Beijing dikenal sebagai kota tua yang kaya akan khazanah. Kota ini memiliki banyak kuil dan istana. Tujuh situs wisata dunia UNESCO pun ada di sini.
Forbidden City salah satunya. Tempat yang memiliki 90 istana zaman kekaisaran. Juga pernah dihuni oleh 24 kaisar sebelum pemerintahan berganti menjadi republik.
"Ini peninggalan Dinasti Ming dan Dinasti Qing," ucap Aisyana.
Yusuf menoleh, tidak menyangka bocah ini mengerti sejarah. Kaki mereka menapak, menjelajahi luasnya halaman depan bangunan kuno tersebut.
Di bagian depan benar-benar hanya halaman kosong yang sangat luas. Aisyana berdecak kagum. Mungkin, dulu di sinilah para prajurit berkumpul sebelum berangkat perang.
Bangunan Forbidden City sangat simetris. Pilar-pilarnya berlapis emas. Ada patung naga, burung phoenix, juga singa di sana. Hm ya, hewan-hewan ini memang kental dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Tionghoa.
"Raden, tau gak? Forbidden City ini tiga kali lebih luas loh dari istana Louvre di Perancis," kata Aisyana.
Yusuf mengangguk, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku mantel. "Tau kalau di sini ada 9.000 kamar?" tanyanya.
"Tau dong. Raden tau gak kalau di sini atapnya gak bisa dihinggapi burung?"
"Em, tidak tau," Yusuf mengangkat bahu.
Aisyana mendahului Yusuf dua langkah. Berjalan mundur sembari antusias menceritakan pengetahuannya tentang mengapa burung tidak bisa hinggap di atap bangunan ini.
"Keren, ya? Padahal ini dibangun sekitar 1.400 Masehi."
"Hm," Yusuf manggut-manggut. "Kalau begitu lebih keren Borobudur. Dibangun tahun 770 Masehi."
Aisyana membulatkan mulutnya. Tampak sekali gadis itu terkejut. Yusuf mendengus pelan. "Dasar, belajar sejarah negeri sendiri dulu sebelum negeri orang."
Sementara Aisyana dan Yusuf asik membahas sejarah, Danang sudah menjadi fotografer dadakan untuk Stevanya. Tentu saja dengan gaya bossy Stevanya yang menyuruh orang seenak jidat.
"Hah, untung ada Om Danang. Kalau enggak, udah pasti aku yang jadi babunya Anya." Aisyana terkekeh. "Raden, maklumin ya, Anya itu emang seleb toktok. Pengikutnya udah ribuan. Jadi yaa dia selalu ngonten."
Aisyana masih berjalan mundur. Dengan riang gadis itu berceloteh hal tidak penting kepada Yusuf. Dia berhenti ketika merasa kakinya menginjak sesuatu.
Lembut, halus, namun menggelikan. Aisyana melirik ke bawah, tepat di kakinya, dia menginjak perut seekor kucing.
"Aaa, Radeeen." Aisyana mengibaskan kakinya heboh hingga sepatunya terlepas.
Kehebohannya mengundang perhatian pengunjung lain. Gadis itu bersembunyi di balik punggung Yusuf. Kakinya masih gemetar karena takut.
"Cemen," ejek Yusuf, lalu mengambilkan sepatu Aisyana yang tergeletak. "Takut kucing?"
"Enggak. Geli aja." Aisyana menerima sepatu dari Yusuf, berjongkok untuk memakainya kembali.
Yusuf mendengus pelan, berjaga di sekitar Aisyana. Ya siapa tahu ada yang menendang punggungnya lagi. Kalau menangis di sini dia sendiri nanti yang repot.
"Di sini memang banyak kucing. Katanya, dulu kucing hewan peliharaan para selir."
"Oh."
❄❄❄
Sudah masuk waktu Zuhur. Keempatnya diantarkan ke kawasan Niujie. Sebuah daerah muslim yang memiliki restoran halal dan Masjid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden's Next Journey
Teen FictionKe Dataran Utara China, seorang keturunan ningrat Tanah Jawa yang akrab disapa Raden -sebagai gelar kehormatannya, melarikan diri dari pertikaian keluarga tentang pewaris tahta. Di sana, Raden mengikuti kegiatan open trip, lalu bertemu dengan gadis...