|| 09 | Keduanya Adalah Takdir ||

1.8K 74 2
                                    

Zendaya menutup pintu kamar mandi dengan pelan. Wanita itu membawa langkahnya untuk menuju ranjang, tangannya bergerak mengambil beberapa tablet obat di laci nakas.

Wanita itu memperhatikan obat di tangannya dengan pandangan sayu. Sebenarnya Zendaya tidak suka bau obat-obatan, tapi sayangnya Zendaya sangat membutuhkan ini semua.

Zendaya memijat kepalanya pelan, akhir-akhir ini entah kenapa kepalanya sering terasa sakit. Rasa sakit itu muncul tiba-tiba, dan terkadang juga di selingi dengan rasa mual, padahal masa morning sickness nya sudah berakhir sejak lama.

Dokter bilang, mungkin itu adalah faktor stress yang Zendaya alami. Sebenarnya Dokter Hanna menyarankan untuk memeriksa secara keseluruhan, tapi Zendaya menolak hal tersebut.

Mata Zendaya terpejam saat berhasil menelan obat obatan miliknya. Tatapannya lalu tertuju kearah pintu kamar yang sudah tertutup rapat.

Zendaya tidak pernah mengunci kamar itu ketika tidur, dirinya berpikir mungkin nanti Kalandra butuh sesuatu. Namun ... selama ini Kalandra tidak pernah memasuki kamar ini jika Zendaya sedang berada di dalamnya.

Mata Zendaya semakin menyendu, apakah Kalandra sudah pulang? Seingat Zendaya, pemuda itu pergi setelah matahari turun. Zendaya bahkan tidak tau kemana perginya pemuda itu.

Zendaya mengalihkan pandangannya mencoba tidak perduli. Setidaknya dia sudah menyiapkan makan malam di meja makan, itu pasti sudah mendingin. Entah Kalandra memakannya atau tidak, setidaknya Zendaya sudah melakukan tugasnya.

Tubuh Zendaya perlahan berbaring, wanita itu membawa tangannya untuk mengelus perut bulat miliknya. Elusan itu terhenti bersamaan dengan mata Zendaya yang membulat karena terkejut.

Tendangan itu ... Zendaya merasakannya, ini pertama kalinya. Mata Zendaya mendadak berkaca-kaca, perlahan air mata turun melalui kedua matanya.

Ini jelas bukan tangis bahagia, ini adalah tangis rasa bersalah. Zendaya merasa sangat bersalah. Bayi ini ... Zendaya yang membawanya untuk hadir ke dunia. Bayi kecil ini jelas tidak bisa memilih ingin dilahirkan atau tidak.

Tapi, selama hampir 7 bulan ini Zendaya bahkan tidak pernah mencoba untuk mengajak bayi ini untuk berkomunikasi selayaknya seorang ibu.

Zendaya sudah memberikan ribuan bentakan dan makian bahkan di saat makhluk kecil ini belum lahir ke dunia. Dan sekarang, dengan satu elusan, bayi kecil ini membalas nya.

"Maaf," gumam Zendaya dengan suara tercekat, "maafin gue."

...

Kalandra menghembuskan asap rokoknya kearah Raja yang sedang mengotak-atik ponsel. Raja langsung terbatuk-batuk karena hal itu, pemuda itu melirik Kalandra dengan wajah marah.

"Anjing no smoking no smoking-ugh anak Richard kurang ajar," omel Raja sambil mengibaskan tangannya cepat.

Kalandra memutar bola matanya malas, no smoking apanya? Jelas-jelas di tangan pemuda itu juga terselip sebatang rokok yang tinggal setengah.

"Raja bener-bener definisi manusia-manusia yang butuh kaca," ucap Radit tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel, pemuda itu sedang bermain game bersama Gazza.

Raja hanya melirik sinis lalu kembali fokus menatap ponselnya. Entah karena apa pemuda itu tiba-tiba tersenyum seperti orang gila.

Kalandra yang melihat hal itu bergidik ngeri, mereka sedang berada di sebuah cafe di pinggiran kota. Suasana cukup ramai karena mereka memilih meja outdoor.

Kalandra mendongak, menatap hamparan langit yang nampaknya agak sendu malam ini. Apa nanti akan turun hujan?

"Gimana rasanya nikah muda, Kal? Enak ngga?"

AMBIVALEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang