07 | Rooftop, Sunset, & Us

1.6K 243 78
                                    

"Happy belated birthday, Kaiya."

"Hah?" Otak Kaiya sepertinya memang berfungsi dengan sangat lamban sore itu karena ia seperti sukar sekali mencerna setiap kalimat Aiden sejak tadi.

Benar kata Hada, jika sudah berhubungan dengan Aiden, Kaiya jadi seperti sapi yang bisanya cuma hah-hoh saja.

"Karena ulang tahun kamu di akhir bulan, dan sekarang belum ganti bulan buat yang kedua kalinya, jadi kayaknya masih sah-sah aja buat ngerayain ulang tahun kamu," jelas Aiden sambil nyengir.

"Ini tanggal berapa, sih?" Kaiya menyalakan layar ponselnya untuk mengecek tanggal berapa sekarang. Dia kemudian manggut-manggut kecil. "Ya, ya, masih lebih 25 hari sejak ulang tahunku, belum 30 hari, hihihi."

Aiden turut tertawa. Menertawakan dirinya sendiri lebih tepatnya. Diangkatnya pizza yang di atasnya sudah tertancap lilin menyala di hapdan mereka hingga sejajar dengan wajah Kaiya. "Okay, let's blow out the candle. Terserah mau make a wish dulu atau nggak karena mungkin kamu udah cukup banyak bikin wishes pas ultah kemarin."

"Hahaha, pasrah amat."

"Cepet tiup, Kay. Keburu lilinnya habis."

Tawa Kaiya semakin kencang. Aiden benar, Kaiya sudah sangat banyak mengucap doa dan harapan tepat di hari ulang tahunnya. Tapi, kali ini dia ingin meminta satu jatah doanya lagi sebelum meniup lilin. Kaiya menatap lekat manik legam Aiden yang berada di balik sinar lilin selama beberapa detik, lalu menutup matanya dan mulai berdoa.

Apapun hubungan yang terjalin antara aku dan Kak Aiden ke depannya, aku harap dia akan selalu bisa jadi alasanku bahagia. Begitu pun sebaliknya. Aku ingin menjadi salah satu alasan dia bahagia. Amin. "Huuffhhhh!"

"Happy birthday once again." Aiden meletakkan kotak pizza yang ia bawa ke atas picnic mat lagi dan kembali mengunci netra Kaiya. "Sorry for being very late. I really have no time to celebrate your birthday in time.

"Bahkan, aku nggak sempet hubungi kamu. Aku lagi sibuk banget akhir-akhir ini. Tur masih jalan, lagi nyiapin materi buat album baru juga. Jadi ..., ya gitu, deh. Aku baru punya waktu luang hari ini. Sori."

Kaiya menggeleng pelan. "You don't need to be sorry. And, actually, you don't have to prepare all of this either. I'm really okay."

"Why? Karena Mas Angga udah kasih surprise duluan, jadi kamu ngerasa udah nggak perlu lagi perayaan dari yang lain?"

"Hm?" Dahi Kaiya refleks berlipat-lipat. "Kenapa tiba-tiba muncul nama Mas Angga?"

Aiden mendengkus. "Sekarang kamu bahkan udah akrab banget manggil dia. You used to call him Chef Airlangga, right?"

Melihat Aiden yang sewot seperti itu, Kaiya jadi tidak bisa menahan untuk tidak tertawa lebih kencang. Aiden tampak begitu menggemaskan. "Kenapa kita jadi ngebahas Mas Angga, sih?"

Aiden tidak menjawab, alih-alih memutar badannya ke depan dan memandangi langit sore itu yang semakin menguning.

Kaiya akhirnya turut melakukan hal yang sama. "Aku lupa kapan terakhir tiup lilin buat ngerayain ulang tahunku, selain waktu di After Hours tempo hari," ujar Kaiya setelah sempat hening beberapa saat.

Kepala Aiden menoleh ke arah Kaiya yang baru saja bersuara, tapi dia masih diam, tidak menanggapi apa-apa selain alisnya yang menukik sebelah.

"Waktu Mas Angga bawain birthday cake kemarin itu, aku beneran nggak tau apa-apa. I even had no idea who told him about my birthday," lanjut Kaiya sambil terkekeh pelan.

"Kamu bukannya emang lagi ngerayain ultah kamu waktu itu?"

Kaiya menggeleng. Dia lalu menceritakan kebiasaan di keluarganya yang tidak pernah merayakan ulang tahun lagi sejak lama. Termasuk tentang dia yang selalu mengajak para karyawannya untuk makan bersama di hari ulang tahunnya, bahkan sampai menutup restoran selama satu hari penuh, tapi bukan untuk merayakannya.

Us, Then? ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang