XXX. Malam yang sempurna

11 1 0
                                    

Hanbin menjalankan tugasnya dengan baik. Begitu juga dengan respon aktif dari pegawai hotel lainnya. Nampaknya mereka begitu antusias dengan tamu yang datang kali ini. Taerae tersenyum melihat kehangatan hotel malam itu.

Taerae sekarang berada di ruangannya bersama dengan Hyura, tetapi ada yang membuat Hyura merinding sejak tadi. Bukan karena memasuki ruangan yang terkesan menakutkan itu, tetapi karena atasannya yang tidak pernah melunturkan senyumnya sejak malam dimulai.

"Aku tahu kamu sedang berada di mood yang baik sajangnim, tetapi kamu tidak harus tersenyum setiap saat." Ujarnya pelan.

Taerae langsung mengalihkan pandangannya dari pemandangan gerhana malam itu. Masih dengan senyuman tersungging di bibirnya. "Memangnya kenapa? Kamu suka saat aku tersenyum?"

Hyura memutar bola matanya. "Justru aku takut jika kamu kerasukan, sajangnim."

"Aku akan memukul mereka sampai mati kedua kalinya jika mereka berani berdiri satu meter saja dariku." Taerae menarik kursi putarnya ke dekat jendela untuk Ia duduki.

"Bagus, bulannya mulai tertutup sempurna." Taerae mengangkat jemarinya ke atas. Ia menutup sebagian bagian bulan yang masih terlihat di matanya.

"Mengapa arwah begitu senang jika kedatangan manusia?"

"Mereka semua ingin dilihat Hyura, dilihat sama saja seperti mereka kembali menjadi manusia, kamu akan tahu itu ketika dirimu sudah menjadi arwah." Taerae masih belum mengalihkan pandangannya dari bulan di langit malam.

Hyura kembali mengingat setiap cerita dari Hanbin, Gyuvin, dan Yujin mengenai masa lalu mereka. Pasti ada alasan mereka tidak segera kembali ke akhirat. Jika saja mereka manusia yang dapat melakukan tugasnya dengan cepat.

Perempuan itu berdecak, Ia menatap Taerae yang terus menerus membelakanginya. Ia merasa diabaikan sejak tadi. "Kamu sepertinya sangat menyukai gerhana?"

"Haruskah aku mengatakannya secara langsung? Aku benci cahaya bulan purnama, gerhana bagaikan setetes air hujan di lapangan yang tandus karena kemarau." Hyura mengangguk asal. Sepertinya Taerae tidak ingin kencannya dengan bulan diganggu, Hyura berjalan menuju pintu keluar. Lagipula tidak ada yang harus Ia lakukan saat ini. Atasannya itu membuatnya kesal.

Taerae yang mendengar langkah kaki itu segera berbalik. "Tunggu, kamu mau kemana?"

Hyura menghentikan langkahnya. Ia berbalik. "Turun, membantu apa yang bisa dibantu."

Taerae menggeleng pelan. Ia mengarahkan pandangannya ke kursi didepan meja kerjanya. "Tidak perlu, disini saja bersamaku."

Tentu saja Hyura semakin kesal. "Lalu aku harus apa? Melihatmu yang terus melihat bulan?"

"Ahh tidak, tugasmu merekap tagihan listrik, air, dan telepon yang ada di mejaku." Taerae kembali fokus terhadap benda bulat yang menghitam diatas sana. Jika bisa, rasanya Hyura ingin melempari pria itu dengan sepatu hak tingginya.

🌼🌼🌼

Hanbin kembali dari kamar tamu VVIP. Ia duduk di kursi bartender di tempat bar seperti biasa. Gyuvin dan Yujin seperti biasa telah berada di sana sebagai pelanggan setia. "Kau lama sekali kembali dari sana hyung, apa mereka cukup merepotkanmu?"

"Jangan bicara seperti itu, mereka sama sekali tidak merepotkan kok." Ujar Hanbin menyangkal perkataan Yujin.

Helaan napas terdengar dari mulut Gyuvin. "Aku belum pernah merasakan bulan madu."

"Oh astaga, apa kau akan terus mengatakan itu setiap pasangan yang ingin berbulan madu datang?" Yujin tertawa pelan melihat wajah lesu Gyuvin.

"Sungguh? Apa kalian tidak ingin menikah lalu berbulan madu seperti mereka?" Tanyanya menatap Yujin dan Hanbin bergantian.

"Hidupku sangat mengerikan hingga aku tidak berpikir untuk menjalin hubungan." Celetuk Hanbin yang mulai tertarik dengan pembahasan yang dimulai Gyuvin

"Aku juga tidak berpikir untuk berpacaran." Yujin kembali mengingat saat Ia masih hidup.

Gyuvin menepuk jidatnya sendiri. "Sial, memangnya kalian tidak pernah tertarik dengan perempuan?"

Mereka berdua sontak menggeleng secara bersamaan. Itu membuat Gyuvin semakin ingin menoyor kepala mereka berdua. Hanya saja Yujin menggeleng dengan sedikit keraguan. "Aku pernah menyukai temanku ketika bekerja, tapi dia tidak pernah muncul kembali, entahlah aku rasa dia dibunuh."

Gyuvin menggebrak meja bar dengan tangannya. "See?! Kau pasti juga ingin menikah dengannya bukan? Dan berbulan madu."

"Entahlah, aku tidak berpikir sejauh itu." Yujin mengedikkan kedua bahunya.

Gyuvin berdecak melihat reaksi Yujin yang biasa saja. "Ah sudahlah, terserah!"

Hanbin tertawa melihat keduanya. Ia kembali mengingat tamu manusia mereka malam ini. Untung saja mereka berada di lantai paling atas. Jika tidak mereka akan terganggu dengan suara Gyuvin yang sangat mengganggu.

Sebuah ide muncul di otak Hanbin. Ia menatap kedua orang didepannya. "Hey kalian!"

Setelah mengambil alih atensi mereka, Hanbin memberi suatu ide yang sering Ia bicarakan setiap gerhana bulan. "Menurutmu mereka akan memiliki anak laki-laki atau perempuan?"

Gyuvin yang mengerti maksud Hanbin langsung tersenyum jahil. Ia mengulurkan tangannya kepada Hanbin. "Mau bertaruh hm? Aku yakin anak mereka laki-laki."

"Tidak! Anak mereka pasti perempuan." Hanbin membalas jabatan tangan Gyuvin. Mereka berdua sontak melihat Yujin.

"Tentukan pilihanmu jin."

Yujin menatap mereka dengan pandangan sengit. Ia sudah terbiasa dengan mereka berdua. "Aku tidak suka judi, kalian saja."

"Ayolah, kali ini saja, kau ini tidak seru!" Gyuvin merangkul pundak Yujin untuk memengaruhinya.

"Baiklah, Aku bertaruh anak mereka pasti perempuan."

Gyuvin tertawa kecil yang lebih terlihat seperti meremehkan. "Pilihan yang buruk, bersiaplah kalian untuk mengerjakan tugasku selama satu hari penuh."

"Tidak, kau yang akan menjalankan tugas kita berdua." Hanbin menyangkalnya.

"Kalian ini... Padahal anak itu akan lahir sembilan bulan lagi..." Yujin berkata demikian mengingat mereka begitu bersikeras untuk memenangkan taruhan.

Hanbin menyadari sesuatu. "Benar juga, pohon itu telah menjadi rimbun."

Tatapan mereka mulai meredup kala mengingat hal itu. Mereka menggulirkan pandangan ke bawah. Satu persatu dari mereka mulai merasakan gelanyar aneh saat mengingat bahwa mereka tidak lama lagi berada di dunia. Bahkan Gyuvin yang notabenenya adalah seseorang yang menggebu-gebu kini hanya bisa tertunduk.

"Ah... Siapa yang peduli dengan itu? Kita tetap harus menjalani sisa waktu disini dengan biasa saja, benarkan?" Gyuvin memecahkan keheningan yang tercipta.

"Lagipula kita ini sudah mati, apa yang bisa diharapkan, kita disini hanya menumpang saja, tempat kita memang bukan disini." Hanbin menepuk pundak Yujin yang masih berada di rangkulannya.

Mereka bertiga kembali berani untuk menatap manik satu sama lain. Lalu mereka tertawa bersama, melupakan suatu beban dalam hati mereka. Fakta tentang mereka yang hanya menumpang saja tidak bisa terbantahkan. Berapa lama lagi mereka akan bertahan disini, mereka akan menghargai setiap sisa waktu yang ada.

Ps: selamat menunaikan ibadah puasa bagi umat muslim semoga lancar selalu. Dan selamat merayakan nyepi bagi umat Hindu.

Salam toleransi🙏

𝑆𝑡𝑎𝑟 𝐿𝑜𝑠𝑡✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang