"Segini cukup nggak, Ma?"
"Menurut kamu gimana, La? Mama sih belum pernah buat. Biasanya mbak yang buat. Kira-kira segitu cukup nggak?"
"Tambah dikit lagi kali, ya, Ma?"
Arsila kembali menambahkan gula pada adonan di depannya. Sebelum mengaduknya rata.
Hari ini dia datang ke rumah ibu mertuanya-karna bosan sepulang dari rumah sakit untuk menjenguk ayahnya. Dan bertepatan dengan itu, mama mertuanya ternyata sedang ingin membuat kue. Jadi di sini lah dia saat ini. Membantu ibu mertuanya yang sibuk membuat adonan kue sebelum di oven.
Sedang sibuk-sibuknya mengaduk adonan di depannya. Colekan tiba-tiba dari arah samping membuat Arsila menoleh.
Ia temukan wajah adik iparnya yang nyengir tak berdosa. Arsila berdecak. Kembali sibuk dengan kegiatannya.
Sejak kejadian beberapa hari yang lalu. Adik iparnya itu sama sekali tidak pernah menunjukkan batang hidupnya. Boro-boro batang hidungnya, menghubunginya saja tidak. Adik iparnya itu layaknya hilang di telan bumi. Tidak pernah terdengar kabar juga keberadaannya.
Dan sekarang, begitu tiba-tiba nongol. Langsung menatapnya dengan tampang tak bersalah.
Arsila bahkan masih ingat bagaimana adik iparnya itu begitu semangat dalam mengerjai suaminya. Tapi, saat suaminya sedang mode marah, adik iparnya malah ngilang tak memberikan kabar. Bukannya tanggung jawab, yang ada adik iparnya itu lari dari tanggung jawab. Beruntungnya saat itu Arsila berhasil menjinakkan Arfan, coba kalau tidak? Apa yang akan terjadi padanya coba?
"Gimana sama mas Arfan, Mbak? Sehat?" Kalish kembali menarik bibirnya lebar. Menunjukkan deretan gigi rapinya. Membuat Arsila berdecak dan kian kesal.
Jangan lupakan wajah tak bersalah dan berdosa adik iparnya itu. Yang ingin sekali Arsila mencubitnya.
"Loh, emangnya kamu pas ke kantor kemarin nggak ketemu sama masmu, Lis?" Mama mertua Arsila itu menatap putri satu-satunya itu heran. Berhasil membuat Arsila diam-diam melarikan lirikannya ke arah adik iparnya itu.
"Nomor Kalish kan di blok, Ma. Sama mas Arfan. Mau main ke kantornya juga Kalish belum sempet."
Arsila hanya menggeleng mendengar alasan tak masuk akal adik iparnya itu. Bilang saja dia masih takut pada suaminya itu, mangkanya dia menghindari Arfan.
"Sehat." Sahut Arsila. Kembali menarik perhatian Kalish. Dia tampak berbinar-binar menatap kakak iparnya itu.
"Mbak ada acara nggak besok? Aku-"
"Kami sibuk!" Sahutan dari arah pintu penghubung antara dapur dan ruang tengah menarik perhatian semua orang.
Semua mata kini tertuju pada seorang pria yang tampak baru pulang kerja. Melangkah dan jangan lupakan tatapan mata intens itu yang kini hanya menatap pada satu titik.
Tersenyum tipis saat sudah berdiri di depan belakang tubuh Arsila yang sejak tadi duduk di stool. Memutar kepalanya dan seolah mengikuti gerakan pria itu.
"Hai,"
"Mas udah pulang?"
Arfan mengangguk. Kian tersenyum dan mengulurkan tangannya. Yang disambut Arsila dengan mengecup punggung tangan suaminya itu.
Setelahnya, ada usapan lembut yang Arsila terima di puncak kepalanya. Yang kemudian tanpa diduga bibir itu mendekat. Membuat dua orang wanita yang sejak tadi menatap interaksi antar dua pasangan yang usia pernikahannya tak baru itu pun melongo terkejut.
Mereka sempat saling pandang. Bertukar tanya lewat gerakan dagu yang hanya mereka berdua yang tahu-apa yang mereka tanyakan saat ini.
Namun setelahnya, ada diam dan bibir yang tertahan. Yang hendak terbit namun sekuat tenaga di tahan agar tidak terbit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
RomanceJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...