03_Berurusan dengannya

493 24 0
                                    


"Bal, gue dulu ih~" Emosi Alisha, sambil saling tarik menarik dengan musuh bebuyutannya, siapa lagi  Kalau bukan Iqbal.

"Enggak. Enak aja, gue tadi duluan yang minta sama Arin, iya kan Rin?" Iqbal balik emosi tak mau kalah.

Mereka saat ini berada di kantin untuk mengisi perut mereka yang kerongcongan setelah pelajaran matematika tadi yang sangat menguras tenaga dan pikiran. Tapi dua human itu tak ada yang mau mengalah. Arin, vanya, dan Reni hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya yang sedari tadi saling berebut buku tugas matematika milik Arin untuk di salin.

"Jangan ditarik-tarik dong buku akunya, nanti sobek gimana?" Panik Arin kepada Alisha dan Iqbal yang masih tarik menarik.

"Tau tuh, emang kalian mau ganti kalo rusak? Lagian kalian kan bisa berdua, tu buku disimpan di tengah meja, astagfirullaah!" kesal  Reni yang mulai frustasi  kemudian memakan bakso yang tadi dia pesan.

Mereka pun terdiam kemudian menuruti, ini bukan tentang tak bisa beli buku baru untuk mengganti buku Arin jika sobek, tapi tentang tak bisa mengganti isi bukunya.

"Bdw Bal,  si Alva mana? tumben,"
Tanya vanya pada Iqbal karena biasanya jika ada Iqbal maka ada Alva juga.

Iqbal menunjuk ke arah Alva yang duduk di meja tidak jauh dari mereka. Mereka semua memalingkan pandangan ke arah yang ditunjuk oleh Iqbal. Disana, Alva terlihat sedang menggunakan kipas angin kecil untuk mendinginkan makanannya yang masih berasap. Arin tersenyum tipis, mengetahui bahwa Alva tidak ingin meniup makanannya karena itu melanggar aturan dalam agama Islam.

Brak!!

"jelangkung!" Pekik Vanya reflek. Sementara yang lain hanya terlonjak kaget.

Arin membuang nafas kasar. Ia jadi bingung sendiri, kenapa siswa-siswi disekolah ini sangat hobi mengagetkan orang-orang. Baru beberapa hari bersekolah disini saja sudah membuat jantungnya nyaris retak-retak, apalagi sampai lulus, pasti sudah pecah tak terbentuk.

Di samping meja mereka, dua siswa laki-laki yang baru saja membuat kehebohan dengan menggebrak meja mereka, lalu tertawa lepas melihat reaksi kaget dari orang-orang di sekitar. Mereka adalah Rizam dan Atlanta, dua sosok yang tak asing lagi bagi semua orang di sekolah. Keduanya merupakan anggota inti sekaligus anggota terbobrok dari geng Black Lion.

Vanya sontak berdiri dari tempat duduknya, "Lo berdua tuh ada masalah apa sih?!" Kesalnya memasang wajah garang.

"Nya, jangan galak-galak dong nya, nanti cantiknya ilang loh. Nanti Abang Atlanta nggak cinta lagi Ama Lo. Iya nggak Atlan?" Rizam manaik turunkan alisnya pada Atlanta. Atlanta hanya memandang Rizam  dengan datar.

"Bodo! Bdw, jangan panggil gue dengan akhiran dari nama gue. Nya, Nya.  Emang gue Emak Lo!" Oceh Vanya tidak terima.

"Iya, iya. Ribet amat jadi cewek," Rizam memutar bola matanya malas.

"Mau-mau gue dong. Ngapain kalian kesini?" Tanya vanya to the point, sambil menyilangkan kedua tangannya ke atas dada.

"Noh, si Atlanta kangen Lo katanya," jawab Rizam  menunjuk Atlanta dengan dagunya, membuat wajah Vanya kian semakin masam.

"Eh, coy ada bidadari!" Heboh Rizam baru menyadari keberadaan Arin.
"Kenalin, nama Kakak Rizam. Si paling keren, satu sekolah pun mengakui itu." Pedenya, sambil mengulurkan tangan kanannya pada Arin kemudian menyapu rambutnya dari depan kebelakang dengan tangan kirinya.

Arin menelungkupkan kedua tangannya depan dada tanpa membalas uluran tangan Rizam. "Arin kak," Jawabnya singkat, padat, dan jelas.

"Huuuuu... kasian, makanya jangan kepdean jadi orang!" Ejek Reni kasihan, terbahak yang di ikuti oleh yang lain termasuk Iqbal dan alisha yang sedari tadi fokus menyalin dari buku Arin. Rizam  menatap mereka dengan tatapan kesal.

My Bad Boy Andra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang