Diary 16

110 12 2
                                    

Pekalongan, November 2023

Mungkin, sudah waktunya. Aku menikmati perjalanan saat ini, keinginan terbesar dan impian yang sudah sejak lama aku ingin seklai wujudkan. Kembali ke kampung halaman, walaupun tak selamanya. Aku bersama Fourth, mempertimbangkan jadwal kuliah kita bersama. Setelah itu, kita berhasil menggambil cuti untuk kembali, atau berkunjung kerumah.

Kali ini, suasana tak terlalu sepi, selain karena ada Fourth. Mas Winny, selalu mengirimkan pesan tanpa henti. Dia bahkan lebih cerewet dari ibuku. AKu hanya bisa tersenyum dan menanggapinya. Perjalanan ini hampir tujuh jam lamanya, aku memikirkan hal yang akan terjadi selama beberapa jam kedepan. Jarak menuju kota asri itu sangatlah panjang. Dengan keputusan bersama, aku dan Fourth berangkat pukul sepuluh malam tadi dan harapan aku tidak banyak waku terbuang disana.

Mungkin, karena alasan pribadi,aku sengaja mengajak Fourth. Oh, Mas Winny marah waktu itu. Tapi, aku sudah lebih dulu mengajak Fourth, lagi pula aku belum siap untuk mengajak Mas Winny berkunjung ke kampung halamanku. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa ekspresinya jika tahu keadaan kampungku, itu akan sangat memalukan.

Ah, aku sedang mencoba mengingat. Setelah aku pulang dari rumah Mas Winny, ada hal yang bisa aku dapatkan. Kebahagiaan tak pasti bersambang pada keadaan yang tinggi, namun dengan kesederhanaan kebahagiaan juga akan mengikuti. Seperti itulah, ibu Mas Winny sangat baik padaku, dia hanya akan bersikap keras dan tegas kepada Mas Winny. Sedang padaku, seolah aku adalah tamu yang amat istimewa. Begitu diterima dengan hangat.

Mungkin, selagi aku bisa menampilkan senyumku, dunia akan baik-baik saja. Tapi, jika kehendak mengatakan, kebenaran dan kesesatan, maka aku takdir sudah mengetuk kembali pintu hatiku. Untuk kembali dan berserah.

...

Fourth benar-benar tak mengerti, momen apa yang akan terjadi diantara mereka berdua. Setelah sekian tahun meninggalkan kota asri itu, kini kehadirannya kembali mungkin akan memberikan sedikit penyegar dan menebus luka yang sudah lama dirinya pendam. Walaupun, tak ada Gemini  disampingnya, setidaknya dia masih bisa untuk menghirup udara segar sendiri dan memberikan kebenaran.

Keduanya, mungkin akan menikmati kemenangan mereka. Jadi, mereka hanya akan mengambil sisi positif dalam kunjungan kali ini. Bandung adalah kelahiran keduanya, dimana kesegaran pagi dan kicau burung muda mengikrarkan kehidupan baru bagi kedua insan. Jarak waktu yang tak begitu jauh, juga dengan kehidupan yang selaras dan hampir sama. Membuat keduanya, memiliki pikiran yang kuat dan kesamaan untuk kembali dan memeluk kampung halamannya itu.

"Rasanya, kita sudah membuat kemajuan," ungkap Satang. Fourth menoleh, setelah bola mata itu sendari tadi berkutat dilayar yang bercahaya temaram itu. Dia nampak bingung, namun sedikit tercetus untuk mengangguk. "Kita, sudah bukan anak kecil yang bisa berlarian dan tidur dimanapun kita mau." Mata Satang melirik Fourth, dia terdiam menatap serius wajah Satang.

Ada senyum tipis yang bisa Fourth lihat dari wajah Satang. Disana tergambar akan keseriusan dalam pembicaraannya kali ini. Fourth menatap kedapan, wajahnya menunduk, "Terima kasih, sudah membawaku. Hingga aku bertemu dengan orang yang selama ini aku cari. Itu karenamu, aku tidak tahu harus bagaimana dengan cara apa berterima kasih kepadamu. Tapi, satu hal yang aku ingin sampaikan. Jangan pernah lelah untuk membuat diri kamu bahagia."

Satang seperti ingin mengatakan sesuatu. tapi bibirnya kelu. Tidak ada kata yang bisa terucap saat ini. Suara keheningan dan gesekan antar besi mengiringi percakapan mereka. Keduanya membawa kisah yang tidak kalah indah. Pertemuan, kenyamanan dan kebahagiaan. Walaupun, salah satu dari mereka akan cukup dengan mengalah, namun arti mengalah yang sesungguhnya bukan hanya diam lalu pergi, namun tersenyum dan mengerti.

Fourth menepuk bahu Satang, dia tersenyum tipis, matanya belinang dengan air mata. Sebagai perpisahan menuju kota indah yang menjadi tujuan utama mereka. Setelah waktu yang berjalan cukup lama, banyak pemberhentian yang harus mereka tunggu dan kembali meneruskan perjalanan lebih panjang lagi.

"Apa kamu lapar, Fourth?--"Sedikit."

Satang membuka tasnya, mengambil bekal makan yang Winny siapkan untuknya. Satang tidak membukanya, jika ia membiarkan makanan itu terlalu lama disana, ia akan berpikir makanan itu membusuk. Satang membukannya, menyodorkan kotak itu kepada Fourth. "Mas Winny yang buat,"

Fourth menggenggam sendok dengan kuat, mencoba merasakan masakan yang dia harap itu enak. Satang juga berharap demikian. Wajah Fourth memberikan jawaban, ada senyum dan tawa kecil mengiringi kunyahan itu berakhir. "Ini enak, aku tidak percaya."

"Benarkah? Dia memang hebat." ungkap Satang, dia tersenyum membuka aplikasi kamera dan memotret bekal itu. Dikirimnya gambar itu ke Winny, ada rasa yang amat mengganjal atau sebuah kupu-kupu yang hadir memeluk tubuhnya.

[Harapan kamu tidak sia-sia. Aku menyukainya, ;)]

Senyum Satang begitu mengembang, memakannya dengan hikmat bersamaan dengan cahaya pagi yang ikut menyinari senyum pada wajah Satang. Fourth ikut tersenyum bahagia dengan tawa kecil dan lucunya. "Antara bagus atau buruk, aku tidak bisa memilihkannya untukmu."

[To Be Conntinued]

DIARY : CAH AYU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang