9. Hal yang berbeda

3.8K 278 4
                                    

Arfan tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi setelah sesi pemotrettan yang menurutnya sangat membosankan itu dia langsung berlalu begitu saja. Nyaris sebentar lagi dia bahkan keluar dari pintu utama kantor adiknya itu. Namun sesuatu yang mendadak memenuhi kepalanya berhasil menghentikan langkahnya. Dia diam, berdiri kaku di depan pintu dengan kedua mata mengerjab berkali-kali.

Di detik pertama dia hanya diam dan berpikir keras. Hingga di menit kedua ada helaan nafas kasar yang keluar dari bibirnya juga Langkah kaki yang bergerak mundur. Dia berbalik dan Kembali masuk ke dalam. Sampai dia tiba di depan sebuah ruangan. Ruangan yang dia tahu milik siapa dan digunakan untuk apa.

Namun yang tidak ia ketahui adalah untuk apa dia berada di sana. Kenapa dia bisa ada di sana?

Diam cukup lama, Arfan hanya menatap pintu di depannya itu dengan pikiran mulai ke mana-mana. Sampai pintu itu terbuka-muncul seseorang yang berhasil membuat pandangannya teralihkan. Dia mendongak, menatap dua manik mata yang kini menatapnya terkejut.

Tidak ada suara yang keluar dari bibir itu. Dia diam, sama diamnya seperti Arfan. Belum sempet Arfan memalingkan wajahnya lebih dulu, berlalu dan pergi. Wajah itu berpaling lebih dulu, melangkah pergi dan meninggalkan Arfan yang kini mengerjab dan tampak bodoh di tempatnya.

"Mbak Arsila, kan?"

"Ya?"

Tanpa komando kepala Arfan berputar cepat. Dia menatap punggung Wanita yang kini memunggunginya sedang ada seorang pria yang kini berdiri di depan Wanita itu. Membuat Arfan tidak bisa melihat bagaimana ekspresi wajah itu.

"Perkenalkan mbak saya Kris."

Seakan ingin tak peduli, Arfan hanya mendengus. Memutar tubuhnya dan melewati dua orang yang kini tampak asik mengobrol. Tanpa mau repot-repot tertarik atau bahkan ingin tahu apa yang saat ini tengah mereka obrolkan.

"Mbak ada Waktu hari ini?"

Mungkin hari ini tubuh Arfan memang memiliki masalah. Atau memang otaknya yang dalam masalah? Terbukti dengan langkahnya yang bahkan sudah jauh dari dua orang itu. Tapi masih bisa mendengar juga merasa jengah dengan obrolan itu. Mungkin itu juga yang membuat kakinya kini berhenti melangka. Apalagi saat dia bisa dengan jelas mendengar kata 'Waktu? Untuk apa?'

"Saya mau ngajak mbak makan malam-"

"Dia punya janji makan malam dengan keluarga suaminya." Ucapan itu meluncur begitu saja dari bibir Arfan. Tanganya bahkan langsung menarik pergelangan tangan Wanita yang kini terlihat terkejut dengan kehadirannya.

Tapi seakan tak ingin peduli, Arfan hanya berlalu begitu saja. Menarik pergelangan tangan Wanita itu agar mengikuti langkahnya. Melangkah lurus tanpa mau repot-repot untuk berbalik dan menatap wajah Wanita yang kini berada di belakangnya. Mengikuti langkahnya tanpa banyak bertanya atau bahkan bantahan. Seakan membuktikan jika disini Arfan lah pemilik segalanya. Mampu membuat Wanita itu tak berkutik dan menolak semua ucapannya.

"Mas-"

"Masuk!" Perintah Arfan. Sama sekali tak memberikan kesempatan pada Arsila yang kini menatapnya tak terima. Dia memberi isyarat untuk Wanita itu agar masuk ke dalam mobilnya.

"Masuk, Arsila!"

"Aku-"

"Kamu mau masuk dengan suka rela atau saya harus pakai cara memaksa?!"

"Mas nggak bisa melakukan ini!"

Arfan beringsut maju-semua itu membuat Arsila seketika bergerak mundur dan menjauh.

"M-A-S-U-K!" Tekan Arfan tak ingin dibantah. Yang seketika membuat Arsila menatapnya marah. Namun seakan tak peduli Arfan segera memutar tubuh Arsila dan memasukkannya ke dalam mobil. Sebelum dia menjauh dari wajah yang kini menatapnya tidak suka.

Sang Pemilik Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang