22. Memahami Situasi

573 82 54
                                    

Usai salat Magrib, Aisyana menjamu Raja dan Stevanya makan malam. Dalam percakapan ringan mereka, Aisyana memutuskan mengajak Stevanya ikut serta dalam rencananya bersama Raja.

"Emang kapan acaranya?"

"Lusa," jawab Raja sembari mencomot sepotong daging dari piring Stevanya. Tampangnya tanpa dosa meski Stevanya sudah bersiap melemparinya pisau.

"Iya, jam sebelas malem." imbuh Aisyana. Tidak lupa menyuapi Stevanya dengan daging baru sebelum pisau benar-benar melayang ke wajah Raja.

"Oke. Demi lo gue mau," putus Stevanya di sela-sela mengunyah. "Lain kali kalo ada apa-apa cukup minta tolong sama gue atau Nadin. Jangan cari orang lain yang gak jelas," matanya melirik sensi pada Raja.

Merasa tersindir, Raja membela diri, "Gue bilangin, ya, Steva, rencana ini gak akan berhasil tanpa gue."

"Woy, lo panggil gue apa barusan?! Gak usah sok deket lo!" Stevanya langsung naik pitam, kali ini sendok sudah melayang mengenai dahi Raja.

"Hadeuh, batalin ajalah ngajak kamu. Aku jadi gak yakin rencananya berhasil kalo kaya gini," gumam Aisyana.

Raja dan Stevanya saling pandang. Saling menyalahkan tanpa suara. Hanya ada perang kilatan mata tajam di antara mereka.

"Lo!"

"Lo!"

Begitu kira-kira arti pelototan mata mereka. Stevanya merotasikan bola mata, mengalihkan pandangannya pada Aisyana.

"Demi makan malam yang lo sajikan malam ini, Sya, gue akan berusaha semaksimal mungkin menahan diri dari virus pemicu emosi. Tenang aja. Surprize for your husband pasti lancar."

"Woy, enak aja, gue yang udah- "

Ucapan Raja terpotong saat gerak tangan Stevanya menginterupsinya untuk diam dengan meletakkan telunjuk di depan bibir.

"Berisik!" maki gadis itu tanpa suara.

"Cuih," dengus Raja, kesal.

❄❄❄

Para petinggi Padepokan Dewantara berkumpul di aula rapat. Pertemuan resmi rutinan.

"Putra-Putraku, selama ini kalian telah berjasa membantu kelancaran operasional Padepokan Dewantara. Mulai hari ini, kalian akan diberi tanggung jawab resmi." ucap Romo di kursi paling terhormat di aula rapat.

"Raden Damar, tanggung jawab dan totalitasmu sudah terbukti. Kinerjamu cukup memuaskan para senior. Lanjutkan kerja bagusmu sebagai Kepala Departemen General Affair."

Kepala dari setiap departemen serta para senior yang telah lama bekerja di Padepokan Dewantara mengangguk-anggukkan kepala, mereka mengakui Damar pantas mendapatkan posisi tersebut.

"Raden Gumilar ... " raut bangga Romo perlahan memudar. Urat-urat senja di wajahnya memandang Gumilar tanpa ekspektasi.

Romo menarik napas, kalimat yang akan diucapkannya terasa berat. "Kuberi kau satu kesempatan lagi di Departemen Purchasing."

"Terima kasih, Romo, terima kasih." Gumilar senang bukan kepalang. Posisinya masih bisa dipertahankan.

Bisik-bisik mulai terdengar. Semua orang di sana tahu seberapa tidak layaknya Gumilar ditugaskan di salah satu departemen paling penting tersebut.

Sejujurnya keberatan. Tapi, karena Gumilar adalah putra Maharani, Kanjeng Ibu dengan dukungan keluarga paling kuat, para petinggi dan senior tidak ada yang membantah, malas terlibat masalah.

Raden's Next JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang