35_Ramai tapi terasa sepi

337 14 0
                                    

Menghela nafas panjang, Teno menatap punggung putra semata wayangnya, yang sudah menghilang dibalik pintu. Jika saja  kemarin istrinya tidak menasehatinya panjang kali lebar, mungkin ia masih enggan berbicara  dan bersikap sebagaimana biasanya pada Andra. Benar kata istrinya, bukan ego yang harus dikedepankan sekarang, melainkan masa depan Andra dan Arin. Lagipula semuanya sudah terjadi.

Sementara itu, Andra menutup pintu ruangan khusus papanya, dengan mimik wajah yang sulit ditebak.

"Selesaikan semua urusan yang perlu kamu urus, sebelum kamu pergi."kata-kata sang papa terus bergema dalam benaknya. Jadi, firasat buruk belakangan ini yang selalu memergoki hatinya itu benar? Dan sebentar lagi akan terjadi? Sesak dadanya semakin terasa, ingin rasanya ia menolak dengan cara apapun itu, tapi....

Bruk...

Andra menatap malas kearah dokter yang baru saja menabrak bahunya dengan keras membuat ia sedikit terhuyung.

"Tuan muda seigara. maaf, saya sengaja," Dokter itu menyilangkan kedua tangannya diatas dada, memandang Andra dengan tatapan songong.

Andra hanya diam tak membalas, tangannya bergerak mengambil tongkatnya kembali yang sempat terjatuh, lalu melewati dokter itu dengan wajah datarnya, tanpa memperpanjang masalah. Sebenarnya ia tau, bahwa dokter tersebut sengaja, bisa ia simpulkan dari tampangnya. Sayangnya, ia sedang malas berurusan dengan orang lain saat ini. Tidak biasanya.

Dokter itu memandang kepergian Andra dengan perasaan kesal yang teramat, rencana membuat titisan Seigara itu marah dan mengamuk, gagal total.

Dokter itu merogoh saku jas dokternya, ia ingin menghubungi seseorang.

"Gimana?"

"Maaf Bu bos, gue gagal."

Terdengar helaan nafas dari seberang sana."Nggak usah khawatir, kita masih punya rencana kedua, nanti saya kabarin tanggal mainnya."

.....


Andra berjalan mendekati brankar Arin, mengabaikan keberadaan para sahabat Arin yang memandangnya cengo.

"Ndra, kita minta waktu__"

"Ngapain kalian disini?" Sela Andra dingin, memotong ucapan Vanya, membuat Vanya hanya bisa mengusap dada, berusaha bersabar.

"Mau maling," ujar vanya asal. "Ya, mau jengukin sahabat kita, lha!" Jengkelnya.

"Tuan gevano seigara... bisa tinggalin kita dulu?" Melas Reni.

"Kita nggak bakalan apa-apain istri Lo kali," ujar Vanya sedikit berbisik, karena melihat Andra tak beranjak sama sekali.

"Jangan berisik, dan jangan lama-lama, gue mau nemenin istri gue!" Andra terpaksa meninggalkan ruangan itu dengan perasaan sedikit dongkol.

Mereka melongo sejenak."Demi apa? Andra yang dulunya pernah ngasarin Arin waktu di sekolah, sekarang sebucin itu sama Arin?"

"Iya, gue juga nggak nyangka."

"Lucu sih mereka berdua."

"Semoga kamu cepet sadar Rin. maaf beribu maaf, kita baru dateng jengukin lo. Soalnya, kita baru tau berita kalau lo koma itu tadi pagi." Ujar Vanya penuh penyesalan, disertai mata yang mulai dilapisi cairan bening yang sebentar lagi akan bercucuran. Begitu juga Reni dan alisha, mereka benar-benar kecewa pada diri mereka sendiri, partner hijrah  mereka terbaring tak berdaya diatas brankar rumah sakit, sementara mereka baru tahu sekarang.

"Cepat sadar yah, kamu nggak kasian sama kita? Kita udah kangen banget sama kamu." Reni mengusap lembut telapak tangan Arin yang terpasang Klip oksimeter.

My Bad Boy Andra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang