09. Bolehkah Dilanjut?

847 97 34
                                    

Hello! Masih pada melek, kan?
Aku balik nih 😝

Happy banget komentar di bab kemarin
nyampe 100 lebih.

Tengkiyu ya, Sohibkuu. Semoga Allah
memudahkan urusan kalian

Oke, selamat membaca ^^

*
*
*

"Yang berhijab cream, Aisyana Daisy, bukan? Salam kenal."

Seisi kelas langsung hening, saling pandang. Bergantian menatap Yusuf dan Aisyana.

"Ekhem, Pak Yusuf naksir sama Dek Sya kita?" celetuk sang ketua kelas tanpa sungkan.

"Dek Sya kita emang cantik, Pak, tapi gak boleh asal diajak kenalan." sahut yang lain.

"Bener, Dek Sya tuh satu untuk semua." tambah lainnya lagi.

Yusuf terkekeh, "Jadi, kalau mau kenalan sama Dek Sya," sengaja lelaki itu menekan dua kata terakhir, "Harus dengan izin kalian dulu?"

"BETUL!" Kompak seisi kelas menjawab.

Aisyana menutup wajah dengan buku, malu sekali. Dia memang yang paling muda, seisi kelas menganggapnya adik, dan selalu jahil memanggilnya dengan embel-embel 'Dek'.

"Ya sudah, sekarang harap tenang, kita mulai kuisnya." Yusuf menginterupsi kebisingan. "Dek Sya, kenalannya nanti kita lanjut kalau saya sudah dapat restu Teman-Teman sekelas."

Dasar Yusuf. Bukannya tenang malah tambah gaduhlah. Cewek-cewek jadi melting, sementara para cowok slay calm, seperti kakak lelaki yang tidak mau adik perempuannya gampang tergoda rayuan pria.

Yusuf berdehem, memulai kegiatan kuis dengan semestinya. Memberi pertanyaan pada masing-masing mahasiswanya, tanpa ada lagi candaan seperti sebelumnya.

Kelas berakhir. Ke-25 mahasiswa memenuhi pintu, bergiliran ingin segera keluar.

Tanpa tading aling-aling, Yusuf berkata, "Sya, ikut Kakak ke kantor dulu, nanti pulangnya sama Kakak."

Menolehlah semua yang mendengar kalimat Yusuf itu. Kepo tentu saja. "Eh, apa nih? Kakak apa nih maksudnya?"

Dua mahasiswi menyenggol lengan Aisyana, ada yang menoel-noel pipinya, ada juga yang memainkan dagunya, seperti kebiasaan Stevanya.

Aisyana melotot pada Yusuf, lelaki itu mengangkat bahu acuh. Sama sekali tidak merasa bersalah. Gadis itu berlari meninggalkan kelas. Dan entah mengapa kakinya malah membawanya sampai di depan kantor para dosen.

"Aisyana?"

Seseorang menyapa, Aisyana menoleh. "Pak Bisma?"

"Tumben hari ini masuk," Bisma terkekeh, paham kebiasaan Aisyana. "Loh, wajahmu pucat sekali. Kamu sakit?" Kalimatnya bernada khawatir.

"Em, masa?" Aisyana menepuk-nepuk wajah.

"Ayo masuk, saya selalu sedia obat-obatan." Bisma membuka pintu ruangannya.

"Eh, eng- enggak usah, Pak, saya gapapa. Makasih." Tangan Aisyana melambai-lambai di depan dada.

"Sudahlah, tidak perlu sungkan begitu. Ayo."

Pintu terbuka semakin lebar. Aisyana menggigit bibir. Tidak enak menolak, namun juga enggan menurut.

"Pak Bisma ingin masuk? Saya titip buku, boleh?" Pertanyaan itu berasal dari Yusuf yang tiba-tiba muncul.

Raden's Next JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang