"Udah, Kay, biarin aja. Besok juga ada yang beresin."
"Nggak apa-apa, Kak. Dikit doang ini. Aku nggak betah liat barang-barang kotor kayak gini, padahal ada aku dan wastafelnya nganggur."
Aiden melangkah mendekati Kaiya yang sedang mencuci piring bekas mereka makan malam. Pria itu berdiri di samping Kaiya, menyandarkan pantatnya pada meja konter di sana., dan melipat tangannya di depan dada. Ditatapnya lekat paras Kaiya yang tengah serius dengan kegiatannya.
"Lucu."
"Astaga!" Kaiya terlonjak ketika mendengar gumaman Aiden yang ternyata sudah berada di sebelahnya. "Ngaget-ngagetin, Kak! Ngapain sih di sini?!"
Mata Aiden sontak melebar. "Lah, kamu nggak tau aku di sini dari tadi?"
"Enggak." Kaiya melanjutkan pekerjaannya, yang tinggal membilas air bersih. "Demit apa gimana, sih? Jalan kok nggak ada suaranya—Aduh! Kak! Hobi banget nyentil jidat orang!"
Kekehan gemas keluar dari mulut Aiden yang baru saja menyentil jidat Kaiya. "Udah berani ngata-ngatain aku sekarang."
Kaiya meringis lebar mendengar protes Aiden. Gadis itu balik badan hendak meninggalkan dapur usai pekerjaannya selesai, tapi Aiden sudah lebih dulu menggandeng tangannya dan menyelipkan jari-jari mereka satu sama lain. Sebuah tindakan yang lagi-lagi membuat kewarasan Kaiya berada di ambang batas bawah.
"Aku udah bilang mau nunjukin sesuatu ke kamu setelah kita selesai makan, kan? Let's go."
Entah sudah berapa kali dalam malam ini, Kaiya ditarik ke sana-ke mari oleh Aiden. Anehnya, Kaiya tidak keberatan sama sekali, walaupun kadang muncul rasa waswas, takut kalau Aiden melakukan hal-hal yang di luar batas.
Berdua dengan Aiden jelas membuatnya senang. Tapi, berada di tempat tertutup dan hanya mereka berdua ..., oh tolonglah, Kaiya bukan anak remaja yang tidak tahu hal-hal yang bisa dilakukan dua manusia dewasa berlawanan jenis di ruang tertutup seperti ini.
"Ini kamarku."
Atensi Kaiya teralih pada Aiden yang baru saja berbicara. Di sebelah kanan mereka, terdapat satu pintu berwarna coklat yang masih tertutup.
"Mau lihat?" tanya Aiden pada Kaiya yang masih belum memberikan tanggapan apapun.
"Boleh?"
"Boleh. Asal pikiran cabul kamu nggak muncul setelah itu."
/BUGH!/
"Aku nggak cabul!" protes Kaiya setelah memukul dada Aiden cukup keras.
Aiden tertawa sambil mengusap-usap dadanya. Lumayan sakit juga ternyata. Dia kemudian membuka pintu kamarnya dan mengajak Kaiya masuk, tapi pacarnya itu menolak.
"Liat dari luar aja," ucap Kaiya.
Aiden sudah hampir menggoda Kaiya lagi, tapi urung dia lakukan ketika mengingat kalau Kaiya memang tidak terlalu nyaman berada di sini sejak mereka datang. Tidak pernah berpacaran mungkin jadi salah satu faktor mengapa Kaiya terlihat canggung selama di sini berduaan saja dengannya. Dan, Aiden tetap harus menghormati sikap Kaiya itu.
Sedikit banyak, Aiden menyesali keputusannya membawa Kaiya ke mari saat hubungan mereka baru seumur jagung dan mereka belum saling mengenal satu sama lain. Ditambah ini adalah pertemuan pertama mereka setelah mereka sepakat menjalin hubungan.
"Kayak nggak pernah dipake kamarnya," gumam Kaiya.
Lamunan Aiden terpecah saat suara Kaiya terdengar. Pria itu kemudian mengangguk. "Jarang, sih, memang. Aku lebih sering ketiduran di sofa atau di kursi kerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Us, Then? ✓ [Completed]
FanficApa yang akan kalian lakukan jika artis yang kalian suka tiba-tiba mengajak kalian pacaran, bahkan menikah? Hal itu dialami oleh Kaiya yang mengidolakan Aiden, yang kebetulan kakak kelasnya saat SMA dulu, dan pria itu tiba-tiba mendekatinya dan meng...