Seperti biasa, Arin turun dari mobil Andra dihalte dekat sekolah. Bukannya apa, mereka berdua hanya takut kena gosip kalau sampai Andra mengantarkan Arin sampai ke sekolah. Ya, walaupun sudah banyak yang tau kalau mereka berdua berangkat bersama setiap harinya bahkan pulang sekolah bersama.Sebelum keluar dari mobil Andra, Arin salim pada Andra terlebih dahulu seperti biasanya. Andra yang dulunya jutek saat minta disalimi, kini dengan senang hati jika Arin mengecup punggung tangan kanannya.
"Hati-hati, kalau ada yang macem-macem langsung cari gue." Ucap Andra dibalas anggukan semangat dari Arin.
"Emm..Ri,"
"Iya?"
"Ini, Lo aja yang pegang." Andra menyodorkan Black Card miliknya.
"Ha! Buat apa?"
"Buat kebutuhan sehari-hari dirumah, sekalian buat kebutuhan Lo juga."
"Kak Andra aja deh yang pegang, lagian kak Andra nggak pernah telat kok kasih Arin uang kebutuhan sehari-hari." tolak Arin halus. Ya, memang selama ini Andra tak pernah telat memberinya uang bulanan yang lumayan setiap bulannya, yang tentu saja hasil kerja keras Andra sendiri. Terkadang, Arin tabung atas izin Andra karena, belum habis uang bulanan kemarin Andra memberinya lagi.
Jahat-jahatnya Andra pada Arin, Andra masih menafkahi dong.
"Gimana kalau nanti? Kalau kita udah punya anak Lo yang pegang?"
Wajah Arin memanas, antara salting dan malu bercampur menjadi satu. Jauh sekali pemikiran Andra, mereka berdua bahkan belum lulus sekolah, namun Arin merasa senang dengan pertanyaan Andra. Apakah ini pertanda bahwa Andra sudah mulai memikirkan masa depan mereka? Dan mulai menerimanya?
"I-ya." jawab Arin sedikit ambigu.
"Lo sakit? Kok wajahnya merah?" Tanya Andra pura-pura tidak tahu.
"Eh, e-enggak." Arin gelagapan.
"Aku duluan yah kak. Assalamualaikum!" lanjut arin berlari keluar dari mobil sport Andra, berlari kecil meninggalkan Andra yang tertawa lepas karena tingkah lucu Arin.
.....
Bel istirahat baru saja berbunyi. Sebagian besar Siswa-siswi berhambur ke kantin untuk mengisi perut mereka masing-masing, termasuk Arin dan ketiga sahabatnya.
"Bakso 3 porsi, teh manis dingin 3, jus alpukat 1, dan nasi goreng 1. Itu saja? Ada tambahan?" Tanya seorang wanita paruh baya sebagai pelayan kantin.
"Nggak Bu, itu aja." jawab Arin tersenyum ramah kearah wanita paruh baya di depannya.
"Baik, silahkan ditunggu ya." ucap pelayan kantin itu dibalas anggukan oleh mereka berempat.
Sepeninggalan wanita paruh baya tadi, alisha, Reni, dan Vanya kompak memutar kepala menatap Arin.
"Apa?" tanya Arin sambil menggosok-gosok meja dengan telapak tangan tanpa tujuan yang jelas.
"Dari kapan Lo doyan makan nasi goreng siang-siang gini?" Tanya alisha mengintrogasi Arin.
"Baru hari ini." jawab Arin disertai cengiran. "Enak tau, makan nasi goreng mendung-mendung gini. Emang kenapa sih?" Tanyanya sambil tersenyum.
"Apa jangan-jangan Lo ketularan virus pernasi gorengannya Andra?" Goda Vanya. Siapa sih yang tidak tau kalau Andra suka nasi goreng.
"Sepertinya begitu."
"Ceeilahhh.... Aku jadi kebelet nikah!" Seru Reni menopang dagunya dengan tangan.
"Van, gimana kamu sama Atlanta?" Tanya Reni pada vanya.
"Gimana apanya?"
Reni menggaruk pelipisnya. "Sorry ya, kalau kamu tersinggung, kamu kan beda agama sama Atalanta."
"Ha? Atlanta non-muslim? Temboknya tinggi banget dong." imbuh Arin.
"Ekhmm..untuk ini aku nggak ada komentar. kalau mau tau, langsung baca aja kisahnya Atlanta."
"Emang author udah buat?"
"Iya, Noh disebelah."
"aku mau ke toilet dulu, ya." ucap Arin berdiri dari duduknya menengahi percakapan random teman-temannya, dibalas anggukan oleh ketiganya.
"Jangan lama-lama Rin, nanti nasi gorengnya Dateng, kamunya belum Dateng, aku habisin ya!" canda Vanya disambut tawa kecil oleh Arin.
Arin berlari kecil menuju toilet. Ditengah perjalanan, ia berpapasan dengan zayen, rizam, dan Atlanta yang sedang berbincang. dan Andra? Diamana Andra? Tumben.
Arin yang bingung pun memberanikan diri menghampiri mereka bertiga, berniat bertanya tentang keberadaan Andra.
"Em, kak Andra kemana? Nggak biasanya."
Mereka berempat menoleh dan mengaku tidak tahu ke mana Andra pergi.
"Eh, Rin. Gue lupa tadi, Andra lagi bolos." ungkap rizam blak-blakan, membuat Atlanta dan zayen gemas ingin menyumpal mulut rizam dengan kaos kaki karena tak ada remnya sama sekali.
"Kak Andra bolos?" Tanya Arin dibalas anggukan dari Rizam yang tak sadar bahwa di samping kanan dan kirinya sudah ada zayen dan Atlanta yang sudah greget dengan kepolosannya.
"Kalian ada yang tau nggak, kak Andra bolos kemana?"
Mereka bertiga kompak menggeleng sebagai jawaban, seolah tak mengetahui apa-apa.
Arin menarik nafas dalam. Nakal sekali suaminya itu, kemana dia pergi? Lihat saja, Andra akan ia ceramahi dirumah nanti.
"Ya udah, makasih ya. Kalau gitu aku kesana dulu." Pamit Arin tetap menundukkan pandangannya, di balas anggukan ramah dari mereka bertiga.
Sepeninggalan Arin, zayen memukul lengan Rizam, membuat sang empu refleks menggosok lengannya.
"Apa!?" Kesal rizam. Perasaan dia tidak membuat kesalahan apapun.
"Ngapain Lo ngasih tau Arin kalau Andra bolos?!"
"Kan gue cuman ngasih tau kalau Andra bolos doang, gue nggak kasih tau alasannya."
Atlanta menyentil dahi rizam. "Pantes, Gobl*k."
"Perih banget dahi gue. Gue bilangin mami gue entar."
"Laporin aja, gue kagak takut."
"Lagian gue nggak salah juga!"
"Lo Kosong nya kebangetan, jir."
"Nggak salah apanya? Lo mau kena Bogeman Andra?"
"Gue itu___"
Ucapan rizam terhenti karena zayen dan Atlanta meninggalkannya begitu saja. Sepertinya mereka berdua sudah kewalahan dengan Rizam tak mau kalah jika diajak berdebat.
"Mau kemana Lo pada, gue belum selesai ngomong!!"
Di tempat lain, Andra turun dari pohon dengan tangga, merasa bangga dengan hasil kerjanya.
"Keren juga hasil kerja keras gue," bangganya pada diri sendiri.
"Semoga Lo suka, dan bisa maafin gue."
࿐❁✿✿❁࿐
┈┉┅━━━•❖❖•━━━┅┉┈Kira-kira Andra ngapain ya?
Nantikan bab selanjutnya;)
Jangan lupa tinggalkan jejak 😘
Assalamualaikum 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Boy Andra [END]
Fiksi Remaja~Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang taat beragama dijodohkan dengan cowok berandal dan kasar? •。ꪆৎ ˚ 𝆬 𓆇 𝂅ׄ Andra Gevano Seigara. cowok dingin yang menjabat sebagai ketua geng motor besar di jakarta, terpaksa menikah dengan perempuan ali...