Diary 14

124 13 1
                                    

Semarang, Akhir Bulan Oktober 2023

Hai? Aku udah lama nggak buka catatan ini, dan aku menemukan hal baru yang bisa aku tulis disini. Mungkin, sebuah kemenangan mungkin? Atau karena perasaan yang aku rasakan memiliki feedback yang sama? Bisa aja. Ada satu hal yang begitu aku kagumi darinya, pria manis yang kini sedang bermian dengan ponselnya, dia merelakan waktunya terbuang demi merawatku hingga bnear-benar sembuh. Walau aku menyadari jika demam itu akan berlangsung lama, tapi aku tidak membayangkan seorang Winny rela tidur dikost sederhanaku. setiap malam memijatku, dia bilang itu akan membantu meredakan sakit tenggorokan dan badanku yang sakit karena tiduran.

Dia meluangkan waktunya untuk membelikan aku makanan, memberikan aku obat dan mungkin satu hal lainnya, dia juga memberikan aku kasih sayang. setidaknya membantuku untuk segera sembuh. Hari ini, dia mengajakku kerumahnya. Rumah yang aku anggap sebagai istana besar dengan bermegah-megah barang mewah didalamnya. Aku baru menyadari itu, seseorang yang tengah berusaha mengejarku adalah seorang pangeran tampan yang aku idam-idamkan. Dia membawaku bertemu dengan kedua orang tuanya, mereka terlihat sangat bahagia. Aku akui dia sangat mudah untuk merayuku, mengajakku jalan tapi berakhir di rumah mewah itu. Yang aku pikir selama ini, jarak rumahnya ke indekostku dekat.

Ternyata aku salah, menuju rumah ini adalah satu perjalanan yang panjang. Jadi, dia jauh-jauh datang ke indkostku dari rumah sejauh ini, bukankah itu perjuangan yang hebat? Pulang tengah malam saat aku tertidur, dan kembali datang saat aku belum terbangun. Aku merasa, menjadi orang paling istimewa saat ini. Aku menulis ini dengan perasaan was-was, takut jika Winny tahu. Aku akan malu. Tapi, sejauh ini dia masih bermain dengan ponselnya. Wajahnya nampak serius dan tatapan itu begitu terjurus ke layar itu. Entah apa yang dia lihat, aku cukup senang menatapnya dari sela-sela ponsel seperti ini. Itu terlihat seperti penguntit, tapi aku menyukai itu. Hahaha.

...

"Mas, kamu bohong kan? Kamu bilang rumahmu nggak jauh, ini apa?" ujar Satang setelah menutup ponselnya dan menatap Winny. Wajah Winny yang tadi serius, nampak melembut dan menatap Satang. Dia tertawa kecil, " Ini bukan rumahku, rumah orang tuaku."

Satang terdiam, dia menatap sekelilingnya. "Rumah orang tuamu juga rumahmu kan." tak mau mengalah, Satang berdiri dan berjalan mendekat ke arah Winny. "Jadi, rumahmu dimana?"

"Ada." balas Winny. Seruan itu menumbuhkan rasa penarasan yang begitu membuncah. Namun, keberadaan yang akan membungkam Satang. Dia memang tidak memiliki pengalaman baik di Kota ini. tapi, dia juga mengenal beberapa daerah yang cukup mudah dipahami.

"Tak kusangkal bahwa kamu sudah tinggal disini. Aku memang baru beberapa bulan disini, tapi aku tahu kok daerah di kota ini. Jadi, dimana mas?"

"Pengen reti banget kowe iku, nanti setelah dari sini, kita pulang kerumahku saja." ujar Winny dengan senyum, dia mengusap lembut rambut Satang. Fakta bahwa pria sweet tinggal di kota ini dengan kekayaan. Satang kadang mempertanyakan, siapa Winny? Kenapa dia bisa disini?

Rumah yang Satang duduki sekarang merupakan sebuah rumah kebanggan tersendiri bagi Satang. Orang-orang akan segan dan tidak akan bermacam-macam. Juga, memiliki foto kehidupan sehari-hari yang sangat layak untuk dipamerkan. Satang sedikit mencibir, tapi dia menatap wajah Winny yang nampak serius. "Kamu main apa?"

Pertanyaa kecil yang merubah atensi Winny, dia tertawa. Tangannya meletakkan ponsel itu ke nakas disamping sofa. Dai menatap Satang, mungkin bisa dilihat wajah kecil Satang yang sedang kesal. Winny merubah posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Satang. Dia menggenggam jemari Satang. "Kamu kesal?" pertanyaan itu terucap dari bibir Winny dengan lembut.

"Enggak." satu kata itu, menjadi jawaban bagi Winny. Dia berdiri, menarik Satang untuk mengikutinya berjalan ke dalam rumah. Kawasan yang luas dan megah, seperti wanaha masa depan yang menjadi impian banyak orang. Saat Satang tahu, ini adalah keluarga Winny, ia tak begitu khawatir, tapi memang dia mulai nyaman dengan rumah besar ini. Juga dengan seseorang yang sedang memaksanya untuk mengikutinya. Bagi Satang, ia tak akan pernah mempunyai rencana untuk kabur. Terlebih jika keluarga harmonis ini.

Sekilas, Satang melihat etalase besar berisi jas dan banyak kemeja mencolok disana. 'Apakah ini area privasi?' Pikir Satang saat melihat baju-baju dan kemeja tergantung dietalase besar. Winny menjadi awal yang cukup baru bagi Satang. Perumpamaan tentang pangeran dan cinderela yang akan mengubah dunia.

Satang tiba-tiba tersenyum, dia memikirkan satu nama panggilannya. 'Cah Ayu' nama itu cukup melekat diotaknya, namun sekarang Winny tak pernah memanggilnya begitu lagi. Mungkin karena wajah Satang yang tidak lagi cantik?

[To Be Conntinued]

DIARY : CAH AYU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang