"Keluar!" bentak Andra, suaranya tajam dan tak ramah.
Arin terdiam, tak bergeming. Dia bahkan tak menyadari bahwa pintu gudang tempat dia dikurung sejak pagi telah terbuka. Tatapannya kosong, tubuhnya gemetar, dan matanya bengkak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Andra melihatnya, kemudian berjalan mendekat. Tanpa rasa iba, dia menggoyangkan bahu Arin dengan kasar. "Buruan keluar!" perintahnya.
Arin tersentak kaget dan mendongak. Sorot matanya penuh ketakutan. "K-kak An-dra..."
"Lo masih mau gue kunciin di sini?!" tanya Andra, emosinya meledak.
Tanpa berkata apa pun, Arin bangkit dari lantai dan keluar dari tempat gelap itu dengan langkah gontai. Dia seperti berjalan dalam mimpi buruk, kakinya terasa lemas.
Sesampainya di dalam kamarnya, Arin langsung ambruk ke lantai. Punggungnya menempel di dinding, tubuhnya lelah dan pikirannya kacau. Hari ini adalah hari yang berat baginya. Gudang yang gelap itu, dengan bau lembap dan udara pengapnya, telah membangkitkan kembali trauma masa lampaunya.
Air matanya kembali mengalir. Ia menelungkupkan wajahnya di atas lutut, tubuhnya bergetar hebat.
"Abi..." lirihnya, suaranya parau dan terisak.
Tangisnya pecah, tak peduli jika matanya semakin bengkak. Suaranya terasa serak, habis dipakai untuk berteriak meminta tolong agar dikeluarkan dari dalam gudang tadi.
"Non, boleh ibu masuk?"
Arin mengangkat kemudian memiringkan kepalanya kearah pintu yang terbuka, disana tampak Bi Asih membawa napan berisi makanan dan segelas air dengan wajah kentara sangat khawatir.
Buru-buru Arin mengusap air matanya, Sebisa mungkin ia memasang raut wajah baik-baik saja walau terkesan terpaksa.
"Masuk aja bu,"
Mendapat izin, bi Asih masuk kedalam kamar majikannya yang terlihat bersih dan tertata itu, yang tentu saja Arin sendiri yang membersihkannya. Walau kerap kali Bi Asih melarang karena ini termasuk tugasnya.
BI asih meletakkan Napan yang berisi makanan tadi di atas nakas, kemudian menghampiri Arin yang masih setia dengan posisi yang sama.
"Non, maafin ibu. Ibu nggak bisa bantu non tadi," ucap bi asih menatap Arin dengan iba sambil mengusap punggung rapuh majikannya.
"Nggak apa-apa Bu, Arin paham." ucap Arin tersenyum tipis.
"Non yang sabar ya, maafin ibu sekali lagi." ucap bi Asih dengan wajah sendu.
"Nggak usah minta maaf, Ini bukan salah ibu kok."
Bi asih menatap Lamat wajah Arin, ada rasa sesak di dadanya melihat wajah sembab majikannya itu. Bi Asih sebenarnya tak habis pikir dengan Andra, Arin di kurung hanya karena gara-gara sepele?
"Bu?" Ucap Arin menyadarkan lamunan Bi Asih.
"Oh iya, Sekarang non makan ya, pasti non lapar. non Arin kan belum makan dari tadi siang." ucap bi Asih kemudian akan beranjak mengambil makanan yang tadi ia letakkan di atas nakas.
"Astagfirullah! aku lupa sholat ashar!" Heboh Arin.
"Yaudah non sholat aja dulu, habis itu makan. saya tinggal dulu ya, non." izin bi Asih dibalas anggukan dari Arin.
Setelah kepergian Bi asih, buru-buru arin beranjak wudhu untuk sholat ashar. Dia hanya mengerjakan sholat ashar, karena tadi dia sudah sholat dhuhur di gudang. Beruntung tadi dia menemukan helai kain bersih yang dapat ia gunakan untuk menutupi bagian tubuh yang wajib tertutup ketika sholat dan memiliki wudhu, jadi dia tidak ketinggalan sholat Dzuhurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Boy Andra [END]
Teen Fiction~Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang taat beragama dijodohkan dengan cowok berandal dan kasar? •。ꪆৎ ˚ 𝆬 𓆇 𝂅ׄ Andra Gevano Seigara. cowok dingin yang menjabat sebagai ketua geng motor besar di jakarta, terpaksa menikah dengan perempuan ali...