14_Andra gugup

440 22 0
                                    

"mm... kak Andra?"

"Hm,"

"Aku boleh minta t-tolong? Sekalian mau izin juga." Tanya Arin sedikit gugup takut Andra marah.

"Apa?" Tanya Andra tanpa mengalihkan pandangan dari jalan raya yang rada macet sore ini.

"Kak Andra bisa anterin aku ke makam Abi? K-kalau nggak bisa juga nggak papa." ucap Arin tak enak, pasalnya sejak tadi Andra tak henti-hentinya mengembuskan nafas, mungkin suaminya itu sangat lelah sekarang.

"He'em."

"Benerran?" Tanya Arin tak percaya.

"Ck! Iya." balas Andra dengan nada ketus sembari menghentikan laju mobilnya karena lampu merah.

"Makasih, suamiku!" ucapan itu lolos begitu saja dari mulut Arin dengan santainya, tanpa ia sadari. Mungkin saking senangnya.

Badan Andra tiba-tiba panas dingin ditempat, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Andra mengalihkan pandangannya ke arah kaca jendela mobil, takutnya Arin menyadari kegugupannya. Bisa malu habis-habisan ia nantinya. Kenapa ia tiba-tiba gugup begini? Hanya karena ungkapan sederhana itu? Astaga, ada apa dengan dirinya?

"Kak Andra ngeliatin apa diluar?"

"A-da Kunti yang lewat barusan,"

.....

Andra menepikan mobilnya saat sampai ke tempat tujuan mereka. Di bagian atas gerbangnya terpampang jelas nama pemakaman umum tersebut.

"Kak Andra nggak turun?" Tanya Arin yang sudah turun lebih dulu, kerana Andra tak bergerak sedikitpun dari kursi kemudinya.

"Lo aja. cepetan udah sore. Gue tunggu," balas Andra sembari mengambil ponselnya dari dasbor mobil.

Arin mengangguk mengerti tak urung menutup pintu mobil. Tak dapat ia pungkiri, sebenarnya ia agak kecewa Karena Andra tak ikut masuk. Tak apa, mungkin lain kali saja. Semoga saja.

Saat sampai ke gundukan tanah makam Abinya, mata Arin memincing karena melihat seseorang cowok yang sangat ia kenali jauh dari tempatnya berjongkok, keluar lewat gerbang belakang pemakaman.

"Kak Alva?" Gumam Arin lalu tersenyum tipis.

Tatapannya beralih ke gundukan tanah didepannya. Ia memang sering kemari, Itulah mengapa kuburan abinya terlihat bersih dan terawat.

Tapi ada satu hal yang membuatnya heran. Gundukan tanah didepannya seperti baru saja dibersihkan dan terdapat bunga tabur yang masih baru. Arin jadi teringat abangnya __alva. Apakah Alva yang melakukannya tadi? Dan ini bukan pertama kalinya. Berarti, Alva memang sering kemari.

Arin mengusap nisan abinya. Entah kenapa setiap ia kemari, ia tak bisa menahan diri agar tak menangis. Ia selalu saja terlihat rapuh di depan abinya.

"Abi....Arin kangeenn banget sama Abi."

"Abi nggak usah khawatirin Arin, Arin bahagia kok sekarang. Ya, walaupun kak Andra belum bisa Nerima Arin di dalam hidupnya. Tapi Abi tau nggak? Arin tadi dipeluk kak Andra untuk pertama kalinya. Arin seneng banget bi. berasa di peluk Abi." lirih Arin bercerita panjang lebar, seakan abinya mendengarkan segala isi hatinya.

"Arin juga baru tau ternyata Arin punya Abang kandung. Kenapa Abi nggak pernah bilang sama Arin? Kenapa?" Tanyanya seakan abinya ada didepannya. Kini air matanya semakin deras keluar dari mata lentiknya.

Puas menangis, Arin pun berdo'a kemudian memutuskan untuk pulang. "Abi, Arin pamit pulang yah. O, iya, soal trauma Arin, Abi nggak usah khawatir. Arin udah bisa ngendaliin sedikit-demi sedikit kok. Abi tenang aja. " ucapannya kemudian beranjak dari makam Abinya karena teringat akan Andra yang menunggunya di mobil.

My Bad Boy Andra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang