Inka tersenyum kearah ibunya yang berada di ruang televisi. Gadis itu ikut duduk di sofa single lalu mengambil biskuit yang berada di atas meja.
"Itu bawain titipan Umi buat Aya, ya? Umi buatin kue kering kesukaan kalian," ucap Yumna dengan senyum hangat miliknya.
Inka mengangguk pelan, "Pasti Aya suka, kemaren dia bilang pengen kue buatan Umi, tapi belum sempet ke sini."
"Nah, alhamdulilah pas berarti," balas Yumna senang.
"Halah buat apa kamu berteman sama orang-orang ngga bener kaya mereka, Inka?! Udah Abi bilang pergaulan mereka itu rusak, ngga bener!"
Inka menoleh ke belakang, menatap tak senang dengan ucapan dari sang ayah yang menurutnya agak keterlaluan.
"Abi apaan sih? Kok ngomongnya gitu?" tanya Inka dengan wajah kesal.
Orang yang Inka panggil sebagai Abi itu terkekeh pelan, "Memang ada yang salah? Semua yang Abi bilang itu bener, memang pergaulan temen-temen kamu itu ngga bener semua! Dari dulu Abi ngga pernah suka sama temen-temen begajulan kamu itu!"
"Abi, stop. Ngga baik bilang kaya gitu," ucap Yumna berusaha menjadi penengah.
"Tapi yang Abi bilang itu bener, Umi. Mana ada anak baik-baik yang hamil di luar nikah?" tanya Fahri, Ayah Inka.
"Abi! Inka tau itu salah, itu ngga bener, Inka tau. Tapi bukan berarti karena satu kesalahan mereka jadi buruk, Bi. Inka kenal Aya dari lama, dan Aya bukan orang kaya gitu!" jawab Inka dengan intonasi yang agak tinggi.
Fahri melangkah maju saat mendengar ucapan Inka. Hal itu membuat Inka dan Yumna ikut berdiri.
"Lihat?! Ini salah satu pengaruh buruk yang temen-temen kamu bawa! Kamu sudah berani membentak orang tua! Anak kurang ajar!" bentak Fahri dengan wajah memerah marah.
Mata Inka mulai berkaca-kaca, walaupun sudah sering mendapat bentakan dari Fahri, Inka tetap tidak pernah terbiasa.
"Abi ngga pernah tau tentang temen-temen Inka, Bi, yang tau mereka itu cuma Inka dan Umi. Abi cuma liat mereka dari luar dan dari kesalahannya aja, tapi pas mereka main ke sini apa Abi pernah ada di rumah?" tanya Inka dengan suara sedikit bergetar. Gadis itu meremat tanyan Yumna yang mengelus lengannya.
"Abi kemana waktu mereka bantuin Inka pas Inka kecelakaan dulu? Abi kemana waktu mereka rela-relain begadang karena nungguin Umi yang lagi di rumah sakit? Abi kemana waktu Aya sama Amira ganti-gantian nginep di sini waktu Umi jatuh dari tangga? Abi kemana?! Abi lebih milih di rumah istri muda Abi!" sambung Inka dengan suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.
"Inka, istighfar sayang. Jangan kebawa emosi," ucap Yumna sambil mengelus bahu Inka lembut.
Wajah Fahri mengeras marah, "Kamu bener-bener kurang ajar Inka! Siapa yang ngajarin kamu kaya gini?! Pasti Umi kamu kan?!"
Tangan Inka terkepal erat, "Abi yang ngajarin Inka kaya gini! Semua perlakuan kurang ajar Inka itu semuanya dari Abi!"
Plak
"Abi!" teriak Yumna saat tangan Fahri mendarat di pipi putih Inka.
"Kenapa kamu semakin menjadi-jadi Inka?! Harusnya Abi dulu beneran masukin kamu ke pesantren! Tingkah laku kamu bener-bener diluar batas!" bentak Fahri sambil menunjuk wajah Inka yang masih menoleh kesamping akibat tamparan tadi.
Tin Tin Tin
"INKA TUAN RAJA SUDAH DATANG UNTUK MENJEMPUT SANG PERMAISURI!"
Mata Inka terpejam erat saat mendengar teriakan Raja dari luar rumah. Manusia ini akan menyebabkan sumber masalah baru!
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIVALEN [END]
Fiksi RemajaAmbivalen; perasaan bercabang dua yang bertentangan. Seperti ... Mencintai dan membenci dalam waktu yang bersamaan. Mereka hanya punya satu pilihan, mempertahankan cinta atau kebencian. Karena nyatanya hanya satu perasaan yang akan menang, dan se...