4. Gelora

4.3K 251 9
                                    

Arsila menghentikan langkahnya begitu menemukan punggung seseorang yang berdiri memunggunginya, bersandar di kap mobil dan tampak berkali-kali melirik jam di pergelangan tangannya. Senyumnya terbit, tertarik ke atas dengan kaki melangkah mendekat.

"Mas," Panggilnya berhasil menarik perhatian pria itu. Arfan menoleh dan menatap datar Wanita yang melangkah ke arahnya.

"Maaf, mas pasti nuggu lama, kan? Aku-"

"Masuk!"

Hanya itu yang arfan katakan sebelum dia melangkah masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Arsila yang menghela nafas dalam dan Panjang. Ada hembusan nafas kasar yang keluar dari bibirnya. Dia tetap menyusul Arfan. Duduk di samping pria itu dan sesekali meliriknya saat mereka duduk di mobil yang sama.

Untuk pertama kalinya, Arsila satu mobil dengan Arfan. Setelah pernikahan mereka. Biasanya pria itu akan pergi begitu saja, meninggalkannya pergi tanpa mau menunggu atau bahkan repot-repot satu mobil dengannya. Tapi ini, untuk pertama kalinya, Arfan bahkan mau menunggu dan satu mobil dengannya.

Arsila Kembali tersenyum, Kembali menarik sudut bibirnya ke atas dan membiarkan sesuatu menggelitik hatinya.

Perjalanan itu hanya diisi dengan keheningan, sunyi dan sepi. Sampai tiba di rumah mertuanya pun, Arsila merasa jika keadaan yang sepi itu masih mengikutinya. Memang berada di samping Arfan tidak pernah ada keramaian atau bising. Segalanya hanya hening juga sepi.

Tak peduli Arsila banyak bicara, bertanya juga mengajaknya berinteraksi, pria itu akan diam dan tak membalas. Semua semakin parah Ketika sikap tak peduli pria itu semakin menjadi-jadi.

Arsila turun dari mobil, mengekori Arfan yang melangkah di depannya. Membelah keadaan malam yang sunyi dan gelap. Semua lampu padam, mati dan mereka hanya menggunakan sinar rembulan malam. Namun Arsila suka, dia mulai menyukai semua yang tentang Arfan. Tentang bagaimana pria itu juga selaga yang pria itu miliki saat ini.

Dia sering mendengar, Arfan yang sopan, penyayang juga peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Arfan juga sering membantu banyak orang. Hal yang mungkin entah pria itu sadari atau tidak selama ini.

Juga ada satu hal yang membuat Arsila jatuh hati pada pria itu. Hal yang membuatnya merasa ingin mengapdikan hidupnya pada pria yang kini berstatus sebagai suaminya.

Malam itu, berbeda dengan malam-malam biasanya. Yang lebih sepi, lebih sunyi juga lebih gelap. Arsila memang seharusnya sejak awal tidak keras kepala, tidak pulang seorang diri dan menerima tawaran ayahnya untuk datang menjemputnya.

Jika biasanya akan ada banyak orang yang menunggu bus di terminal, malam itu hanya ada Arsila seorang diri. Dia berdiri di tempat yang terang, tepat di bawah lampu yang menyorot terang. Tidak ada yang perlu Arsila khawatirkan seharusnya, mengingat pakaiannya sopan, hari pun belum masuk tengah malam.

Namun saat dia baru keluar dari kantornya tempat bekerja, ada perasaan tidak nyaman. Seperti ada seseorang yang mengikutinya diam-diam. Dan perasaan gelisah dan tidak tenang kian menjadi-jadi saat dia bahkan melangkah kian jauh dari kantornya. Tapi sebisa mungkin Arsila menepis segala pikiran-pikiran tidak tenang itu. Bersikap biasa saja dan tetap bersikap tenang.

Namun kegelisahan itu kian menjadi-jadi saat bus yang biasanya datang pukul sembilan malam kini malah tak kunjung hadir. Arsila kian gelisah, dia kian panik dan cemas. Ponselnya mati sejak beberapa menit yang lalu.

Sesuatu yang lagi-lagi tak biasanya terjadi. Di mana dia lupa mengisi daya ponselnya. Juga karna terlalu sibuk bekerja, belum lagi ia yang harus lembur dan sibuk seharian ini. Membuat dia lupa untuk mengisi daya ponselnya. Dan sekarang dia tidak bisa menghubungi siapa pun. Tidak bisa menghubungi kedua orangtuanya atau memesan taksi.

Sang Pemilik Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang