XIX. Reason

9 3 0
                                    

Selesai mengurus pekerjaan yang diperintahkan oleh Taerae, Hyura memutuskan untuk berjalan-jalan disekitar hotel.

"Dia itu kenapa sih? Mood-nya cepat sekali berubah, seperti perempuan saja," monolognya.

Asyik berjalan-jalan, ia tak sengaja melihat seorang remaja laki-laki yang terlihat akan melompat dari jembatan penyeberangan. Dengan cepat, Hyura berlari dan mencegah aksi si remaja.

"Heiii, turun!!" katanya.

Dengan sepenuh kekuatan, Hyura menarik tangan remaja itu hingga keduanya terjatuh.

"Jangan gila!!" bentak Hyura pada remaja yang terduduk dengan kepala tertunduk itu.

"Kenapa kamu mencegah aku? Harusnya kamu membiarkan aku mati," kata si remaja dingin.

Hyura bangkit dari jatuhnya, ia menarik tangan remaja itu dan mencengkram dagunya.

"Kamu pikir setelah kamu mati semua masalah di dunia sudah selesai? Kamu salah, mereka yang bahkan sudah mati ingin hidup kembali!!" bentak Hyura. Wajahnya memerah menahan amarah.

"Justru kalau aku mati, mereka akan senang. Aku tidak akan diganggu lagi oleh mereka,"

Hyura langsung menarik kasar tangan si remaja menuju hotel Star lost.

"Akan aku tunjukkan semua padamu."

Remaja itu berusaha melepaskan tangan Hyura, namun kekuatan Hyura yang sedang marah memang sangat kuat dan menyeramkan.

🌼🌼🌼

BRAK!!!

Gyuvin berjengit kaget mendengar suara pintu yang dibanting dengan keras, ia langsung berdiri dari duduknya dan menatap Hyura yang datang membawa seorang remaja laki-laki tak dikenal.

"Nona Hyura, ada apa? Siapa dia?" tanya Gyuvin kebingungan.

Hyura melepaskan cengkramannya dan perlahan menetralkan napasnya yang memburu karena emosi.

"Dia berniat mengakhiri hidupnya sendiri," ujar Hyura menunjuk si remaja dengan dagunya.

"Waw berani sekali, dia tidak tahu apa kalau orang yang sudah mati pun ingin sekali hidup kembali." kata Gyuvin sinis.

"Makanya kubawa dia kesini, aku ingin menunjukkan kalau orang yang sudah matipun ingin kembali hidup."

"Tapi, sepertinya Kim sajang akan marah kalau kau membawa manusia ke hotel." ujar Gyuvin pelan.

"Arghhh, aku melupakan hal itu." Hyura memekik.

Sementara si remaja terdiam di tempatnya, pikirannya sudah melayang entah kemana. Ia tak peduli dengan sekitarnya.

"Kau bisa membawanya ke ruanganmu nona, biar nanti aku panggilkan Hanbin hyung untuk menasehati anak itu." kata Gyuvin.

"Ada apa ini Hyura? Siapa dia?" tanya sebuah suara yang tidak asing di telinga Hyura dan Gyuvin.

"Dia ingin mengakhiri hidupnya," jawab Hyura pendek.

"Lalu? Kenapa kau membawanya kesini? Dia masih hidup kan? Belum menjadi arwah?"

Kepala Hyura rasanya mau meledak, ia mendekati Taerae dan menatap wajah pria itu. "Kau gila ya? Aku masih memiliki hati untuk menyelamatkan anak itu dan tidak ingin membuatnya menyesal,"

"Aku? Gila? Dengar ya Min Hyura, aku ini pemilik hotel yang menampung arwah, jadi sudah tugas aku untuk membawa para arwah kemari, bukan manusia yang tidak jadi menjadi arwah."

Tangan Hyura terkepal erat, buku-buku jarinya memutih. Emosinya sudah mencapai ubun-ubun, ia tak terima dengan ucapan Taerae yang terdengar seperti meremehkan kematian.

"Gyuvin, bisa kau bawa anak itu? Aku akan bicara dengan atasanku ini," titah Hyura pada Gyuvin.

"Baik nona,"

🌼🌼🌼

"Apa? Kamu tidak terima dengan ucapanku? Bukankah itu benar?" tanya Taerae. Saat ini, keduanya tengah berada di balkon hotel.

Hyura tak habis pikir, ada apa dengan Taerae? Apakah dia mabuk? Ohh mungkin iya, karena indra penciumannya bisa menghirup aroma alkohol dari mulut Taerae.

"Aku tidak ingin berbicara dengan orang mabuk," ujar Hyura malas.

Taerae memiringkan kepalanya, ia menunjuk dirinya sendiri. "Aku mabuk? Tidak." katanya.

"Tidak? Hidungku ini masih berfungsi sajangnim, aku bisa mencium alkohol dari mulutmu,"

"Yaa, aku memang minum. Tapi aku tidak mabuk, aku masih sadar dengan semua yang aku katakan."

Hyura menjadi kesal, atasannya ini sangat amat menyebalkan sekali ya?

"Lantas, kenapa kamu bilang begitu? Kamu terlihat menyepelekan kematian," tanya Hyura.

"Aku tidak menyepelekan kematian, aku berbicara fakta. Memang benar bukan, mereka yang hidup mati-matian untuk bisa mati. Aku sudah melihat ribuan kematian, dan setiap melihat mereka yang bisa mati dengan mudah rasanya aku sangat iri." jelas Taerae.

"Aku iri pada semua orang yang dengan berani mengakhiri hidupnya sendiri, walau mereka menyesali itu. Karena apa? Karena aku tidak bisa mati, aku juga ingin merasakan bagaimana kematian itu."

Hyura terdiam, matanya menatap manik Taerae yang terlihat putus asa. Pria itu ternyata rapuh, namun dengan sifat arogannya kerapuhan itu tertutupi dengan sempurna.

"Kenapa? Apa kamu tidak suka dengan kehidupanmu?" tanya Hyura pelan.

Taerae menatap balik wajah Hyura, ia tersenyum tipis dan mendekatkan wajahnya. Lalu bibirnya berbisik pelan tepat didepan bibir Hyura.

"Aku suka dengan kehidupanku, hanya saja selalu ada mereka. Penghalang bagiku untuk mendapatkanmu,"

Tubuh Hyura menegang, darahnya mengalir deras, perutnya seperti digelitik ribuan kupu-kupu dan tanpa sadar, semburat merah muncul dikedua pipinya.

"Kamu benar-benar tidak mencintaiku?" tanya Taerae tanpa konteks. Wajahnya masih sangat dekat dengan wajah Hyura.

"Kenapa juga aku harus mencintaimu? Aku hanya orang asing yang tak sengaja masuk kedalam hidupmu," jawab Hyura.

Jleb

Bagai dihujami ribuan pisau, hati Taerae berdenyut sakit. Apa katanya? Orang asing? Bukan, Hyura bukanlah orang asing dalam hidupnya. Justru sebaliknya, dialah orang yang sangat penting.

"Kalaupun aku mencintaimu, pada akhirnya kita tidak bisa bersama bukan?"

𝑆𝑡𝑎𝑟 𝐿𝑜𝑠𝑡✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang