24. Tentang hadirnya

2.7K 185 6
                                    

Love

Mas..

Jangan lupa besok kita ikut mama ngecek tempat dan persiapan pernikahan Kalish.

Aku janji akan bantu Kalish cek hotel dan persiapan pernikahannya dari bulan lalu.

Diantara langkahnya, Arfan menggeleng. Menarik sudut bibirnya ke atas begitu menerima sederet pesan dari istrinya itu.

Padahal sejak semalam dia selalu mengingatkan Arfan. Memastikan jika besok jadwal Arfan harus kosong karna mereka akan menemani mamanya juga Kalish untuk mengecek sisa persiapan pernikahan sebelum dua minggu lagi adiknya itu akan melangsungkan pernikahan.

Tentu saja, dengan senang hati Arfan akan melakukannya. Setidaknya, istrinya lah yang memintanya. Dan Arfan akan dengan senang hati memberikannya.

Iya, Sayang.

Balasnya. Dengan sudut bibir berkedut menahan senyum. Setiap kali melihat wajah istrinya itu. Arfan teringat dengan apa yang wanita itu lakukan semalam.

Istrinya itu, benar-benar membuat Arfan takjub. Arfan bahkan tak menyangka jika istrinya itu bisa bersikap sedemikian rupa mempesona dan seksi. Begitu berbeda hingga Arfan bahkan setiap kali menatap wanita itu, Arfan merasakan debaran lembut di hatinya. Bagaimana mata itu mengering ke arahnya hingga rasanya Arfan ingin terkekeh kecil.

Bibir Arfan kembali tertarik, tersenyum diantara langkah lebarnya yang terburu. Ini jam makan siang dan dia berniat pulang untuk bertemu dengan wanita yang sedari tadi berhasil mengusik konsentrasinya.

Berhasil membuat ia memikirkan wanita itu hingga rasanya Arfan sangat ingin menemui wanita yang berstatus istrinya itu. Mendekapnya, memeluknya erat dan mungkin mereka bisa saling bercengkrama sejenak. Melepas penat yang hari ini benar-benar membuat Arfan merasa enggan untuk berlama-lama di kantor.

Ada banyak hal yang hari ini ia lalui dengan sedikit buruk. Jadi, dia berniat mengistirahatkan tubuhnya dengan melihat wajah sekaligus menikmati pelukan dari wanita yang membuat Arfan sulit berkonsentrasi hari ini. Dan semua itu, terdengar tidaklah buruk.

"Arfan?"

Langkah Arfan melambat, wajahnya mendongak dari atas ponsel di tangannya. Lalu, bisa Arfan rasakan bagaimana sekujur tubuhnya yang mendadak beku. Terdiam kaku dengan pandangan lurus.

Jam, menit, detik pun seakan terhenti. Begitu pun detak jantungnya yang mendadak tak lagi terdengar debarannya. Pandangannya hanya lurus.

Menatap seseorang yang berdiri di sana. Balas menatapnya dengan pandangan yang dulu selalu Arfan suka.

Masih dengan wajah kaku, senyum yang berangsur-angsur surut. Arfan tidak bisa melakukan apa pun disaat langkah kaki itu bergerak. Berlari ke arahnya dan segalanya terlalu cepat.

Terlalu cepat karna tiba-tiba ada kedua lengan yang melingkar di pinggangnya. Erat, sangat erat hingga Arfan merasakan sekujur tubuhnya kian terasa kaku. Belum dengan nafas yang mendadak mencekik lehernya. Membuatnya kesulitan bernafas

"Aku merindukanmu, Arfan. Sangat-sangat merindukanmu."

Wajah itu menengadah. Menatap Arfan yang masih kesulitan menguasai diri.

"Kamu juga pasti merindukanku, kan?" Tanyanya lengkap dengan senyum lebar. Yang entah mengapa membuat Arfan merasa sesuatu terasa membuatnya marah.

***

Di tinggalkan saat segalanya telah berada di depan mata. Dengan segudang angan juga harapan adalah hal yang menyedihkan. Begitu lah akhir-akhir ini Arfan menganggapnya.

Sang Pemilik Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang