Sinar matahari siang itu begitu panas, membakar kulit Winny yang berdiri di trotoar. Dia sudah menunggu hampir satu jam, namun Satang, orang yang dia tunggu, tak kunjung datang. Kegelisahan mulai menggerogoti hatinya.
Winny menoleh ke arah Gemini, menatapnya dengan kekehan kecil. Wajah Gemini terlihat lelah dan kusut. Dia menatap dua koper besar di samping mereka dengan tatapan sengit. Sejak turun dari kereta, Winny dengan sengaja memberikan kopernya pada Gemini untuk dibawa ke halaman stasiun.
"Aku tidak percaya kita harus melakukan ini," gerutu Gemini. "Jauh-jauh dari Semarang ke Bandung hanya untuk bertemu orang yang tidak jelas."
Winny menghela napas panjang. "Aku tahu ini gila," jawabnya. "Tapi orang yang kau sebut tidak jelas itu, adalah orang yang sangat aku sayangi. Lagi pula, kekasihmu juga disini. Apa salahnya? Dasar pengecut."
Winny sesekali berjalan dengan langkah gontai, matanya terpaku pada layar ponselnya. Di layar itu, tertera room chat Satang yang masih terbuka. Dia masih dengan kebingungannya, untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di Bandung. Terlebih hanya untuk bertemu Satang.
Satang, tak kunjung memberi kabar. Dia telah menunggunya selama hampir lebih dari satu jam di bawah terik matahari yang panas, namun Satang tak menunjukkan batang hidungnya.
Gemini, yang masih menarik dua koper milik Winny dan dirinya, berjalan di samping Winny dengan wajah kusut. Dia tak henti-hentinya menghela napas, tangannya begitu pegal dan mati rasa, dia memikirkan isi koper Winny. Sesekali, dia melirik ke arah Winny, “Masih tidak ada kabar? Istirahat ke hotel aja dulu, capek.”
Winny menatap Gemini dengan sombong, dia mengeluarkan sebotol minuman dari tasnya. “Nih, bayaran udah bawain koperku.”
“Sialan!”
Tangan Gemini bergerak meraih ponselnya. Dia membuka aplikasi pesan dan mencoba menghubungi kekasihnya. Dia berharap Fourth bisa memberikan jalan keluar lebih cepat.
Beberapa saat kemudian, Winny dikejutkan oleh suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menoleh dan melihat Satang berlari ke arahnya dengan wajah penuh senyum. Tangannya melambai dengan semangat
"Mas!" seru Satang. "Maaf aku terlambat. Ada sedikit masalah di jalan."
Winny terdiam, masih mencerna situasi yang terjadi. Dia tidak percaya Satang akhirnya muncul. Senyum terulas dari bibir Winny, merentangkan kedua tangannya dan memeluk tubuh Satang dengan erat.
Dibelakang Satang, Fourth berjalan dengan malu-malu. Pertanyaan yang sama akhirnya terjawab, Gemini ikut bersama Winny. Dia hanya tidak percaya itu terjadi.
Gemini, yang masih berusaha menghubungi Fourth, mengangkat kepalanya dengan cepat. Melihat Fourth yang mendekatinya, senyum manis terpanjang di bibir Gemini seketika. Fourth menutup wajahnya dan bersembunyi di dada Gemini, ada rasa malu dan bahagia saat keduanya bertemu.
***
Satang dengan sigap membantu Winny membawa tasnya. Mereka berjalan tak jauh dari stasiun menuju halte bus. Rumah Satang tak jauh dari sana, hanya lima menit perjalanan dengan bus.
Setibanya di sana, Winny dan Gemini disuguhkan pemandangan rumah-rumah yang asri dan tenang. Gemini takjub melihatnya. "Aku belum pernah melihat pemandangan seperti ini," bisiknya kepada Fourth.
Fourth, kekasih Gemini, tersenyum. "Aku besar di sini, Gem. Kenapa aku harus terkejut?" jawabnya.
Mereka tertawa kecil, perjalanan dilanjutkan melewati beberapa rumah. Tak berselang lama, rumah dengan halaman yang cukup besar terlihat, Gemini nampaknya masih terkejut. Sebenarnya, Winny pun sama, dia tidak menyangka bahwa rumah Satang akan masih seperti ini.
“Maaf, ya mas. Rumah aku tidak seperti rumahmu. Ini cukup kecil, tapi ini sangat segar. Aku betah tinggal di sini, mungkin mas juga bakalan betah deh.” ujar Satang, menjelaskan.
“Iya, dek. Mau dimanapun, asalkan sama kamu, mas bisa betah kok.” ucap Winny spontan.
Satang yang mendengarnya hanya tersenyum singkat dan terkekeh. Mereka memasuki rumah Satang, tidak banyak interior bagus yang bisa dilihat. Namun, bagi Winny rumah itu adalah salah satu tempat untuk memanjakan mata.
Diliriknya sekilas, “Ada orang dirumah?” Satang mengangguk. Dia berjalan meninggalkan ketiga orang didepan, dan masuk ke dalam. Dia memanggil ibunya, juga mengambilkan beberapa air minum kemasan yang sudah ia beli beberapa waktu lalu.
Kehadiran mereka disambut dengan antusias yang baik, namun memang kehidupan di perkampungan tidak begitu bagus. Banyak hal kecil yang akan menjadi masalah, dan ibu Satang pun demikian.
“Kamu gak bisa bawa orang lain disini, rumah ini sangat menjijikkan.” ujar ibunya.
“Terus, Satang harus bawa mereka kemana bu? Ini rumah ibu dan ini rumah Satang juga,” dia menatap ibunya dengan tanya. Tangannya meraih sepiring kue yang masih hangat, ibunya khusus membuat kue itu untuk mereka.
“Kamu harusnya tahu, apa yang bakalan terjadi. Ibu ini sudah menahan malu sangat lama, sekarang kamu malah membawa teman-teman mu dari kota. Mau ditaruh dimana muka ibu?”
“Terserah deh bu, Satang tidak punya pilihan.” ujarnya dan meninggalkan ibu di dapur. Wajahnya menjadi cukup kesal mendengar penuturan ibunya.
Satang berjalan menuju ruang tamu, disana Winny tengah bermain ponsel, Gemini dan Fourth berbicara sedikit berbisik. Terlihat biasa saja, tapi Satang memikirkan cara untuk mereka bisa nyaman disini.
“Ibuku membuat kue, ayo dicoba.” ucap Satang seraya meletakkan piring itu dimeja.
“Terima kasih, cah ayu.” ujar Winny dengan senyum tengilnya.
“Mas Winny, aku mau bicara, tapi nanti.” ucap Satang sedikit takut.
“Tentang apa?”
“Nanti saja, Satang mau bantu ibu sebentar. Jangan lupa dimakan, kuenya.” pamit Satang dengan sedikit bergegas. Winny menaikkan satu alisnya dengan tanya.
Satang berdiri diambang pintu, satu langkah memikirkan bagaimana mereka akan tetap tinggal di rumah ini sementara waktu. Sedangkan ibunya tidak mungkin akan memberikan izin, Satang terdiam beberapa saat. Dia akan mengesampingkan hal itu, dia ingin membuat makanan spesial untuk Winny dan yang lainnya.
Ya, Satang memang tak pandai dalam memasak. Tapi, dia bisa.
Mungkin?
[To Be Continued]