|| 16 | Jika Bisa Aku Ingin ... ||

1.6K 60 1
                                    

Sudah hampir seminggu Zendaya di rawat di rumah sakit. Siapa sangka kondisi gadis itu sampai seperti ini. Padahal tujuan utama datang ke sini hanyalah untuk menjenguk Nava.

"Kata dokter, Aya bisa pulang nanti sore, kondisi Aya udah baikan jadi tinggal tunggu cairan infusnya abis aja," ucap Nava sambil mengarahkan sendok yang berisikan bubur itu ke mulut sang putri.

Zendaya hanya mengangguk pelan, tatapan wanita itu masih sangat sayu walaupun kondisinya hampir pulih sepenuhnya.

Nava menatap sedih putrinya yang masih sulit di ajak bicara. Zendaya hanya merespon dengan sangat singkat.

"Aya mau apa sayang?" tanya Nava sambil meletakkan mangkuk bubur yang sudah kosong di atas nakas.

"Papa...."

Gerakan tangan Nava terhenti ketika mendengar suara serak yang pelan itu. Matanya melirik kearah Zendaya yang mulai meneteskan air mata.

"Aya."

Nava berdiri lalu memeluk erat sang putri, berusaha menenangkan Zendaya yang mulai terisak pelan.

"Aya cuma mau Papa, Ma," bisik Zendaya lemah.

Sekali saja, biarkan Zendaya memiliki Dero yang dulu. Tidak apa hanya sebentar, tapi tolong kembalikan Dero yang dulu.

"Nanti Mama ajak Papa, ya?"

...

Kalandra merebahkan diri di sofa, tubuhnya terasa lelah setelah membersihkan seluruh rumah hari ini. Ada Lana juga di sini, wanita itu hanya menggeleng heran melihat putranya yang bolak balik menata rumah.

Katanya untuk menyambut kedatangan Zendaya. Tapi Lana tak berbohong jika hatinya merasakan perasaan begitu lega. Semoga saja ini adalah awal yang baru bagi kedua anak-anaknya.

"Mandi sana, udah hampir sore ini."

Kalandra mengiyakan perintah sang ibu. Pemuda itu berjalan sedikit cepat kearah kamar. Selama seminggu ini Kalandra selalu tidur di sini.

"Gue bakal berusaha, Ay. Gue ngga janji, tapi gue bakal buktiin semuanya," gumam Kalandra sambil menatap bingkai foto yang baru saja di gantung oleh Lana.

***

Nava terus mengikuti suaminya yang berjalan menuju ruang kerja. Wanita itu tak henti-hentinya memohon agar Dero ikut menjemput Zendaya di rumah sakit.

"Nava, berhenti memohon untuk anak ngga tau malu kaya dia! Udah aku bilang, aku ngga akan ikut ke sana!" ucap Dero setelah duduk di kursi kerja miliknya.

Nava menghela nafas kasar, mencoba mengontrol emosinya yang hampir meledak-ledak.

"Mas, aku mohon sekali lagi. Demi kesehatan Aya, dokter bilang proses pemulihan Aya bakal lebih cepat kalo di bantu orang-orang terdekat dia," jelas Nava, wanita itu masih berdiri di hadapan suaminya.

Dero mendongak menatap Nava, "Berapa kali aku bilang, aku ngga perduli!"

"Mas ... Aya anak kita, apa kamu ngga mikirin perasaan dia?"

Dero terlihat terkekeh pelan, mendadak mata pria itu berkaca-kaca. Tangannya terkepal kuat di atas meja.

"Aya sendiri ngga mikirin perasaan aku! Dia ngga mikirin perasaan kita, Nava! Aku kecewa, Nava! AKU KECEWA! HATI AKU SAKIT NGELIAT ANAK PEREMPUAN AKU HANCUR MASA DEPANNYA!" teriak Dero kuat, pria itu lalu menundukkan kepala dengan bahu bergetar kuat.

AMBIVALEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang