Arfan memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit yang saat itu langsung membuat Arsila segera turun dari mobil. Wanita itu berdiri di samping mobil Arfan dengan pandangan menatap Arfan lurus. Hingga membuat Arfan yang duduk di kursi kemudipun memutar kepalanya. Dia tatap wanita yang kini menatapnya lurus itu.
"Kenapa?" Tanya Arfan saat Arsila hanya diam menatapnya. Tangan wanita itu bahkan masih memegang pinggir pintu dengan kedua mata tidak lepas menatapnya.
Arsila menggeleng. Bibirnya tampak ragu untuk mengatakan sesuatu. Sampai membuat Arfan yang melihatnya pun merasa gemas.
"A-aku... Terima kasih untuk tumpangannya, Mas. Hati-hati di jalan." Ucapan itu di susul pintu berhasil menghentikan gerakan tangan Arfan yang hendak melepas sabuk pengamannya. Dia mengerjab sejenak dan berusaha mempercayai apa yang ia dengar dari mulut Arsila.
Ini maksdunya sejak tadi wanita itu menahan pintu dan menatapnya hanya karna ingin mengatakan itu? Bukan untuk menawarinya masuk? Batin Arfan penuh cemooh. Mendengus saat lagi-lagi otaknya mulai berpikir hal konyol. Lebih parahnya, itu tentang seorang wanita yang sejak dulu sangat ia benci keberadaannya.
Enggan memikirkan banyak hal, pada akhirnya Arfan pun menjalankan mobilnya. Meski beberapa kali ekor matanya tidak bisa lepas melirik wanita yang kini masuk ke dalam lobi rumah sakit. Terus melangkah tanpa menoleh atau bahkan memutar kepalanya. Yang semuat itu tanpa sadar membuat kepalan tangan Arfan mengepal di stir mobilnya.
Arfan tiba di rumahnya beberapa menit kemudian. Masuk ke dalam rumah yang kini keadaannya benar-benar tampak sepi. Langkahnya bahkan mendadak terhenti begitu ia tiba di ruang tengah. Kepalanya meneleg, menoleh ke arah sofa yang terdapat di depan tv. Menatapnya, tanpa sadar otaknya berkelana pada seseorang yang biasanya duduk di sana. Tersenyum begitu menyambut kepulangannya. Ada wajah yang menahan kantuk, juga ekspresi lelah yang sering Arfan temukan, namun sekuat tenaga wanita itu tahan dan menunjukkan keramahan di depan Arfan.
Arfan sendiri tidak tahu kenapa wanita itu bersikap begitu, tidak mengerti kenapa dia memilih menunggu Arfan yang jelas-jelas tak pernah suka dengan keberadaan juga kehadirannya. Arfan sering mengabaikannya, sering acuh dan enggan setiap kali diajak biacara. Bahkan, Arfan tidak pernah menerima tawaran atau ajakan wanita itu tentang 'makan malam? Sarapan atau bahkan sekedar air minum.
Dia berkali-kali menolak wanita itu, berulang-ulang mengabaikan juga mengacuhkan keberadaanya. Namun seakan wanita itu tak memiliki rasa sakit hati, juga kecewa terhadap apa yang Arfan lakukan, wanita itu masih terus menawarkan hal yang sama, serupa, hingga Arfan mulai hafal dengan kebiasaaan dan kosa kata yang sering wanita itu ucapkan untuknya.
Membawa langkah kakinya melangkah, Arfan duduk di salah satu sofa. Menyandarkan punggungnya dan menatap langit-langit dengan pandangan lurus. Tak lama kedua matanya terpejam dengan satu lengannya ia letakkan di atas wajahnya.
Setelah ayahku keluar dari rumah sakit. Setelah segalanya selesai. Akan aku pastikan jika kamu akan mendapatkan kebebasanmu, Arfan! Seperti yang kamu inginkan sejak dulu. Aku akan melepaskanmu!
Arfan tersentak, terduduk dengan wajah panik yang begitu ketara. Wajahnya bahkan langsung mengedari, menatap sekeliling dengan nafas yang mendadak memburu.
Sampai sinar mentari yang menyinari dari sela-sela tirai membuatnya berdiri seketika. Wajahnya berputar dan mencari letak jam dinding. Lalu kembali duduk saat menemukan jam baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Kedua tanganya memegang kening dengan tubuh sedikit membungkuk. Masih ada nafas kasar dan jantung yang bertalu-talu kuat. Seakan membuat tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Hingga dia hanya bisa diam dengan pikiran mulai ke mana-mana.
****
"Silla, kamu belum pulang?"
Arsila yang tengah menyiapkan sarapan ibunya, bersiap untuk menyuapinya pun menghentikan gerakan tanganya. Dia mengangkat wajahnya sejenak sebelum mengulas senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
RomanceJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...