Zendaya menatap Nava yang baru saja selesai memandikan bayinya. Tubuh mungil Keandra tampak bergerak aktif saat Nava ingin memakaikan pakaian.
Mata Zendaya tak pernah lepas dari semua yang Nava lakukan, tersirat rasa keingintahuan dalam tatapan wanita itu.
"Nah, udah wangi, ya, sekarang tinggal minum susu," ucap Nava sembari berjalan kearah Zendaya, "di kasih asi dulu, ya, sayang?"
Zendaya hanya menuruti semua yang Nava katakan tanpa mengatakan apapun. Wanita itu menatap mata bulat Keandra yang terus melihat kearahnya.
Nava tersenyum sendu, "Kapan kamu mau belajar buat bangkit, Aya?"
Zendaya mendongak, menatap ibunya yang duduk di pinggiran ranjang, "Maksud Mama?"
"Kamu ngga capek stuck di satu tempat kaya gini? Lupain semua yang udah terjadi, Aya, buka lembaran baru demi anak kamu."
Melupakan semuanya? Membuka lembaran baru? Sungguh! Zendaya ingin melakukan semuanya, andai saja melakukan itu semua semudah membalikkan telapak tangan Zendaya tidak akan terjebak di situasi seperti ini.
"Apa kamu mau liat Keandra tumbuh dari keluarga yang terpecah belah?" tanya Nava sembari mengelus rambut panjang Zendaya.
Zendaya menatap wajah polos yang mulai terlihat mengantuk itu. Perasaan Zendaya selalu bercampur aduk saat menatap wajah mungil putranya.
Antara kesedihan dan rasa sakit, Zendaya bahkan tak tau apa masih ada tersisa rasa kasih sayang di dalam dirinya.
"Gimana kalo Aya ngga bisa?" tanya Zendaya tanpa mengalihkan pandangannya.
"Harus bisa, kamu harus bisa, Aya," jawab Nava sembari menyentuh lengan putrinya, "jangan biarkan kesalahpahaman itu ngancurin rumah tangga kamu."
Sebisa mungkin Zendaya menahan dirinya untuk tidak mengatakan apapun. Zendaya tak ingin ada penyesalan apapun, ini adalah keputusannya sendiri.
"Kamu bakal berusaha, kan?"
Mata Zendaya tertutup sembari menghela nafas lelah, anggukan penuh ragu dirinya berikan, namun hal itu mampu membuat efek kebahagiaan tersendiri untuk Nava.
"Kalo kedepannya nanti Aya gagal, Aya minta maaf, Ma. Aya pastiin Aya udah berusaha sekuat yang Aya bisa, jadi kalo Aya gagal berarti cuma sebatas itu kemampuan Aya untuk berusaha."
Nava mengangguk paham, "Mama yakin kamu pasti bisa, Kalandra ngga akan lepasin tangan kamu, Aya. Kalian bisa berusaha sama-sama."
Kalo bukan karena Kalandra, Aya ngga mungkin jadi kaya gini, Ma.
...
Alura melambaikan tangannya ketika melihat motor Azran yang mulai mendekat kearahnya. Gadis itu tersenyum lebar saat Azran membuka helm.
"Langsung?"
Alura mengangguk semangat, "Alu udah ngga sabar!"
Azran berdehem pelan kemudian menyuruh Alura untuk menaiki motornya. Pemuda itu memakai kembali helmnya lalu menoleh ke belakang, "Gue ngga ada helm lagi, ngga masalah?"
"It's okay! Alu bisa peluk kaya gini!" jawab Alura sembari memeluk erat pinggang Azran. Tubuh pemuda itu sontak tersentak kaget, namun dengan perlahan mencoba melepaskan pelukan itu.
Alura hanya tersenyum tipis lalu beralih untuk memegang sisi pinggang Azran, "Kaneisha dimana?"
Motor melaju dengan kecepatan sedang, hiruk pikuk kota sama sekali tak membuat pendengaran Azran sedikit terganggu.
"Mereka ngga cerita?"
Alura menopang dagunya di bahu Azran, matanya menatap lurus ke depan, tak peduli sikap Azran yang seolah memintanya untuk mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIVALEN [END]
أدب المراهقينAmbivalen; perasaan bercabang dua yang bertentangan. Seperti ... Mencintai dan membenci dalam waktu yang bersamaan. Mereka hanya punya satu pilihan, mempertahankan cinta atau kebencian. Karena nyatanya hanya satu perasaan yang akan menang, dan se...