Nava menoleh kearah pintu kamar yang terbuka, terlihat Dero memasuki kamar mereka masih dengan kemeja kantor. Wanita itu mengepalkan tangannya ketika Dero mengabaikan kehadirannya.
"Mas, kamu itu udah ngga punya hati apa gimana sih?!" tanya Nava sambil bangkit dari duduknya.
Dero menatap istrinya malas, "Apa sih? Aku baru pulang, udah di ajak berantem. Aku tuh cape, tau ngga?!"
Mata Nava terlihat berkaca-kaca, wanita itu melangkah maju mendekati pria yang menjadi suaminya itu.
"Mas, anak kamu masuk rumah sakit dari seminggu yang lalu! Bisa aja dia sekarat atau bahkan kehilangan nyawanya, tapi kamu sama sekali ngga pernah dateng!" teriak Nava seraya mengguncang bahu suaminya, "dia anak kamu, mas! Aku tau kamu kecewa, tapi-
"Kamu tau aku kecewa, TAPI KENAPA KAMU MASIH PAKSA AKU KAYA GINI?!"
Tubuh Nava tersentak kaget mendengar bentakan suaminya. Perlahan wanita itu terisak pelan hingga tubuhnya bergetar.
"Kamu bilang apa tadi? Aku ngga punya hati? Iya, IYA, AKU NGGA PUNYA HATI, HATI AKU UDAH MATI BUAT DIA!" teriak Dero keras, pria itu mencengkram bahu istrinya dengan erat, "aku ngga peduli mau dia sekarat atau apalah itu, jadi berhenti paksa aku buat balik kaya dulu lagi, Nava!"
Mata Nava berkedip beberapa kali, membuat air matanya tumpah begitu saja. Wanita itu menatap Dero yang sudah membelakanginya.
"Kamu bener-bener egois, Mas," ucap Nava lalu terkekeh pelan, wanita itu dengan perlahan menghapus air matanya.
"Cuma karena satu kesalahan kamu langsung lupain yang lainnya, kamu tega mengasingkan anak kamu sendiri, kamu tega ninggalin dia sendirian!" teriak Nava dengan wajah memerah marah.
"Harusnya kalo kamu tau dia salah, kamu tuntun dia biar kembali ke jalan yang benar! Itu peran kita sebagai orang tua, kan?! Tapi kamu malah ninggalin Aya gitu aja, dia bukan barang yang bisa kamu perlakukan seenaknya!" sambung Nava, wanita itu menutup mulutnya berusaha menahan isakkan, "atau ... Kamu emang ngga pernah bisa terima Aya dari dulu? Jangan bilang kesalahan Aya cuma kedok buat kamu nyembunyiin fakta kalo kamu ngga pernah mau punya anak perempuan?"
Nava terkekeh miris ketika Dero berbalik, "Kamu tau gimana depresinya aku waktu kamu nolak buat ketemu sama Aya, dan sekali lagi kamu lakuin itu sama Aya, apa kamu ngga berpikir itu bakal mempengaruhi psikis Aya?"
Dero mengepalkan tangannya, wajah pria itu terlihat mengeras walaupun matanya sedikit berkaca-kaca. Ada hal yang rasanya ingin Dero bicarakan, tapi pria itu lebih memilih untuk kembali berbalik dan meninggalkan istrinya.
Nava mengusap wajahnya kasar, perlahan tubuhnya merosot ke lantai. Wanita itu menutup wajahnya dengan kedua tangan sembari terisak keras.
Ternyata apa yang Raja katakan benar adanya. Dero sama sekali tidak berhak lagi untuk menemui putrinya tanpa rasa bersalah.
Bukan hanya Raja, Nava rasanya juga tidak ikhlas jika Zendaya masih menerima pria itu. Nava bahkan merasakan rasa sakit yang teramat besar, bagaimana dengan Zendaya?
Nava sudah merasakan rasa sakitnya, tapi Nava tetap tidak bisa mengukur seberapa dalam rasa sakit yang putrinya rasakan.
...
Zendaya menatap kosong langit-langit ruang rawatnya. Ini mungkin sudah hampir tengah malam, tapi Nava belum juga kembali. Hanya ada Lana dan Zhafa yang menemaninya malam ini.
Dokter bilang, dirinya sudah bisa pulang dua hari lagi. Karena tidak ada luka serius kecuali kakinya, mungkin itu akan sembuh sekitar tiga atau bahkan enam bulan ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIVALEN [END]
Ficção AdolescenteAmbivalen; perasaan bercabang dua yang bertentangan. Seperti ... Mencintai dan membenci dalam waktu yang bersamaan. Mereka hanya punya satu pilihan, mempertahankan cinta atau kebencian. Karena nyatanya hanya satu perasaan yang akan menang, dan se...