47 | Pecahan Beling

1.1K 142 16
                                    

Sebelumnya, aku mau ngucapin maaf dan terima kasih buat kalian yang udah mau koreksi beberapa adegan yang kurang pas di beberapa bab kemarin, terutama tentang kegugurannya Kaiya dan juga soal persidangan.

Memang agak risky sih nulis cerita yang memunculkan adegan2 spesifik dari bidang tertentu seperti itu. Kalau nggak ada pengalaman langsung atau orang terdekat yang pernah ngalamin, memang kudu riset bener2. Kemarin, risetku memang kurang mendalam dan kurang lengkap. Aku nulisnya cepet-cepetan, nyuri waktu di tengah kesibukanku, jadi risetnya cuma baca sekilas2 doang. My bad. Maaf.

Pokoknya, kalau ada adegan yang kurang pas, terutama yang ada hubungannya sama bidang2 tertentu yang spesifik kayak kedokteran, hukum, atau apapun yang muncul di cerita ini, feel free to tell me, yah. Kita sama-sama belajar. Thank you.

Happu reading!

***

Penunjuk waktu di ponsel Kaiya menunjukkan pukul 22.17 saat Aiden masuk ke kamar dengan raut lelahnya. Kaiya meletakkan ponselnya asal ke atas kasur, lalu menghampiri suaminya itu dan membantunya melepas jas serta menyiapkan baju ganti untuk dibawa Aiden ke kamar mandi.

"Mau aku siapin makan, Mas?" tanya Kaiya.

"Nggak usah. Aku udah makan, tadi kan udah bilang."

"Ya, siapa tahu kamu laper lagi di perjalanan."

Aiden tersenyum tipis. "Enggak, kok. Yaudah, aku mandi dulu, ya," ucapnya sambil mengecup kening sang istri sebelum masuk ke kamar mandi.

Lima belas menit berikutnya, Aiden keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Pria itu memakai skincare malamnya dulu sebelum bergabung dengan Kaiya yang sedang menonton televisi di atas kasur.

Dia merebahkan badannya di samping sang istri seraya melingkarkan tangannya di pundak Kaiya dan menariknya mendekat.

"Capek banget, ya, Mas?" tanya Kaiya sambil menyamankan kepalanya di dada Aiden.

"Lumayan. Serangan balik Nabila bikin hakim jadi makin lama kabulin gugatanku. Padahal, kan, gugatanku nggak ada hubungannya sama semua yang diceritain Nabila," balas Aiden sambil mendesah lelah.

Sidang gugatan Aiden pada Nabila dan Agil terus bergulir selama hampir dua bulan terakhir. Nabila mengungkap semua masa lalu Aiden yang berhubungan dengan dirinya, Karel, dan juga Kaiya, termasuk tentang Aiden yang punya niat ingin menabrak Karel dulu.

Tidak ada hubungannya dengan gugatan Aiden sebenarnya, tapi Nabila sepertinya hanya ingin menjatuhkan mental Aiden. Wanita itu ingin menghancurkan image Aiden sebagai public figure dan juga suami Kaiya. Dia juga menolak tes DNA yang diminta Aiden dan tim penguasa hukumnya. Hal itu membuat kasus Aiden tidak kunjung selesai.

"Mas, apa kita balik ke Jakarta aja? Biar kamu nggak terlalu jauh bolak-baliknya," ujar Kaiya.

"Keadaan di Jakarta masih belum kondusif, Yang."

"Tapi, aku kasihan sama kamu tiap hari laju Jakarta-Bogor."

"Nggak apa-apa. Aku kan strong, hehehe."

Kaiya berdecak. "Atau kalau udah kemaleman, kamu nginep di Jakarta aja, Mas. Pulang besoknya."

"No way. Aku nggak mungkin ninggalin kamu sendirian di sini."

"Kan, ada Bude Ninis."

"Bude Ninis nggak bisa peluk kamu kayak gini."

"Halah."

Aiden terkekeh melihat semburat merah di pipi Kaiya. Pria itu mencium pipi sang istri yang mulai menggembung lagi, tidak setirus beberapa bulan terakhir. "Tadi jadi ke dokter?"

Us, Then? ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang