28. Bertahan Terluka

531 91 17
                                    

Di pelataran Harem yang luas nan hijau bak padang rumput, set meja kursi untuk pesta teh telah tertata. Mengusung tema vintage, padu padan warna putih dan merah muda serta motif bunga tampak manis. Semanis aneka kue dan roti yang tersaji.

Langit putih di atas sana cerah dengan beberapa awan biru menggantung. Udara terasa sejuk karena banyaknya tanaman. Ini memang cuaca yang bagus untuk berkumpul dan bercengkerama.

Tidak mau ketinggalan, Raden Ayu Puspita pun menunjukkan penampilan cantiknya di pesta teh pertama yang dia ikuti.

Gadis itu mengenakan pink long dress bermotif bunga-bunga kecil. Bukan sembarang long dress, karena sudah pernah dipamerkan di atas panggung catwalk Paris Fashion Week.

Yusuf sendiri yang membelikannya. Bahkan, Yusuf membelikannya pashmina berbahan premium yang sangat serasi dengan kilauan bross berlian.

Kesan manis alami Aisyana Daisy tidak hilang, justru bertambah poin classy. Mini sling bag branded pun turut memaniskan penampilannya.

"Kamu memang sudah sangat cantik, Sayang. Tapi, di acara pesta teh nanti, kebanyakan mereka semangat datang hanya untuk pamer penampilan. Tentu saja istri Kakak tidak boleh kalah," begitu katanya saat Aisyana mengomelinya perkara pemborosan.

"Jangan lupa minta Stevanya datang untuk merias wajah kamu. Serius, Sayang, khusus acara pesta teh nanti kamu boleh sombong. Jangan mau dianggap remeh. Jadi Aisyana pemberani yang Kakak kenal, hm?"

Dan saat ini Aisyana tersenyum geli mengingat pesan suaminya. Yusuf benar, acara pesta teh bertajuk 'keakraban' ini tidak ubahnya panggung pamer.

Terlihat sekali para putri ningrat berlomba-lomba menjadi yang paling bersinar. Baik yang masih gadis sampai yang sudah menyandang gelar istri -bahkan nenek sekali pun, sanggul dan perhiasan mereka sama, sama-sama pamernya.

"Oalah, kukira siapa kok berliannya sangat berkilau, ternyata Raden Ayu yang kabur dari Padepokan hanya karena beberapa pukulan." Ramah sekali Kemuning menyapa.

Aisyana tersenyum elegan, tidak terusik. Malahan gadis itu sangat senang memperhatikan Kemuning yang pamer cincin permata besar dengan gestur sok merapikan sanggul.

Kebaya yang dikenakannya tampak transparan dengan belahan dada rendah. Eye shadow-nya cetar seperti kerupuk seblak. Bulu mata palsunya sepanjang catatan penggelapan dana para tikus negara. Oh, dan lipstik merahnya itu loh ... menyala!

"Apa lihat-lihat?!" Kemuning menyalak galak saat sadar tatapan mata Aisyana.

Sementara Aisyana menggeleng anggun, tertawa manja ditutupi tangan. "Ahahaha, enggak kok, Mbak. Sya cuma tertarik sama riasannya. Kayaknya bisa deh jadi referensi mewarnai karakter."

Kemuning mengangkat dagu, mulai besar kepala. Dengan percaya diri bercampur penasaran dia bertanya, "Kudengar lukisanmu memang bagus. Memangnya karakter apa?"

"Badut." jawab Aisyana tanpa beban.

Sontak saja emosi Kemuning naik sampai ubun-ubun. Wajahnya merah padam dengan napas memburu. Tatapan matanya tajam seperti ingin menghunus.

Aisyana tersenyum miring. Bahkan penampilan Ana dan Ani yang hari ini memakai kebaya baru pemberian Yusuf pun jauh lebih berkelas dari pada mbak iparnya itu.

Sadar punya kesabaran setipis tisu, Aisyana lebih baik menghindari orang-orang seperti Kemuning yang hobi mematik api. Gadis itu menemui Kanjeng Eyang Putri yang sedang mengobrol dengan beberapa istri petinggi Padepokan.

"Eyang," sapanya.

Kanjeng Eyang Putri menoleh, langsung tersenyum hingga mata rentanya menyipit. "Cucuku paling ayu! Sini, Nduk, Eyang rindu."

Raden's Next JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang