Mereka kembali ke rumah, dengan keadaan yang lebih mencair. Arfan bahkan kembali menemukan istrinya yang mudah tersenyum. Tertawa dan tak menolak saat diajaknya bicara.
Mereka banyak mengobrol, tentang jalanan yang macet karna mereka pulang di jam orang mulai melakukan aktifitas di pagi hari. Lalu, menceritakan tentang warna lampu lalu lintas yang mereka lewati.
Saat Arfan bercerita tentang perjalanannya kemarin, yang dengan mudah istrinya sambut dengan tawa renyah karna ada beberapa ceritanya yang ia anggap begitu lucu.
Arfan pun ikut tertawa. Padahal, dia tidak tahu di mana letak kelucuannya. Tapi, saat wanita di sampingnya tertawa dengan renyahnya. Arfan ikut tertawa.
Konyol, bukan?
Tapi, Arfan sama sekali tidak peduli.
Sampai perjalanan itu tak terasa membawa mereka ke rumah mereka.
"Mas mau langsung ke kantor?" Tanya Arsila yang bersiap turun.
Arfan mengangguk. Mendadak, dia tidak sabar untuk segera pulang. Padahal dia belum beranjak dari pagi ini. Tapi, dia seakan tidak rela jika harus berpisah dengan istrinya.
Akh, menyebalkan sekali.
"Nanti mau aku masakin apa buat makan malam?"
"Nggak perlu masak apa pun." Dia meraih tangan istrinya untuk dia genggam. "Jangan sibuk di dapur, ya?" pesannya. Masih ingat bagaimana istrinya pagi tadi terus muntah tanpa henti. Entah bagaimana jadinya jika setelah ini istrinya itu sibuk di dapur. Pasti bisa dia bayangkan kejadian seperti kemarin terulang lagi.
Oke, mereka baru saja berbaikan. Dan Arfan tidak berniat untuk membuat hubungan mereka seakan berjarak lagi.
"Tapi-"
"Biar nanti Mas yang bawa makan malam buat kita."
"Maaf, ya, Mas. Aku-"
"Jangan minta maaf. Kamu nggak salah apa pun, La. Lagi pula aku juga seharusnya ikut adil dalam mengurus kehamilan anak pertama kita. Kamu udah kesusahan dengan morning sickness. Jadi, giliran aku yang memastikan sisanya. Ya?"
Arsila tersenyum. Mengangguk setuju hingga membuat senyum Arfan ikut mengembang. Dia meraih tubuh itu, mengecup puncak kepalanya. "Kabari Mas kalau kamu butuh sesuatu, ya?"
Arsila mengangguk patuh. Dan Arfan menyukainya.
"Mas hati-hati di jalan."
Wanita itu turun dan Arfan merasakan kekosongan setelahnya. Dia beberapa kali membunyikan klakson saat tangan istrinya melambai.
Mobilnya melaju meninggalkan rumahnya. Pandangannya sesekali akan menatap istrinya lewat kaca spion.
Arfan tidak pernah merasa sesemangat ini sebelumnya. Tidak, sebelum dia tahu jika akan ada wanita yang menyambutnya sepulang bekerja.
*****
Tidak ada yang bisa Arsila lakukan siang ini, jadi dia memilih membereskan kamarnya dan Arfan.
Arfan telah mewanti-wanti salah seorang artnya untuk tidak membiarkan Arsila mendekat ke dapur. Semua pekerjaannya bahkan diambil alih.
Setiap kali Arsila hendak melakukan sesuatu. Akan langsung diambil alih oleh para artnya. Arsila merasa kebosanan. Jadi, dia memutuskan untuk membersihkan kamar mereka. Dengan begini, tidak akan ada yang tahu jika dia sibuk di kamar.
Arsila membongkar lemarinya, memilih-milih pakaian yang tidak lagi dia kenakan. Dia dulu sering melakukan ini, menyortir pakaiannya untuk diberikan pada yayasan atau beberapa orang tidak mampu. Dia memiliki kenalan untuk membagikan pakaiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
RomanceJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...