31

204 14 0
                                    




Ellard membuka pintu ruangan kerja Ayahnya kasar. Holland yang sedang memeriksa sebuah dokumen mengalihkan perhatiannya, menatap pada Ellard yang diselubungi kemarahan. Putranya itu baru saja sadar dari bius yang dia berikan sejak terakhir kali selama dua hari Ellard sengaja dibiarkan tertidur. Demi mencegah hal mengerikan yang hendak dilakukan anaknya.

"Tidak bisakah kau mengetuk pintu  lebih dulu?"

BRAKK

Gebrakan keras itu sama sekali tak membuat Holland berjengit kaget— malahan dia menatap putranya dengan raut yang begitu santai. Kacamata yang bertengger dihidung mancungnya segera dilepaskan.

"Dimana Ara?" rendah, ia bertanya penuh penekanan. Tatapannya menyorot tajam, sementara rahangnya mengeras penuh emosi. Beraninya pria tua ini membius dirinya ditengah kekalutan mencari istrinya yang menghilang.

Sudah dua hari Ara-nya menghilang tanpa jejak. Segala cara sudah ia lakukan untuk mencari keberadaan istrinya tapi hasilnya nihil. Ia hampir melupakan fakta bahwa Ayahnya juga sosok yang paling kejam pada masa mudanya. Menyembunyikan Ara bukanlah sesuatu yang sulit baginya.

"Katakan, dimana daddy menyembunyikannya?" sekali lagi Ellard bertanya dengan menggertakkan gigi.

"Aku tidak menyembunyikannya. Dia sendiri yang menginginkannya." Sanggah Holland

"Daddy pasti menyuruh dia untuk meninggalkanku, kan? HAH?"

Holland menghembuskan nafas pelan. Ia bangkit, berjalan mengelilingi meja dan berdiri tepat didepan Ellard. "Aku tidak pernah menyuruhnya untuk melakukan itu. Dia yang ingin pergi, dan aku berhasil menghentikannya."

Ellard tidak menyahut, namun tatapannya tetap menajam— menuntut penjelasan yang lebih.

"Ara... sebenarnya dia tidak baik-baik saja. Dia sangat terluka dengan pernikahan keduamu ini. Dia memutuskan untuk pergi dengan alasan tidak bisa hidup satu atap bersama kalian. Walaupun menyetujui pernikahanmu adalah keputusannya. Hari itu dia menangis dan memohon pada daddy untuk membiarkannya pergi-"

"Dan daddy langsung menyetujuinya?" tuding Ellard menyelah, buku-buku jarinya memutih.

"Lalu apa yang harus kulakukan? Sementara di lain pihak, Clarissa juga mengandung anakmu dan hampir gila karna kau menolak menikahinya! Bahkan meninggalkannya begitu saja di altar"

Telak. Perkataan Holland sangat menusuk.

"Ara akan terus terluka dengan adanya Clarissa ditengah-tengah kalian. Seharusnya kamu bersyukur karna Daddy yang menyembunyikannya— bukan pergi dengan orang lain."

Ellard tersenyum miring, "Kalau begitu sekarang kembalikan istriku. Aku yang akan menyelesaikan semua permasalahan diantara kami"

"Tidak, Son. Sebelum kamu berhasil membuktikan kalau anak yang dikandung Clarissa bukanlah milikmu"

Ellard terdiam. Namun tangannya terkepal dengan tubuh bergetar. Bagaimana dia harus membuktikan jika anak yang dikandung Clarissa memang darah dagingnya. Minggu lalu ia diam-diam menyuruh dokter untuk melakukan tes DNA secara sembunyi pada kandungan Clarissa, dan hasilnya menunjukkan anak itu memang terbukti darah dagingnya. Apa yang harus dibuktikan lagi? Apa ini memang akhir kisahnya dengan wanita yang sangat ia cintai? Wanita yang sedari dulu telah diperjuangkannya, dan sekarang akhirnya memilih pergi? Karna kesalahan bodohnya.

"Nikahi Clarissa. Wanita itu juga tengah sekarat El. Dia bahkan lebih memilih mempertahankan bayi kalian daripada keselamatannya sendiri. Hidupnya tidak lama lagi." Holland menatap sendu wajah pucat putranya "mengenai Ara, daddy akan pastikan dia akan tetap baik-baik saja. Daddy akan memastikan dia tidak akan pergi lebih jauh. Asal kamu mau bersabar menunggu sampai anak yang dikandung Clarissa lahir dan gadis itu pergi dengan tenang. Jangan memaksakan kehendakmu,"

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang