Up. Up. Up. Happy reading sista 😁
🌺🌺🌺
Omar bersandar miring di pintu lemari sisi kiri, tangannya terlipat di dada, dan menatap tak suka pada Khaira saat bersiap membantu ibunya padahal demamnya masih tersisa. "Aku nggak izinin kamu ke sana. Berani kamu keluar, aku iket kamu."
"Saya sudah nggak apa-apa lho, Mas. Kemarin sudah minum obat gitu," bantah Khaira. "Saya sungkan jarang bantuin Ibu. Sekalinya mau bantuin, Mas mesti bikin ulah."
Ya selalu gitu. Omar tidak pernah melepasnya, entah untuk keinginannya, entah hanya duduk berdua di kasur sambil bermain ponsel. Ada saja caranya menahan Khaira.
"Ibu nggak bakalan ngomel kamu jarang bantuin. Ada yang lain bantuin Ibu. Lagian Ibu ya tahu kamu itu mantunya bukan pegawainya. Yang perlu kamu dulukan itu aku daripada kerjaan Ibu. Balik tidur." Omar memaksa Khaira naik ke kasur, mendorongnya untuk rebahan, dan diikuti dirinya.
Pria itu memeluk Khaira, menghidu aroma shampo istrinya. Ya Tuhan, begitu menyenangkan dan menenangkan hati Omar. Mungkinkah seperti ini yang dirasakan oleh abangnya saat memeluk Ilmira? "Sebentar." Omar mengambil HP lalu men-dial nomor ibunya.
"Bu, Khai izin nggak bantuin dulu. Masih anget badan e."
"Yo. Tapi ojok mok apak-apakno lho arek iku. Ojok dijak gawe bayi ae, mundak kesel nggak waras-waras kui."
Omar tertawa mendengar wejangan ibunya.
"Nggak janji."
"Bocah edan."
Pria dengan lesung pipi itu menaruh handphone di nakas. Omar kembali memeluk Khaira yang ternyata sudah tertidur. Ia pun mengamati wajah Khaira, rasanya tak akan pernah puas melihatnya, dia seperti artis Natasya Rizky mantan komedian Desta itu.
"Le."
Ketukan di pintu membuat Omar mengalihkan pandangan pada pintu kamar. "Masuk, Bu."
Cindy melangkah pelan mendekati ranjang putranya. Terlihat Omar tengah berbaring di sisi Khaira yang terlelap. "Wes enakan?" Cindy duduk di pinggir kasur dekat Omar.
"Lumayan tapi ya sek anget. Kenapa, Buk?" Omar mengangkat kepala Khaira pelan kemudian menarik tangannya yang menjadi bantal. Pria itu lalu menyelipkan guling kecil di bawah kepala Khaira dan duduk menghadap Cindy.
"Nggak apa-apa. Mek kepikiran sama yang kemarin lho. Kamu wes tanya?"
"Sudah tapi dia bilang nggak ada apa-apa. Tapi aku dewe ya kayak nggak percaya sih kalau nggak ada apa-apa."
Cindy pun ikut berpikir penyebab mantunya murung. Bukan maksud ia ingin ikut campur tapi sebisa mungkin ia ingin membantu agar tidak terjadi seperti Ammar dan Ilmira. "Kamu nggak ngomong apa-apa to? Atau keluarga dia ada yang sakit apa gimana?"
"Nggak. Bayu nggak cerita apa-apa kecuali renovasi rumah hampir selesai. Bima ya nggak bilang apa-apa. Pas dua hari lalu aku ke sana, Bapak baik-baik saja. Apa ada masalah di tempat kerjanya ya, Buk?"
Mertua Khaira itu pun menarik napas dalam. Beliau menatap mantunya yang masih sedikit pucat. "Sakno lek ada apa-apa tapi dipendem sendiri. Apalagi kalau nanti dia hamil, nggak bagus pengaruh e buat bayinya." Kemudian Cindy teringat sesuatu. "Eh, Le, kapan hari Ibuk ngimpi kandangin ayam. Kalau orang dulu bilangnya bakal ada anggota baru, ya bek e Khai isi tapi nggak sadar. Kayak Mira kui, hamil tapi nggak tahu soalnya yang ngerasain gejala pertama e abangmu."
Omar pun berharap Khaira segera hamil dengan begitu hubungan mereka bisa segera dipublikasikan tidak sembunyi-sembunyi begini. "Nggak tahu, Buk, bisa saja Mira lagi isi lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Stole Your Heart
RomanceRasyidin bersaudara#2 Meskipun belum sepenuhnya berhasil move on dari Ilmira, Omar tak berharap cinta menyapanya kembali dalam waktu dekat. Rasa-rasanya ia butuh waktu untuk menyelami hatinya. Namun, gelap hatinya mulai memudar ketika seorang wanita...