Semarang, Oktober 2023
Rasanya aku tidak yakin, bagaimana dengan perasaan yang mulai tumbuh ini? Apakah benih yang sudah aku simpan harus membusuk dengan waktu yang terus berjalan ini? Tidakkah ada sesuai hal lain yang bisa aku yakini sebagai balas budi? Aku masih tak percaya, waktunya begitu cepat dan hal itu lebih cepat terungkap. Aku menyukaimu, Winny. Apakah kamu pernah memikirkannya untukku? Atau kamu hanya memberikan kenangan manis itu saja?
Ada perasaan yang begitu mengenaskan disini. Aku bisa pastikan jika aku sama sekali tidak baik-baik saja. Mengeja namanya disetiap waktu, mengingat saat dia memanggil nama yang selalu ia sematkan padaku. Perasaan yang mungkin bisa diperbaiki ini, cukup sulit untukku yang tak mudah menerimanya. Jika satu dua waktu telah berlalu, mungkin sebagian perasaan itu dapat berirama dengan sendirinya.
Oh, ya ... aku menunggu kamu untuk datang dan tidur bersamaku lagi. Tapi, itu mustahil bukan? Kamu sudah bersama seseorang yang kamu idam-idamkan dan aku yakin, kamu tidak akan sendiri lagi sekarang. Bagaimana orang akan menolakmu? Mustahil sekali. Aku yakin jika dirimu dapat diterima dan memberikan kebahagiaan untuk orang yang sedang bersamamu.
Meski, aku benar-benar sedih sekarang, setidaknya aku bisa membaca curahan ini suatu saat nanti, disaat aku sudah melupakanmu, mungkin? Kamu adalah pria yang baik, bisa membuatku bahagia dan penuh tawa di saat waktu kita bertemu. Mungkin, kamu seorang yang melupakanku kala itu, tapi aku masih ingat dengan wajah, suara, dan tatapan lembutmu. Aku mengingat semuanya untuk sendiri sekarang. Sampai jumpa di lain waktu, disaat hari yang menjadikan aku seorang yang bahagia dan tak berlarut dalam keadaan yang sudah berlalu ini.
...
"Aku harus segera menyelesaikan file ini. Pak Aof tidak akan memberikan aku keringanan lagi, jika ini terlambat." Dengan penuh tekad, Satang mengembalikan perhatiannya kembali ke laptop, setelah barusan dia mematung menatap Fourth yang berbicara panjang lebar. Terutama saat dia membahas Gemini.
Fourth menahan lengan Satang, dia menaikkan satu alisnya. Mengisyaratkan tentang sesuatu dan Satang mengerti. Secangkir kopi dan susu hangat tersaji di meja mereka. Setelah meninggalkan kampus sore tadi, mereka berdua memiliki inisiatif untuk menikmati sore dengan mengerjakan tugas. Sementara Fourth hanya mengikuti saja, dia sedang tidak ini berlama-lama di rumah. Karena kekasihnya masih bekerja dan dia akan sendirian dirumah.
Suara mesin kopi dan uap udara wangi itu sedikit menenangkan Satang, disaat waktu berjalan begitu cepat, sedang dirinya belum selesai dengan tugas yang dibagikan oleh dosennya kemarin. Kebanyakan mahasiswa disini mereka akan mengumpulkan tugas saat jauh dari deadline, tapi tidak untuk Satang, dia akan meninggalkan tugasnya dan bermain dengan Fourth. Maka, hasil yang sesuai.
Satang memejamkan matanya sejenak, "Oh, Fourth aku ingin sepiring kue itu, pesankan buatku tolong." Saat dia membuka mata, dia kembali menatap layar laptopnya tanpa memandang wajah Fourth yang menatapnya dengan sinis. "Begini Satang," Fourth tiba-tiba saja berdiri, dia menatap Satang jauh dari atas. Sedangkan satang masih menunggu kelanjutkan dari kalimat yang akan Fourth ucapkan.
"... Aku ingin sepiring kue itu juga, jadi karena kamu menyuruhku untuk memesankan untukmu, sebagai biaya tenaga kamu yang membayar." Tanpa menunggu persetujuan dari Satang, Fourth sudah lebih dulu berjalan untuk memesan. Meski kesal, tapi mau bagaimana lagi, Satang juga nampaknya masih memiliki sisa saldo yang cukup untuk mereka. Dia belum menerima kiriman lagi, Satang hanya berpikir dia harus mengirim pesan ke kakanya lebih cepat.
Fourth kembali dengan dua tangan yang sudah membawa dua piring berisi kue manis penuh gula itu. Satang membutuhkan hiburan sedikit, setidaknya kue manis itu bisa menghilangkan rasa lelah dan kesal darinya. Kemudian, mereka kembali dengan aktivitas yang baru saja tertunda. Satang hanya kurang menyeleseaikan sedikit bab. Dia akan segera pulang jika semuanya sudah selesai, badannya cukup sakit, terlebih matanya yang sendari pagi sudah berkutit dengan laptop.
"Kapan kamu akan selesai? Suamiku sudah menunggu," -- "Kapan kamu menikah?'
Fourth terdiam. Dia tersenyum dan menampilan gigi-giginya yang lucu. Satang memijat lengannya yang sudah cukup sakit dan pegal.
"Aku akan segera menikah, tenang saja. Tunggu sampai Mama ku sampai di Indonesia."
"Menunggu Mama mu pulang, aku sudah punya cucu Fourth." -- "Yaudah, besok nikah. Nanti aku ajak Gem buat siapain pernikahannya."
Satang menghela napas capek melihat kelakuan bocil itu. Memang sangat istimewa dan Gemini berhasil menjaganya dengan penuh kasih sayang. Satang selalu merasa menjadi seseorang yang paling beruntung diantara mereka.
"Eh, Satang ..." Fourth tertegun. Dia tidak melanjutkan ucapannya untuk Satang, namun tangannya menunjukkan sebuah postingan kepada Satang.
'Aku menunggu waktu yang tepat, namun bukan pada hati yang sesungguhnya. Aku sedang menyemangati diri sendiri.'
Satang sedikit mencerna dengan kalimat yang ia baca barusan, dirinya menatap Fourth cukup lama. "Dia ditolak?"
Fourth mengangguk untuk memberikan jawaban. Satang membacanya sekali lagi, sekali lagi dan sekali lagi. Ada perasaan yang berdesir dimana dia bisa tersenyum lagi, namun dia memikirkan bagaimana perasaan Winny saat ini. Dia ingin sekali menemui pria itu.
"Ah, Fourth aku sudah selesai. Sebelum pulang, bisa ke Toko Buku langganan Kak Gem nggak? Ada sesuatu yang harus aku beli." ungkap Satang dengan dirinya yang sibuk membereskan meja. Setelah menyelesaikan administrasi disana, keduanya berjalan menuju toko buku yang dimaksud. Cukup jauh memang, setidaknya Satang akan menemukan seseorang disana. Jika sudah, dia akan meminta orang itu untuk mengantarnya.
[To Be Continued]