Arfan membuka pintu kamar rawat inap di depannya dengan hati-hati. Senyumnya langsung terbit begitu melihat ada siapa di sana.
"Nak Arfan?"
"Assalamualaikum, Bu." dia mengecup punggung tangan itu sopan. Pandangannya seketika mengedar. Tampak mencari.
"Kamu ke sini pasti nyariin Silla, ya?" pertanyaan itu di balas hanya dengan senyum. "Dia lagi di ruangan dokter. Mungkin sebentar lagi datang."
Arfan mengangguk mengerti. "Ouh, perkenalkan, Bu. Dia Kiani. Teman Arfan." Ujar Arfan saat pandangan mertuanya tertuju pada wanita yang berada di belakangnya.
Kiani yang seakan paham, ikut mengecup punggung tangan mertua Arfan itu. Tersenyum kikkuk saat pandangannya tidak lepas menatapnya.
"Gimana Ayah, Bu?"
"Apa Silla belum mengatakannya?"
"Soal?"
"Keadaan Ayah yang memburuk akhir-akhir ini."
Arfan diam. Membiarkan cerita mertuanya mengalir begitu saja. Dia mendengarkannya dengan seksama. Dengan tenang sampai seseorang membuka pintu ruangan itu.
Arfan menoleh, bisa dia lihat bagaimana kejut menghiasi wajah itu. Arfan berbalik, melangkah menghampiri istrinya itu. Yang seakan paham, dia diam di sana. Membiarkan Arfan berdiri di depannya.
"La-"
"Bisa kita bicara di luar, kan, Mas?"
Arsila segera berbalik tanpa mendengar jawaban dari Arfan. Keluar dari ruangan dan berdiri tidak jauh dari ruangan Ayahnya itu.
Arfan mengekor, tidak lupa menutup pintu ruangan dengan hati-hati. Melangkah ke arah Arsila yang kini berdiri diam dengan pandangan tidak lepas menatapnya.
"Kenapa nggak bilang kalau Ayah harus dioperasi?"
"Ayah adalah tanggung jawabku, Mas. Nggak ada sangkut pautnya dengan kamu."
Arfan bisa melihat ada kedua mata yang menatapnya dingin bercampur marah. Hal yang tidak pernah ia duga akan diperlihatkan oleh istrinya yang selama ini selalu bersikap lembut.
"Lebih baik sekarang Mas pergi."
"La."
"Seperti yang Mas bilang. Mas butuh waktu. Begitu pun denganku, Mas! Tolong beri aku waktu untuk berpikir akan bagaimana setelah ini."
Arfan menggeleng. Tidak setuju dengan ide itu. Dia melangkah mendekat. "La-" gerakan kaki Arfan terhenti, istrinya yang bergerak mundur dan menjaga jarak. Tidak lagi mampu membuatnya kembali melangkah. Kedua mata itu bahkan menatapnya kecewa bercampur marah.
"Oke, kita bicara di rumah. Hmm?"
Arsila memalingkan wajahnya. Menghindari tatapan mata pria di depannya itu.
"Aku akan kasih kamu waktu. Tapi, sampai malam ini." wajah itu langsung berpaling menatap Arfan marah. "Ingat, La. Hanya malam ini."
Arfan sama sekali tidak peduli dengan tatapan marah istrinya itu. Dengan santai, dia pun kembali menambahkan.
"Aku akan mengurus semua keperluan Ayah. Kamu bisa bawa Ibu istirahat."
"Sudah aku bilang-"
"Ayah juga orangtuaku, La. Selama kamu masih menjadi istriku, Orangtuamu juga akan menjadi tanggung jawabku!" suara Arfan yang tegas menghentikan segala protesan Silla. Dia terdiam seketika.
"Sekarang, lebih baik kamu bawa Ibu pulang. Bawa Ibu istirahat di rumah. Ibu kelihatan lelah dan letih. Aku yang akan menjaga Ayah di sini."
"Tapi-"
![](https://img.wattpad.com/cover/356161605-288-k905026.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
Любовные романыJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...