mau Adam menjawabnya.
"Banar. Dia sudah tidak ada sejak 17 tahun yang lalu."
"Saya tidak ingin lancang membicarakan masa lalu keluarga kalian, tapi sepertinya keluarga kalian adalah dalang dibalik terbentuknya Benthala, ya."
Adam tak bisa mengelak, tahu jika yang berbicara bukan anak biasa. Tidak ada yang bisa dia sembunyikan selain perasaan hampa yang kembali menyergap dalam relung hatinya.
"Kalau bukan paman Ganesh, apa berarti paman Naresh adalah pelakunya?"
Tak ada jawaban selain kebisingan yang dari sekitar. Lita mengerti semua terasa berat. Mereka semua menanggung trauma yang berbeda-beda akan tetapi luka mereka sama. Masih menganga perih terasa.
"Kita harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum semakin runyam. Jake harus dibersihkan dan ditutup mata batinnya. Pak Adam juga harus membantu. Bapak sendiri juga nggak ingin ada korban lagi kan disini?"
Hembusan napas gusar mengudara, "saya mau ke rumah sakit membayar tagihan."
Pria pemegang tahta tertinggi Berdikari itu beranjak dari tempatnya. Membuang gelas plastik bekas pakainya. Baru beberapa langkah dia pergi sosok itu berhenti, kembali menghembuskan napas berat.
"Apa yang kau pikirkan itu adalah kebenaran," ujarnya sedikit menoleh kebelakang. "Kita bicarakan lagi nanti."
Lita menyandarkan kepalanya pada dinding. Dia lebih banyak diam karena tahu banyak hal. Begitu banyak rahasia yang ingin dia ungkapkan untuk diselesaikan. Namun disaat yang bersamaan dia merasa tak mampu. Sebab ceritanya selalu dianggap karangan. Kebohongan untuk mendapat perhatian dan pujian. Membuatnya tumbuh menjadi gadis penyendiri yang menyimpan semua rahasia semesta seorang diri.
"Lita, ayo makan dulu. Ada ayam goreng kesukaan kamu nih."
"Jangan kebanyakkan pikiran, Lita. Bagikan sama kita, biar polisi juga ikut membantu dengan begitu kita bisa hidup tenang sedikit lebih lama."
"Terlalu banyak yang terjadi hari ini. Capek cok, mending madang."
"Clara, Angel, Shani." Lita tersenyum haru, benar juga kali ini dia tidak sendiri. Dia didampingi oleh kakak kelas favoritnya. Sahabat baru baginya.
"Jingga mana?"
"Kangen Cil, tumben nyariin gue?"
"Iya! Lita kangen Jingga, kangen kalian semua!" ujarnya sebelum meminta sebuah pelukan.
"Utututu, bocil kita."
Beban yang ditanggungnya seakan terbagi. Bersama mereka dia tidak merasa terbebani. Bersama mereka dia akan melangkah lebih berani. Bersama mereka banyak rahasia yang akan diungkap dengan janji kedamaian yang pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala vs Benthala [REVISI]
Teen FictionBenthala identik dengan rahasia. Tak pernah bermaksud untuk saling menyerang apalagi memusuhi. Namun, Nabastala yang keras kepala masih terus mencoba menguliti rahasia yang mereka sembunyikan. Memupuk Benthala menjadi sosok yang keji tak pandang co...