Diary 11

153 15 0
                                        

Semarang, Oktober 2023

Aneh kan? Sejujurnya aku bingung, bagaimana menghadapi perasaan ini. Aku takut, saat aku terlalu berharap pekapdanya, aku hanya dipermainkan. Sudah jelas didepan, dia menyukai wanita dan aku dengan boohnya menyukai dia disaat waktu dan dunia takkan pernah memberikan kesempatan ini untuk kita bisa bersama. Aku menyukainya, mungkin lebih dari sekedar suka, cinta bisa saja, tapi sejauh ini dunia masih memiliki norma yang akan benar-benar membuat aku kecewa.

Aku terlalu naif jika membiarkan perasaan ini terbengkalai begitu saja. Banyak hal yang harus aku lakukan, tidak hanya memikirkan cinta, tapi segala keadaan hidupku yang kian hari makin mengerikan. Haruskah aku membiarkan perasaan ini terbuang begitu saja? Atau aku harus berusaha untuk mendapatkannya. AKu malu, jika dia tidak menyukaiku, aku takut, jika aku tertolak. Bagaimana dengan harga diriku saat nanti? Hancur pastinya.

Lebih akan memalukan lagi, jika si kampret Fourth membeberkan kabar ini kemana-mana. Bisa hilang muka aku, mungkin setelahnya aku akan kembali ke kampung halaman. Bertemu dengan orang lain lagi, yang pernah membawa hatiku hanyut dan berakhir dengan penolakan besar dan kasar. AKu tidak menginginkan itu terjadi lagi. Dan aku harap, Winny, jangan perlakukan aku dengan sikapmu yang begitu lembut. Aku tidak akan sanggup menahan gejolak perasaan ini.

...

Saat ini, Satang masuk ke kafetaria Selasa itu, sayangnya Winny juga disana. Satang mencoba untuk mengabaikannya dan begitu ia selesai dengan menikmati makanan itu, Satang keluar--disana terlihat Winny berdiri di mobil abu-abu, sebelahnya ada motor kesayangannya yang sudah berumur. Satang mengemudi hari ini, ada sesuatu hal yang harus ia beli. Jadi, selesai kelas pagi, dia bergegas ke kafetaria untuk mencari makan siang. Sialnya, dia bertemu dengan si kaki jenjang, rambut jabrik dan senyum singa. Itu menakutkan.

Winny menatapnya, berdiri di sisi mobil. Satang terlihat menahan diri untuk tidak berjalan lebih dekat. Dia berdiri di bawah sinar matahri yang begitu kuat. Suhu di Semarang memang cukup membuat kulitnya menggelap seketika.

"Apa lagi? Tadi malam aku sudah bilang nggak perlu di antar, mas Winny." ucap Satang dengan penekanan di akhir kalimatnya. Winny tersenyum mendengar dirinya dipanggil 'Mas Winny' ada gejolak manja terdengar di telinganya.

Senyum Winny terlihat pelan, santai dan seksi alami. "Kamu pasti sangat menantikan kehadiranku."

Satang mengernyit. "Sulit dipercaya, ya? Kamu se-percaya diri itu? Aku sudah bilang, tidak perlu menungguku. mengantarku atau menjemputku. Oh, ayolah, aku tidak ingin orang lain berpikiran macam-macam untuk kita. Kamu memang tampan, aku akui itu. Tapi, bukan seperti ini caranya, aku takut orang lain akan memikirkan hal lain." Satang berhenti sejenak, membuang napas lelah seperti biasanya."Aku bukan seperti Satang yang kamu pikirkan."

Winny bersandar di mobilnya seperti kucing yang kepanasan. "Oh, Satang, kita waktu itu nggak seperti ini loh. Aku menunggumu karena ada sesuatu hal yang perlu kita bicarakan. Aku juga tidak bermaksud untuk menjemputmu. Tenang saja, kamu bawa motor kan? Aku tahu itu."

Satang mengerang. "Entahlah, aku tidak memiliki banyak waktu untuk berbiacara denganmu. Aku ada acara setelah ini, mungkin pembicaraan kita lain kali. Maksudku, temui saja aku di indekost nanti malam."

Tatapan itu membelot, Winny terkekeh kecil mendengarnya. Satang mencoba menutupi malunya dengan berjalan cepat menuju motornya. Memakai helm dan segera pergi dari suasana tidak mengenakkan itu. Sangat menyebalkan jika orang-orang tahu. Satang akan mati kutu didepan Winny jika kabar ini bocor. "Menemui di indekost? Aku benar-benar gila." gumam Satang dalam perjalanan.

"Anak itu pancen istimewa."

Winny masuk ke mobil dan menutup pintu. Setelah mesin menyala, ia membuka sedikit jendela sisi penumpang. Menatap tempat dimana Satang berdiri tadi. "Mendengar suaranya sekilas saja sudah begitu luar biasa, bisakah aku merengkuh tubuh itu?" senyum tengil itu tergambar dibibir Winny.

Winny pergi, dan tersenyum meninggalkan halaman kafetaria.

Kalau dipikir-pikir, saat itulah Winny memulai misinya untuk menjadi lebih dekat dengan Satang. Walaupun mungkin dengan cara yang aneh dan kuno baginya. Setidaknya, dia bisa meluluhkan hati seseorang dengan usahanya sendiri.

Dirumah Fourth,

Selesai dengan tetek-bengek yang terjadi barusan, dan Satang sudah membeli beberapa buku baru untuk kuliahnya. Sepertinya dia bisa membacanya secara online, tapi membuang-buang uang adalah hobi dia. Tidak hanya itu, mempunyai buku utuh secara langsung adalah impian banyak orang.

"Jadi sebenarnya, dia itu ... menyukaimu? Ini seperti kondisi yang pernah kamu alami. Apa kamu merasa ada hal yang aneh akhir-akhir ini? seperti membelikan makanan atau semacamnya?" Satang menggeleng menanggapi pertanyaan dari Fourth.

"Ohhh, mungkin karena kamu bego."--"Bisa jadi."

"Hah?" Fourth terdiam cengo.

[To Be Conntinued]

DIARY : CAH AYU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang