|| 47 | Sebuah Usaha ||

1.4K 46 4
                                    

Lana menyisir rambut Zendaya dengan lembut, sesekali wanita itu berhenti hanya untuk sekedar mengusap pucuk kepala menantunya.

"Aya, kamu beneran ngga papa, kan? Maksud Mama penyakit kamu ... Beneran ngga ngerasain apa-apa, kan?" tanya Lana yang merasa cukup khawatir, dirinya merasa bertanggung jawab secara penuh karena hanya Lana yang mengetahui tentang semua ini.

Aya tersenyum hampa sembari mengangguk pelan, "Aya beneran ngga papa, Ma. Mama ngga kasih tau mereka, kan?"

"Kalo kamu janji untuk sembuh, Mama ngga akan kasih tau, sayang. Tapi kamu harus sembuh, jangan sembunyiin apa-apa dari Mama," balas Lana lalu mengecup pucuk kepala Zendaya dengan sayang.

Zendaya tidak menjawab, gadis itu hanya diam sambil memandang kearah jendela kamar yang tirainya terbuka lebar, menampilkan Nava yang terlihat sedang mengajak Keandra untuk berjemur di pagi hari.

Kejadian semalam tidak membuat Zendaya langsung menyayangi bayi mungil itu begitu saja. Namun, Zendaya merasa rasa sesak di hatinya sedikit menghilang saat berhasil menenangkan tangis kecilnya.

Atensinya teralih ketika Lana mendudukkan diri di pinggiran ranjang. Wanita itu menggenggam kedua tangan Zendaya dengan lembut sembari tersenyum tipis.

"Aya, Mama minta maaf, ya, kalo Kalandra udah buat kamu kaya gini," ucap Lana dengan nada lirih, wanita itu meremas pelan genggaman mereka, "seharusnya Kalandra bisa lebih dewasa lagi, kalo emang kenyataan cuma salah paham, seharusnya Kalandra bisa menjelaskan semuanya, bukan malah ikutan emosi sampai berakhir ngusir kamu malam itu."

Zendaya sedikit terkejut karena Lana ternyata mengetahui tentang Kalandra yang mengusirnya waktu itu, Zendaya perlahan membalas genggaman Lana tak kalah erat.

"Mama tau?" tanya Zendaya berbisik.

Lana mengangguk dengan mata sedikit berkaca-kaca, "Mama tau, sayang. Mama ke rumah ini tepat setelah kamu pergi, tapi sayangnya kita ngga ketemu, seandainya aja Mama datang lebih cepat, pasti kamu ngga akan kaya gini."

Zendaya menghapus air mata yang membasahi wajah ibu mertuanya itu, "Bukan salah Mama."

"Waktu Mama sampe ke sini, Mama cuma liat Kalan yang duduk ngelamun di sini, Mama rasanya kecewa banget pas Kalan bilang kalo dia ngusir kamu," ucap Lana sambil terus menatap Zendaya, tangannya terangkat untuk mengusap pelan wajah Zendaya, "maaf, ya? Tolong jangan nyesel karna udah gabung di keluarga Mama."

Tangan Zendaya membalas pelukan yang Lana berikan, wanita itu meremas pelan belakang pakaian yang Lana kenakan. Mata Zendaya terpejam erat sebelum berbicara.

"Aya ngga pernah nyesel jadi bagian dari keluarga Mama sama Papa," bisik Zendaya pelan.

Tapi Aya nyesel kenapa Aya harus jatuh cinta sama Kalan sampai sejauh ini. Aya pengen berhenti, Ma, Aya udah ngga bisa lagi.

...

Kalandra membereskan barangnya sedikit tergesa-gesa. Pemuda itu lalu menoleh kearah teman-temannya yang menatapnya sedikit heran.

"Gue duluan, ya."

Setelah mengatakan itu, Kalandra bergegas keluar kelas dengan berlari kecil menuju parkiran. Inka yang melihat hal tersebut menggeleng pelan.

Gadis itu menoleh ketika bahunya di tusuk pelan, "Kenapa, Dit?"

"Mau pulang bareng ngga?" tawar Radit sembari menaik turunkan alisnya.

"Gue bareng Raja," jawab Inka lalu tersenyum tipis, gadis itu bangun dari duduknya, "bareng ke parkirannya aja."

Radit mengangguk setuju, "Alu, ayo pulang," ajaknya kepada gadis yang kemarin tanpa ragu meminta nomer Azran kepadanya.

AMBIVALEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang