Arsila melambaikan tangannya begitu mobil Arfan meninggalkan halaman rumahnya. Senyumnya masih menghiasi wajah, pun kedua matanya yang tampak ada binar bahagia mengiringi hilangnya mobil yang kini tertelan pintu gerbang di luar sana.
Tapi senyumnya seketika lenyap saat seorang sekuriti berlari ke arahnya. Menunduk sopan yang dibalas Arsila dengan senyum tak kalah sopan.
"Bu, di depan ada tamu yang ingin bertemu."
Kening Arsila sempat berkerut samar. Sempat bingung karna setahunya, dia tak memiliki janji dengan siapa pun hari ini.
"Tamu? Apa saya mengenalnya, Pak?"
"Beliau bilang kenalan lama, Bu."
"Kenalan lama?" Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan kepala setuju. Yang kian membuat Arsila heran tapi juga penasaran. Jadi.
"Persilahkan masuk saja, Pak. Saya akan tunggu di sini."
Tak butuh perintah dua kali untuk membuat sekuriti di depannya itu untuk pamit undur diri dan melakukan apa yang Arsila katakan.
Sampai mobil sedan masuk ke dalam halaman rumahnya. Membuat Arsila kian bertanya-tanya. Siapa gerangan tamunya pagi ini.
Sibuk dengan pikirannya juga rasa penasarannya. Tubuh Arsila seketika berubah kaku begitu seorang wanita keluar dari mobil. Sempat menatapnya sejenak sebelum menutup pintu mobilnya.
Arsila kesulitan bernafas, begitu pun gerak tubuhnya yang mendadak sulit sekali digerakkan. Seperti ada sesuatu yang menahan kakinya. Membuatnya hanya bisa terdiam kaku di tempatnya.
Wanita itu melemparkan senyuman, yang sama sekali tidak bisa Arsila balas karna kini... Mendadak pikirannya melayang pada seseorang yang mungkin sangat mengenal wanita yang kini berjalan ke arahnya dengan gaya anggunnya.
Ada tatapan yang tiba-tiba mengedar, lalu kembali mencari letak kedua mata Arsila untuk ditatap dan juga dipandang.
Sedang Arsila, hanya bisa menatap tubuh itu lurus. Memperhatikannya dari atas hingga bawah seiring dengan langkah wanita itu yang bergerak mendekat. Menatapnya dengan pandangan yang dia sendiri membenci cara berpikirnya.
Namun ia akui, jika tubuh itu, wajah itu juga cara berpakaiannya. Sangat-sangat anggun. Pasti banyak wanita di luar sana yang begitu iri dengan bagaimana cara wanita itu berpenampilan juga merawat diri.
"Kamu Arsila?"
Arsila masih diam. Berusaha mengumpulkan semua nyawa juga kesadarannya atas apa yang ia terima pagi ini. Sampai.
"Ya."
"Dari respon yang kamu tunjukkan, sepertinya kamu cukup mengenalku." Ada senyum tipis yang wanita itu lemparkan. Lalu. "Kan?" Wajahnya bahkan terlihat begitu puas. Menunjukkan jika dia begitu senang dengan respon yang Arsila tunjukkan.
Hei, siapa yang tidak akan mengenal wanita di depannya? Yang selama pernikahan bersama Arfan, pria itu bahkan tak mau menyentuhnya juga menganggapnya ada. Hingga akhir-akhir ini, segalanya berubah tanpa membuat Arsila tahu apa penyebabnya.
Arsila melirik ke sekitar rumahnya. Lalu tanpa ragu sedikitpun dia balas senyum tipis itu. Tidak ingin memperlihatkan bagaimana rasa gusar juga cemas kini mengepung dirinya. Bagaimana kini debar jantungnya berdetak lebih cepat juga nyaris membuatnya kesulitan bernafas.
"Kita bisa bicara di dalam. Mari, silahkan masuk." Tubuhnya berbalik. Kakinya melangkah ke arah pintu.
"Seharusnya aku yang mengatakan itu." Ada kekeh yang mampu membuat Arsila benar-benar menghentikan langkahnya. Juga ucapan wanita di belakangnya yang membuat Arsila menelan air ludahnya dengan susah payah.
![](https://img.wattpad.com/cover/356161605-288-k905026.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
RomansaJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...