11. Resah yang hadir dengan sendirinya

3.5K 257 5
                                    

Arfan melirik jam dinding yang berada di dalam kamar, lalu kembali menatap pintu kamarnya. Sudah lebih dari tiga jam lamanya Arsila keluar dari kamar. Dan sejak saat itu Arfan tidak bisa memejamkan matanya. Dia terjaga, terus menatap ke arah pintu tanpa tahu alasanya. Hanya saja-saat mendengar jawaban Arsila tentang apa yang ia katakan tadi. Mendadak dia merasa aneh. Ada perasaan yang memaksanya untuk tetap terjaga dan menunggu wanita itu.

Mendesah sesaat, pada akhirnya Arfan bangkit dari duduknya. Melangkah ke arah pintu. Mungkin dia butuh minum? Atau apa pun guna membasahi tenggorokannya yang mendadak terasa kering. Belum sempat Arfan menyentuh gagang pintu, gerakan kakinya terhenti saat melihat pintu dari tempatnya berdiri terbuka. Muncul sosok wanita yang sedari tadi mengganggunya.

Dia hanya melirik ke arah Arfan sekilas, melewatinya tanpa menyapa atau bahkan berbasa-basi-yang seketika membuat kedua mata Arfan mengedip berkali-kali. Namun seakan tersadar dia kembali meneruskan langkahnya meski dengan ekor mata yang melirik ke arah wanita yang-tunggu kenapa dia meraih tas dan-

"Kamu akan pergi?" Pertanyaan itu terlalu cepat. begitu pun respon tubuhnya yang seketika berbalik dan menatap tubuh itu yang masih membelakanginya.

"Arsila?" Panggilan itu keluar bersamaan dengan kakinya yang melangkah mendekat.

"Hmm,"

"Kemana? Bukankah kita sudah sepakat untuk menginap?"

Gerakan tangan Arsila yang memasukkan ponsel dan beberapa barang miliknya ke dalamtas terhenti. Dia berbalik dengan tangan masih memegang ujung tas sedang tangan satunya lagi sibuk memasukkan pelembab bibir yang selalu ia bawa ke mana pun. Dia tatap pria yang menatapnya menunggu itu. Hanya sepersekian detik sebelum ia kembali meneruskan kegiatannya.

"Kenap-"

"Untuk ukuran laki-laki yang berniat mencampakkan istrinya, aku rasa mas terlalu ingin tahu dan peduli dengan urusanku." Jawaban itu seharusnya memukul telak Arfan. Tapi lagi-lagi sesuatu dalam dirinya sedang tidak sinkron. Jadi sebelum tubuh itu melewatinya dia tahan siku Arsila. Berhasil membuat langkah wanita itu terhenti dengan wajah mendongak.

"Jangan salah paham. Aku hanya tidak mau kalau mama atau Kalish bertanya dan mereka berpikir aku terlalu-"

"Sejak kapan mas peduli dengan pikiran orang tentang, Mas?"

Sekali lagi, ucapan Arsila berhasil membungkam Arfan. Membuatnya hanya bisa menatap wajah itu yang kini benar-benar berhasil mengunci pandanganya.

"Bukannya mas selama ini nggak peduli aku akan pergi kemana dan dengan siapa? Kenapa?" Tanya Arsila tanpa jeda. "kenapa mas mendadak berubah?"

Melepaskan genggaman tangannya pada suki Arsila, Arfan memalingkan wajah dengan sudut bibir tertarik sinis. Wajahnya tampak seakan jengah dengan apa yang baru saja dia dengar. Seakan ikut tersadar jika dia memang aneh malam ini. Semua itu membuat Arsila hanya menatap wajah itu dengan wajah lurus.

"Kalau nggak ada yang mau mas katakan lagi..." Ucapan itu menggantung sejenak, apalagi saat tiba-tiba Arfan membalik tubuhnya dan membelakanginya. Membuat Arsila mencekram ujung tasnya kuat. "Aku akan pergi sekarang." Tambahnya. Yang hanya dianggap angin lalu oleh pria yang masih membelakangi tubuh Arsila itu. Sampai hembusan nafas lembut keluar dari bibir Arsila. Dia tatap sejenak punggung pria yang masih memunggunginya itu. Antara ragu untuk mengatakan tujuan kepergiannya atau abai seperti yang sering pria itu lakukan padanya.

Setelah beberapa detik hanya diam dan mngamati, pada akhirnya Arsila pun meneruskan langkahnya. Keluar dari kamar tanpa mengatakan tujuannya malam ini. Membuat Arfan yang sedari tadi membelakangi Arsila pada akhirnya menoleh ke arah pintu-begitu mendengar suara pintu tertutup. Hanya butuh waktu beberapa menit bagi Arfan untuk berdecak dan membalik tubuhnya. Melangkah ke arah ranjang dengan wajah yang benar-benar tampak jengah dan tak peduli.

Sang Pemilik Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang