Semarang, September 2023
Hampir tengah malam, Satang masih terlelap dalam tidurnya walaupun sesekali kepalanya terbentur kaca kereta itu. Biarpun begitu, dia tetap menikmati tidurnya. "Jangan nyenyak-nyenyak."
Suara itu membuat Satang kesal, ya bagaimana tidak hampir sepuluh menit sekali dirinya akan mendengar suara itu mengalun tepat di telinganya. Bagaimanapun, keselamatan telinga miliknya lebih utama.
Tapi, kali ini, suara itu berbeda dia membuka matanya secara tiba-tiba. Menatap wajah Winny yang seolah tersenyum menang. Tapi, bukan itu. Kereta ini hampir tiba di stasiun.
"Pagi!" sangat ceria.
Satang menatap asal suara itu, nyaris saja tangan miliknya terbang dengan santai di pipi putih milih pria disampingnya itu. "Ini masih dini hari."
"Aku orangnya tidak pernah menganggap ini dini hari, lewat dari jam dua belas malam, itu sudah pagi." teori Winny.
Satang memandang wajah yang nyaris tak terawat itu, putih memang, bersih apa lagi. Tapi, dia terlihat banyak debu dengan kalimat yang keluar dari mulutnya itu. Sungguh penglihatannya menjadi salah kaprah.
"Kamu akan langsung pulang setelah ini? Masih terlalu pagi -- "Dini hari."
"Ah, apalah itu. Ini masih terlalu pagi. Temenin aku makan yuk? Lapar kan pasti? Iyalah, mana mungkin ndak laper."
"Memang sih, tapi apa perlu kita harus sampai makan bersama begitu? Mas ganteng."
Winny tertawa mendengar kalimat 'mas ganteng' yang terucap dari bibir Satang. Tapi, walaupun cara yang Satang sampaikan cukup penuh penekanan. Winny sama sekali tidak peduli, dia terlalu lapar.
Secara umum, Satang memang selalu mampu menjadi sukarelawan pada waktu kosongnya. Selain karena jarak menuju indekosnya cukup jauh, dia juga merasa sedikit lapar. Sebetulnya, tidak terlalu.
Winny memberikan sebotol air mineral baru yang belum terbuka. "Masih ada beberapa saat, minum ini."
"Dikasih racun nggak?"
"Tak menehi racun tresno." -- "Ck! Mulai."
Satang menerimanya, meminum air mineral itu beberapa kali hingga Kereta benar-benar berhenti di stasiun.
Menunggu gilirannya untuk turun, Satang memasukkan beberapa barang yang tadi sempat ia keluarkan. Menyiapkan wajahnya agar tak terlihat lelah dan meneguk air mineral itu lagi. Winny juga ikut sibuk sendiri, membereskan barang-barangnya yang cukup berserakan, bahkan banyak yang terjatuh dibawah kursi. "ceroboh."
Mereka turun, suasana stasiun sepi, hanya ada beberapa satpam dan penumpang yang masih berlalu lalang.
"Kalo beresin barang tuh yang bener."
Winny terkekeh, menatap sampingnya, Satang memberikan kantong hitam berisi camilan yang Satang kira itu adalah oleh-oleh.
"Kalo aja yang nemuin itu orang lain, gak bakalan balik ke tanganmu lagi. Gimana coba?"
"Ya, tinggal beli lagi." benar, apa untungnya berdebat dengan anak kecil. Menyebalkan.
"Eh, itu, sepertinya lezat." Winny menarik tangan Satang tanpa persetujuan dari pihak lawan. "Wah, bagus masih ada Nasi goreng yang buka. Apalagi kalau pagi gini, beh enak banget pasti."
"Biasanya makan nasi goreng itu malam, bukan dini hari begini." Satang duduk menghadap ke wajah Winny.
Winny mengusap dahinya, dia tidak menghiraukan ucapan Satang. Dia lapar. "Bu, nasi goreng spesialnya dua! Dikasih sambalnya yang pedes banget!"
"Enggak!" Satang melirik tajam.
"Bisa-bisanya anak cowok gak suka pedes. Itu lucu sekali."
Satang mengerjap, dia bahkan belum mengutarakan apa yang akan dia katakan pada Winny. Tapi, ya seolah-olah Winny sudah mengerti yang dia maksud. Tanpa mengulanginya, Satang diam.
Winny tertawa, "Bu yang satu pedesnya sedikit aja." kemudian menatap Satang yang masih dengan tatapan tajam. "Keponakanku saja berani makan pedas, dasar cah ayu! Hati-hati nanti kalau ketemu sama keponakan aku, bisa habis kamu digoda sama dia. Hahaha."
Satang nyaris melempar ponselnya. Sayang sekali, ponselnya ini terlalu mahal untuk membuat cowok didepannya ini kapok.
"Dengerin aku, satu aku nggak kenal kamu, aku disini karena menemani kamu makan, dua aku gak kenal sama ponakan kamu, tiga aku gak akan kunjung ke rumahmu atau bertemu keponakan kamu atau apalah itu. Aku mau pulang." cukup sebal memang merasakannya, tapi Satang ada sukarelawan yang tidak pernah semarah ini. Kenyataan yang membuatnya begitu marah ada didepannya. Tidak peduli dengan seberapa banyak orang yang peduli dengannya. Jika di lelah, ya tentu saja dia lelah.
"Dasar cah ayu tenan."
"Dan satu lagi, jangan pakai bahasa Jawa!"
Walaupun dia sering mendengar kalimat dengan bahasa Jawa, tapi dia tidak ingin mendengarnya jika bukan untuk urusan yang penting. Lagi pula, mereka hanya sebatas kenal di kereta.
Satang tak kuasa menahan diri. Ia menoleh dan melihat suasana luar stasiun yang masih cukup ramai dengan suara-suara mobil dan percakapan manusia yang sangat tidak penting.
"Monggo, dimaem nasi gorengnya, cah bagus."
Ibu penjual nasi goreng itu menyajikannya pada Winny. Sambil terkekeh, Winny membisikan sesuatu yang membuat Ibu penjual nasi goreng ikut terkekeh. "Sekarang?"
"Iya, dong bu!"
"Niki, cah ayu tenan, dimaem nasi gorengnya, dijamin wuenak! Monggo monggo ..."
Satang menyadarinya. "Balik yuk? Mas Ganteng!"
[To Be Continued]

KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY : CAH AYU
FanfictionBab 25-30 akan di revisi! Mohon maklum saya udah lama gak pegang ini cerita jadi kemungkinan cringe😅 📍Winny Pramudita -- Satang Digarahmana