Arsila masih diam. Tak melakukan apa pun sampai pelukan Arfan terurai, pria itu menatapnya. Sempat ia rasakan bagaimana pelukan asing itu terasa hangat. Yang membuat ia tak tahu harus melakukan apa selain diam.
Dan sekarang kedua mata itu menatapnya. Tepat di kedua matanya dan menguncinya. Ada senyum yang terasa asing, juga binar yang tak pernah ia temukan sebelumnya.
"Kenapa?"
Arsila hanya menggeleng, bergerak menjauh dan semua itu berhasil membuat Arfan mengekornya. Bahkan saat Arsila masuk ke dalam dapur lagi, Arfan tetap mengikuti wanita itu. Membuat Arsila menoleh dan menatap pria yang kini tersenyum ke arahnya dengan wajah yang sama sekali tidak terlihat bersalah.
"Kenapa, mas butuh sesuatu?"
"Kamu mau ngapain?" Arfan balik melempar pertanyaan.
"Aku bakal masak makan siang. Mas-" Arsila belum sempat menyelesaikan ucapannya, tapi tangannya sudah di tarik dan diajak keluar dari dapur.
"Aku belum laper."
"Mas, kamu tadi sempet muntah. Kamu juga minum obat dengan perut kosong. Sekarang-"
"Sekarang aku butuh istirahat. Dan aku mau kamu nemenin aku istirahat di kamar." Sambar Arfan cepat. Berhasil menghentikan langkah Arsila, dia menahan tangan Arfan yang sedari tadi menggenggam tangannya dan menuntunnya menaiki anak tangga.
"Kenapa?"
"Kamu harus makan dulu baru setelah itu kita istirahat."
"Arsila-"
"Makan atau aku nggak mau nemenin kamu tidur?!" Ini untuk pertama kalinya Arsila menjatuhkan ancaman untuk pria di depannya. Yang sebenarnya dia ragu jika pria itu akan setuju dengan ucapannya atau takut, tapi...
"Oke aku makan. Tapi kita pesan dari luar. Bukan kamu yang masak." Ucapan itu berhasil mengejutkan Arsila. Benarkah pria di depannya ini takut dengan ancamanya?
"Sekarang kita naik."
Karna terlalu terkejut dia bahkan hanya pasrah saat Arfan menariknya lagi. Membawanya masuk ke dalam kamar dan mendudukkannya di atas ranjang sedang Arfan berdiri di depannya. Satu tangannya sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang pria itu lakukan dengan benda pipih itu. Namun satu tangan pria itu yang memainkan tangannya membuat Arsila merasa aneh. Pria itu bahkan tidak melepaskan tangannya. Terus memainkannya dengan sesekali mengusapnya lembut.
Arsila mendongak, menatap pria yang sejak tadi sibuk dengan benda pipih itu dengan satu tangan, sedang tangan yang lain sibuk dengan tangannya.
Merasa diperhatikan, Arfan menunduk, tersenyum dan tanpa Arsila duga mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. Pria itu bahkan duduk menghadapnya, melipat satu kakinya hingga tubuh depan pria itu berhasil menyentuh lenganya.
Berdehem, Arsila mengalihkan pandangannya, menatap ke arah lain asal bukan wajah pria yang kini jaraknya sangat dekat dengannya.
"Mau pesen apa?"
Arsila kembali menoleh, menggigit bibir bawahnya saat tiba-tiba tangan Arfan memanjang dan menunjukkan layar ponselnya di depannya. Sedang dagu pria itu diletakkan di pundaknya. Arsila bahkan harus menggeliat untuk menjauhkan diri, namun tarikan di pinggangnya dan ucapan.
"Nggak usah jauh-jauh." Membuat Arsila hanya bisa pasrah. Dia menerima ponsel Arfan demi mengalihkan pandangannya. Satu kesalahan yang kini malah membuat jantung Arsila nyaris lepas dari tempatnya. Karna kini kedua tangan pria itu melingkar di pinggangnya. Sedang tubuh pria itu menempel di tubuh sampingnya dengan kepala yang di letakkan di pundaknya. Perut Arsila kian terasa mulas saat hembusan nafas pria itu menerpa lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemilik Hati (SELESAI)
RomanceJodoh? Adalah satu kata yang mengerikan bagi Arfan. Sejak mengalami patah hati yang mendalam. Karna ditinggalkan oleh tunangannya di hari pernikahannya. Kini Arfan dihadapkan langsung dengan kerumitan pernikahannya yang awalnya hadir tanpa rasa cint...