"Iya, Ma, maaf. Besok kalau kerjaanku beres, aku ke sana. Iya, love you."
"Mama bilang apa, Mas? Mama marah, ya?" tanya Kaiya tidak sabaran begitu Aiden menurunkan ponselnya dari telinga.
Sepasang suami istri itu sedang berada di sofa di ruang tengah. Aiden duduk bersandar di kepala sofa, sementara Kaiya duduk bersila di sampingnya.
Aiden menjawab dengan anggukan lemah dan helaan napas panjang. "Mama bilang Mama nggak masalah kita nggak jadi ke Singapore, tapi jangan batalin dateng ke rumah seenak jidat. Mama udah siapin banyak makanan katanya."
Kaiya menipiskan bibir, ikut merasa bersalah karena batal mengunjungi mertuanya. Tangannya terulur untuk mengusap lengan Aiden, berusaha menyalurkan ketenangan kepada sang suami yang selalu jadi badmood kalau dimarahi mamanya. "Nanti sore, aku ke sana deh, Mas. Nginep sekalian di sana."
Aiden menoleh dengan mata melotot lebar. "Beneran?"
Kaiya mengangguk.
"Nggak apa-apa nggak sama aku?"
Kaiya terkekeh kecil. "Ya, nggak apa-apa, lah. Emang kenapa?"
Aiden menarik Kaiya dalam rengkuhan erat. "Emang kamu tu terbaik, Ya. Pantes, Mama pengin banget jadiin kamu mantunya."
Kaiya mengulum senyum seraya membalas pelukan Aiden.
"Nanti kamu naik taksi aja ya ke rumah mamanya, besok aku jemput."
"Oke," jawab Kaiya cepat.
"Yaudah, aku siap-siap dulu," ujar Aiden.
Kaiya mengangguk mengiakan.
Selama beberapa saat, posisi keduanya masih sama. Aiden lalu menunduk, bersamaan dengan Kaiya yang juga mendongak, mempertemukan netra mereka. Keduanya lalu tertawa bersamaan, seolah bisa mengerti apa isi kepala mereka satu sama lain.
"Lepasin, dong," ujar Aiden.
"Dih, kamu lho yang meluknya kenceng banget ni."
Aiden tertawa lagi seraya mencium pelipis sang istri. "Yaudah, yuk. Aku beneran kudu siap-siap sekarang."
Aiden mengajak istrinya beranjak dari sofa, kemudian melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaian dan mengemasi tasnya. Kaiya mengikutinya dua langkah di belakang.
Kaiya berdiri bersandar di kusen pintu kamar sambil mengamati suaminya dengan tangan terlipat di depan dada.
"Malah berdiri di situ. Bantuin sini, lho," protes Aiden setelah meloloskan kaus polo berwarna putih ke badannya.
Gelak pelan dikeluarkan oleh Kaiya. Dia lalu berjalan menghampiri suaminya. "Mau dibantuin apa? Kan, udah beres semua."
"Bajuku—" Kalimat Aiden terhenti saat Kaiya menunjuk tas jinjingnya yang berada di atas kasur. Tas yang biasa dibawa Aiden untuk bepergian 2-3 hari itu sudah tampak rapi di sana. "Lho, udah kamu beresin, ya?"
Kaiya merapikan kerah kaus suaminya. "Makanya, apa-apa dilihat dulu. Kebiasaan."
Aiden meringis lebar, lalu mencuri ciuman singkat di bibir sang istri. "Yes, Mam. Siap, salah!"
Kaiya berdecak dan memukul pelan dada suaminya. "Oh iya, Mas. Sebelum ke rumah Mama, aku boleh undang Hada ke sini nggak? Dia baru pulang dari Eropa. Sebenernya, dia ngajakin aku ketemu hari ini. Tapi, karena tadinya kita mau ke Singapore, aku bilang minggu depan aja. Tapi, ini kita kan nggak jadi—"
"Iya, undang aja ke sini," potong Aiden. "Panjang banget jelasinnya. Kamu kan udah cerita kalau diajak meet up sama Hada."
"Hehe, ya kan biar runut jelasinnya," balas Kaiya dengan menyungging cengiran lebar, menampilkan barisan giginya yang rapi. "Tapi, nggak apa-apa aku undang dia ke sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Us, Then? ✓ [Completed]
FanfictionApa yang akan kalian lakukan jika artis yang kalian suka tiba-tiba mengajak kalian pacaran, bahkan menikah? Hal itu dialami oleh Kaiya yang mengidolakan Aiden, yang kebetulan kakak kelasnya saat SMA dulu, dan pria itu tiba-tiba mendekatinya dan meng...