Diary 01

660 29 0
                                    

Yogyakarta, September 2023

Sisa beberapa hari lagi aku kembali menjadi mahasiswa seperti umumnya. Setelah menikmati liburan yang cukup menguras kantong dan tenaga selama beberapa Minggu terakhir. Tapi, aku menikmati itu. Malam ini adalah perjalanan ku untuk kembali ke Semarang, setelah dua Minggu lamanya bersemayam di Yogyakarta.

Tidak banyak yang aku dapat sekarang, karena aku memberanikan diri untuk bepergian sendirian. Tidak tertarik untuk mengajak siapa pun. Jadi, aku tinggal sendiri, jalan-jalan sendiri dan banyak hal yang aku lakukan sendiri.

Tadi, saat aku sampai di Stasiun Kereta, aku menunggu cukup lama hingga kereta malam itu datang. Sendirian menunggu di kursi yang sudah disediakan, hanya berteman headphone dan buku novel lama.

Tiba-tiba, aku merasa seseorang duduk disampingku. Tidak terlalu peduli sebenarnya, tapi menatap wajah seseorang itu membuatku merasa tidak terlalu asing. Wajahnya cukup akrab di penglihatan ku.

Saat kereta tiba, kita sama-sama berjalan beriringan memasuki gerbong kereta, aku segera mencari tempat duduk yang tersedia.

Dan aku kembali dikejutkan dengan --

"Jadi, liburan sendiri gitu?" Winny -- cowok tinggi yang duduk menghadap ke arah Satang. Winny menyesap cup kopi ekstra besar yang dia beli di stasiun kereta tadi. Satang mengangguk.

"Itu cukup menyenangkan."

Winny terkekeh pelan. "Aku tahu, memang nya udah berapa kali kesini?"

Satang memandang sebotol air mineral kemasan yang dia pegang dan menatap tas ransel yang ada dipeluk kan Winny. Sebelum Satang melanjutkan pembicaraannya, seorang pramugari menawarkan sebungkus roti dengan selai nanas yang begitu menggiurkan. "Belum pernah."

"Ini Yogyakarta, sama sekali belum pernah? Bahkan dengan keluarga mu? Menurutku itu menyebalkan sih."

Winny kembali menyesap kopi itu, tidak menghiraukan apa yang Winny katakan, Satang mengambil roti yang tadi sempat ia beli disela-sela pembicaraan. Membuka bungkus roti itu, Satang menghabiskan roti pertama dalam empat gigitan, mungkin lebih.

Winny tersenyum padanya, menyodorkan sebungkus roti yang sama ke arah Satang.

"Apa?"

"Aku seneng nonton kowe." -- "Ha?"

Satang menatap wajah Winny dengan cara yang cukup lucu. Matanya membesar, mengedip mencerna apa yang akan ia ucapkan.

"Aku suka melihatmu memakan roti itu. Nih, aku masih ada satu bungkus."

Tangan itu masih setia menyodorkan sebungkus roti diudara, Satang tak kunjung mengambilnya, lebih ke mengabaikannya. "Hoi, mau tidak?"

"Aku bisa pergi ke gerbong sebelah, membelinya dengan uangku. Lagi pula, makanku sudah banyak. Terlalu banyak menghabiskan roti itu akan membuatku cepat terserang diabetes."

Winny terkekeh, tangannya ia turunkan. Mendengar respon Satang yang cukup membuatnya kesal, tapi dia masih saja ingin memberikan roti itu untuk Satang.

"Oh, ayolah. Kowe gak bakalan dapet roti iki maneh." Satang pada akhirnya mengalah, mau tidak mau dia harus mengambil roti itu. Yah, walaupun enggan, setidaknya Satang tidak ingin membuat pria didepannya ini kesal lebih lama lagi.

"Bisa nggak pakai bahasa Indonesia aja? Aku gak bisa bahasa Jawa."

Winny menghirup aroma kopi yang masih bersemayam di cup itu. Mendengar pernyataan yang terlontar dari bibir Satang, Winny cukup lama untuk menjawabnya. Dia sedikit tertawa mendengarnya, tapi dia menginginkan bahasa Indonesia. Bukankah, Bahasa Jawa itu terdengar -- romantis?

"Gini aja, namaku kan Winny, kamu Satang."

Walaupun tidak menatap wajahnya, tapi Satang mendengarkan dengan seksama. Menunggu dan ditunggu, mereka sama-sama diam.

"Lalu?"

Satang menatap Winny pada akhirnya, seraya mengambil botol minuman yang ada disampingnya.

"Panggil aku mas ganteng."

Satang nyaris tersedak meminum air mineral itu. "Maksudnya? Mas ganteng? Aku tidak suka."

"Yah, dengan suaramu yang lembut dan beberapa nada yang lucu. Yen kowe nyebut jenengku, aku bakalan tresno." -- "Ha? ngomong apaan sih?"

Winny mendekat. "Kamu lucu kalo manggil aku mas ganteng."

Satang mengerjap, menulikan pendengarannya agar tidak semakin rumit pikirannya. Dengan ekspresi yang cukup serius, "Nggak ah, kapan aku manggil begitu."

Winny mengusap dahinya yang sedikit berkeringat, dia hampir saja tertawa dengan lepas. "Oke, oke, aku akan mengganti topiknya, jika kamu berkenan masih ada beberapa jam berjalan, kamu bisa tidur disampingku dan bersandar santai di bahuku."

"Astaga, kamu gila ya? Udah, aku capek buat perjalanan pulang ini. Jadi, Mas Ganteng ya tolong diam dulu. Aku mau istirahat, perjalanan aku masih panjang banget." Satang memasang headphone yang bertengger di lehernya tadi. Mendengarkan beberapa musim klasik yang ia suka.

Winny meminum kopi itu hingga tandas, menatap cup yang berisi gambaran lucu dan kata-kata yang cukup menyedihkan. Mata Satang mulai terpejam, bersandar di kaca yang membuat kepala nya terombang-ambing.

Kopi kenangan--Jaga seseorang di dekatmu, dia sedang merasa kesepian.

Winny membuka kamera ponselnya, mengangkat cup itu dan memposisikan berada disamping Satang yang tertidur. Lalu memotretnya, dan foto itu Winny buat untuk mengisi story gram nya dengan caption 'Tuhan, dia benar-benar kesepian.'

[To Be Continued]


DIARY : CAH AYU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang