Satang merasakan gejolak di dalam dirinya, seolah-olah ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Perasaan ini muncul sejak ia menerima tawaran dari Winny untuk menjadi kekasihnya. Jantungnya berdegup kencang setiap kali mengingat momen tersebut, sebuah campuran antara kegembiraan dan kegugupan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Walau di satu sisi ia merasa senang, di sisi lain ada rasa malu yang menggelayut di hatinya. Kata-kata "Aku benar-benar malu" terucap lirih dari bibirnya, mencerminkan betapa besarnya perasaan yang kini melingkupinya.
Sebelum menerima tawaran itu, Satang seringkali bertanya-tanya tentang perasaannya sendiri. Namun, ajakan Winny untuk menjalin hubungan mengubah segalanya. Keterkejutan bercampur bahagia menyelimuti dirinya, membuat hari-harinya kini terasa berbeda. Ia merasa seperti tengah memasuki babak baru dalam hidupnya, penuh harapan dan juga tantangan. Meski masih canggung dan belum sepenuhnya percaya diri, Satang mencoba menyesuaikan diri dengan status barunya sebagai kekasih Winny, berharap dapat memberikan yang terbaik dalam hubungan mereka.
Dia duduk tak jauh dari Winny, menatapnya sesaat sebelum memberanikan diri untuk berjalan mendekat. Dengan langkah ragu, ia berhenti di depan Winny dan berkata, "Mas, boleh duduk di samping kamu?" Winny, yang tadinya tenggelam dalam pikirannya sendiri, sejenak terkejut oleh pertanyaan itu. Namun, senyuman hangat segera merekah di wajahnya. Ia mengangguk sambil berkata, "Kenapa harus izin, Dek?"
Kebingungan Winny berubah menjadi kehangatan ketika melihat raut wajah malu-malu di hadapannya. Keduanya akhirnya duduk berdampingan, merasakan keakraban yang perlahan terjalin di antara mereka. Percakapan sederhana ini menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam, di mana mereka saling belajar untuk membuka diri dan berbagi cerita. Suasana yang awalnya canggung perlahan mencair, digantikan oleh tawa ringan dan percakapan yang semakin hangat. Dalam momen itu, mereka menyadari bahwa keberanian untuk mendekat dan memulai obrolan adalah langkah pertama menuju sesuatu yang lebih indah.
"Oh ya, Mas, aku lupa, kalian belum makan. Sebentar aku panggil Fourth dan Kak Gemini," ucap Satang begitu tersadar. Tanpa membuang waktu, ia bergegas berlari kecil menuju halaman luar yang luas, di mana Gemini dan Fourth terlihat berlarian kecil, menikmati sore yang cerah. Dengan suara lantang, Satang memanggil mereka, "Fourth, makan yuk!"
Gemini dan Fourth segera berhenti bermain dan menoleh ke arah Satang. Wajah mereka ceria dan penuh antusiasme mendengar ajakan tersebut. "Ayo, Gem, kita makan," kata Fourth sambil melambai ke arah Satang. Mereka bertiga kemudian berjalan bersama menuju rumah.
Begitu mereka sudah berada di ruang makan, ibu Satang menatapnya dengan gelengan kecil, seolah mengingatkan sesuatu. "Bu, ayo makan bareng," ujar Satang dengan suara lembut. "Ibu nanti saja, kamu makan dengan teman-temanmu dulu," ucapnya sambil tersenyum, sebelum kemudian meninggalkan keempat orang di sana untuk menikmati makanan.
Winny tersenyum tipis menatap Satang, mengapresiasi usaha dan perhatian yang ditunjukkan. Suasana ruang makan menjadi hangat dan akrab, dengan aroma hidangan yang menggugah selera. Mereka menikmati hidangan yang sudah disediakan, sambil sesekali berbagi cerita dan tawa. Kehadiran teman-teman membuat momen itu semakin berkesan bagi Satang, yang merasa bersyukur bisa menghabiskan waktu bersama orang-orang yang disayanginya.
"Oh ya, mana masakan buatanmu, Dek?" tanya Winny penasaran. Ada kekehan kecil keluar dari bibir Fourth, "Sebuah anugerah jika Satang bisa memasak." Satang sendiri hanya tersenyum dan menggeleng, "Aku tidak jadi masak. Aku tidak yakin. Hehe," ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
"Astaga, kowe arep sinau masak karo mas ora?" canda Fourth sambil tertawa. Winny hanya bisa menggelengkan kepala dengan senyum lebar di wajahnya. "Jangan khawatir, Satang. Nanti Mas ajarin kamu masak," kata Winny menghibur. Satang merasa lega mendengar dukungan dari teman-temannya, meski malu, ia merasakan kehangatan dan kebersamaan di antara mereka.
Waktu berlalu, dan mereka kembali tenggelam dalam aktivitas masing-masing. Winny sibuk dengan ponselnya, begitu juga Gemini yang asyik scrolling layar. Fourth fokus pada laptopnya, tampak serius mengerjakan sesuatu. Sementara itu, Satang berpura-pura membaca buku, padahal sebenarnya ia hanya ingin mencuri pandang ke arah 'Mas Ganteng'-nya yang duduk di depan.
Setiap kali ia mengangkat matanya dari halaman buku, pandangannya secara tak sadar tertuju pada Winny. Hatinya berdebar-debar melihat senyum dan ekspresi serius Winny saat menatap ponselnya. Sesekali, Winny menangkap tatapan Satang dan membalasnya dengan senyuman tipis, membuat wajah Satang bersemu merah.
"Kenapa, Dek? Ada yang mau dibicarakan?" tanya Winny begitu menyadari Satang mencuri pandang ke arahnya. Satang yang seolah tertangkap basah hanya terkekeh dan menggeleng, "Enggak, kok."
Fourth dan Gemini yang mendengar percakapan itu ikut melirik ke arah mereka. "Mas Winny, kamu tau kan Dedek di depanmu sedang kasmaran?" ledek Fourth sambil tertawa. Gemini pun ikut tertawa dengan santai, menambah kehebohan suasana.
Satang merasa pipinya semakin memanas dan berusaha menyembunyikan rasa malunya dengan menunduk. Winny, yang awalnya bingung, kini tersenyum lebar. "Oh, begitu ya?" katanya sambil menatap Satang dengan penuh arti. "Jangan malu, Dek. Kita semua pernah merasakannya," tambahnya dengan nada lembut yang membuat Satang semakin malu.
Fourth menaik-turunkan alisnya, "Merasakan. apa? Ekhem!"
[To Be Conntinued]