Pikiran itu masih mengusiknya, bahkan hingga hari ini. Padahal sudah tiga hari berlalu. Tapi pikiran itu tak kunjung pergi. Dia ingin abai, ingin lupa seperti biasanya. Karna kini pun dia sedang tidak ada di rumah. Dia memilih keluar rumah. Berharap bisa menghilangkan segala pikiran buruknya yang akhir-akhir ini sering membuatnya terlihat jahat sekali.
Arsila datang ke rumah mertuanya. Akan ada arisan keluarga yang diadakan oleh keluarga besar mertuanya setiap bulannya. Seperti biasa. Selama dia menikah dengan Arfan, Arsila tidak pernah berani hadir. Memilih tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Kali ini berbeda. Dia telah berada di sana sejak pukul tujuh pagi.
Ibu mertuanya menghubunginya sejak semalam. Arfan pergi ke luar kota karna urusan pekerjaan. Suaminya itu, pergi setelah dihubungi ayah mertuanya. Malam itu, Arsila hanya menatap suaminya yang pamit pergi. Tersenyum tipis saat pria itu mencium keningnya.
Dia mengabaikan aroma itu. Mengabaikan isi hatinya yang memintanya untuk mencari tahu.
Tapi, ada yang berbisik lirih. Tentang hubungannya, tentang statusnya sejak awal.
Kamu hanya pemeran pengganti. Jika dia memilih pergi bersama wanita lain. Bukankah kamu tidak bisa protes? Sejak awal, kamu lah yang memilih tempat ini.
Jadi Arsila diam. Memendam dan bersikap seakan tidak ada apa-apa.
Sampai.
Beginikah rasanya menikah dengan pria yang sejak awal tidak melihat kita?
Rasanya Arsila ingin berhenti. Ingin pergi sejauh mungkin sampai hatinya tidak akan merasakan sakit dan kebas lagi.
Tapi, ayahnya masih membutuhkannya. Belum lagi hutang budi yang selama ini seakan menjeratnya. Membuat kakinya seakan tertancap paku besar. Membuat dia tak bisa beranjak apalagi pergi barang sedikit pun.
"Enak, ya, jadi menantu orang kaya. Cuman jadi benalu yang malas-malasan. Siapa yang nggak mau?"
Arsila yang sibuk memotong buah menoleh ke arah Tante Zaza, adik Papa mertuanya. Yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Dia hanya tersenyum membalas itu.
Ini pertama kalinya dia muncul setelah bertahun-tahun menikah. Pasti akan ada pertanyaan yang dilontarkan padanya. Dia sudah menduga akan ini sebelumnya. Tapi, dia tidak mampu untuk menolak permintaan mertuanya.
Sudah bertahun-tahun menjadi menantu di rumah ini. Tak sekali pun mertuanya memintanya untuk datang. Dan sekarang, jika dia di minta untuk datang, tidak mungkin dia menolak, kan?
"Tante sempat mikir kalau Arfan sama kamu itu nggak akan punya anak, loh. Udah bertahun-tahun kan nikah. Tapi belum juga isi."
Lagi, Arsila hanya tersenyum. Enggan untuk mengatakan sepatah kata pun. Otaknya sudah terlalu banyak berpikir akhir-akhir ini. Dan jika dia masih menanggapi segala ucapan wanita di sampingnya, mungkin tidak akan baik untuk kandungannya.
"Eh, taunya sekarang isi. Gimana rasanya ngandung anak orang kaya? Enak, ya? Pasti sekarang kamu merasa kalau Arfan nggak akan berani buang kamu, ya?" tambah Zaza lagi. Suara dia memang lembut. Tapi kadang begitu nyelekit.
Adik papa mertua Arsila ini, terkenal sombong dan angkuh. Terutama dengan orang-orang yang levelnya jauh di bawahnya. Begitu lah yang sering Arsila dengar.
"Maklum, Arfan kan nikah sama kamu karna terpaksa, ya, La. Jadi pasti butuh pertimbangan kalau harus punya anak dari wanita kayak kamu."
Gerakan tangan Arsila terhenti. Kepalanya berputar menoleh ke arah samping. "Wanita sepertiku?" ulangnya.
Zaza tertawa, kekehannya itu terlihat sekali jika dia tengah bergurau. Namun Arsila tahu, jika wanita di sampingnya tidak tengah bergurau dengannya. Wajah itu bahkan terlihat sama sekali tidak bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
RomanceJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...