34_Terpuruk

430 20 0
                                    

Budayakan follow dan vote sebelum membaca 🥰👊

࿐❁✿✿❁࿐
┈┉┅━━━•❖❖•━━━┅┉┈


Suasana ruangan terasa hening, hanya terdengar detak jam dinding yang mengingatkan pada waktu yang terus berjalan, dan suara layar monitor di ruangan itu. Andra merasa seperti berada dalam pusaran emosi yang tak terkendali, berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir.

Saat ini ia sedang berada di ruang ICU VIP, tempat diamana Arin dirawat. Semalam, Arin dirujuk ke rumah sakit milik orang tua Andra sendiri yang ada di Jakarta, agar lebih dekat dengan rumah mereka.

Andra memandang Lamat wajah teduh nan damai Arin, yang masih setia dengan mata terpejam. Hatinya dipenuhi kegelisahan dan ketidakpastian akan nasib sang istri.

"Ri, kamu kapan bangunnya?" Tanya Andra, mengelus pipi mulus Arin, walaupun sudah tentu pertanyaannya tak akan mendapat respon.

"Disana lebih nyaman, Hm?" Ia terkekeh hambar. "Itu udah pasti, Kamu pasti capek ngadepin masalah kamu sendirian disini. Kenapa ya, tuhan ngasih kamu suami brengsek kayak aku, sementara kamu orang yang baik-baik? Tuhan nggak adil, ya sama kamu." Setetes cairan bening kembali menetes dari pelupuk matanya.

"Baru semalam aja aku udah rindu. Apalagi berminggu-minggu."

"kata dokter, kemungkinan besar kamu bangunnya bakalan lama. Aku rindu perhatian kamu, senyuman buat aku yang selalu tercetak jelas di bibir ini, walaupun kamu lagi nggak baik-baik aja," ia menyentuh ujung bibir Arin yang terlihat pucat. "Aku rindu saltingnya kamu yang menurut aku lucu banget, aku rindu cerewetnya kamu, walaupun seringkali bikin aku emosi sendiri." Ia terkekeh kecil di sela tangisannya.

"Aku benar-benar minta maaf, apa masih pantas?" ujarnya menahan isakan.

Percayalah, ketika seseorang yang jarang menangis akhirnya membiarkan air mata mengalir, itu menandakan bahwa luka dan sakitnya tidak main-main. Tapi, nyatanya yang ia rasakan sekarang, lebih banyak didominasi oleh penyesalan.

Ceklek

"Ndra?"

Cepat-cepat Andra mengusap air matanya, lalu menoleh ke arah pintu. Diasana terlihat bunda Tika yang berjalan mendekat ke arahnya.

"kamu yang sabar ya sayang," Bunda tika mengelus pundak putranya, menyalurkan rasa simpatinya. "Arin pasti cepat sadar kok, dan bisa kumpul lagi bareng kita."

Andra hanya diam tanpa membalas.

"Bunda nggak marah sama Andra?" Tanya Andra tiba-tiba.

Bunda tika menarik nafas panjang, ia berjalan ke arah jendela, diluar sana hujan sedang turun membungkus kota jakarta. Jika ditanya ia marah atau tidak, tentu saja ia marah. Tapi, mau bagaimanapun Andra adalah putranya dan juga butuh, setidaknya seorang penyemangat. Ia juga tau Andra sudah sangat menyesali perbuatannya. "Bunda sebenarnya sangat kecewa sama kamu. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya udah terjadi."

Andra hanya diam, matanya menatap kearah punggung tangannya yang masih dipasangkan selang infus.

Bunda Tika ika berbalik ke arah Andra. "Kamu balik keruangan kamu gih, umma Mira sebentar lagi bakal kesini gantiin kamu."

"Andra mau disini aja."

"Jangan gitu ih, kamu kan belum pulih. Sana balik, mau bunda bantu dorong kursi rodanya?"

"Nggak bund! Andra mau disini aja!" Kekeuh Andra emosi, memijit pangkal hidungnya.

"Kamu udah lama banget Loh disini. yuk, bunda bantu." Bujuk bunda Tika.

My Bad Boy Andra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang