28

144 9 1
                                    

Hening. Sunyi, itulah yang di lihat Ara saat ini begitu membuka pintu kamar yang tamaram. Sendirian, ia masuk ke dalam dengan langkah gontai sepulangnya dari rumah kedua orangtuanya. Menghempaskan tubuh di atas ranjang dengan pandangan mengarah ke langit-langit kamar. Dia lelah, benar-benar lelah dengan semua masalah yang menderahnya akhir-akhir ini. Keputusannya untuk meminta Ellard menikahi Clarissa telah membuat semua orang kecewa padanya, termasuk kedua orang tuanya.

Mamanya menangis, sementara ayahnya sangat marah dan kecewa berat begitu mendengar semua ceritanya. Dia tidak datang sendiri ke rumah orangtuanya, Ellard ikut menemani— meski berakhir dengan beberapa pukulan keras dari Alex. Keluarganya minta mereka bercerai, tapi Ellard dengan kepala batunya tetap tidak ingin merealisasikan permintaan orangtuanya. Suaminya itu justru mengancam akan mengakuisisi habis perusahaan keluarganya jika mereka berdua dipisahkan. Alhasil, mereka disuruh pulang dan berkata tidak akan pernah sudi datang ke pesta pernikahan Ellard yang kedua.

Ara memiringkan tubuhnya membuat air matanya mengalir ke samping. Ia mengulurkan tangannya ke sebelah ranjang yang ia tiduri— meraba tempat biasanya Ellard berbaring. "Maaf..." lirihnya

Sudah tiga hari mereka tidak tidur bersama. Ellard memilih tidur di ruang kerjanya. Lelaki itu masih begitu marah dan mendiamkannya. Bahkan tadi saat pulang dari rumah orangtuanya ia  diantar ke mansion oleh Blake, sementara Ellard meneruskan perjalanan ke Rumah Sakit.  Hari ini Clarissa telah diperbolehkan pulang. Dan sebagai calon suami yang baik sudah seharusnya Ellard yang mengurus segala kepulangannya, bukan? Mengingat dalam beberapa hari kedepan mereka akan melangsungkan pernikahan.

****

Di ruang inap, Clarissa tengah bersiap-siap untuk pulang, dibantu oleh ibunya dan oma. Sementara Ellard memilih duduk disofa menunggu sampai gadis itu selesai berkemas.

"Apa kalian bertengkar lagi? Ellard lebih banyak diam selama beberapa hari ini." tanya Diana, membuat oma dan Clarissa melirik Ellard yang duduk di kursi paling pojok ruangan. "Dalam beberapa hari kedepan kalian akan segera menikah, jadi mulai sekarang kamu harus bersikap lebih baik, Cla." lanjut Diana

"Ibumu benar, sayang. Kalau bisa sebelum pernikahan hubungan kalian sudah kembali hangat seperti sebelumnya" timpal Oma

Mata Clarissa beralih pada Ellard, menatapnya dalam diam disusul embusan napas pelan. Setelah ucapan Ara tiga hari lalu, Ellard seperti mayat hidup yang tak akan bicara jika ditanya. Bahkan jika ditanya pun, hanya sepatah dua kata yang dijawabnya. Setelah kejadian itu, dia memang rutin datang ke Rumah Sakit menjenguknya. Tapi, Clarissa tahu, pikirannya tidak pernah benar-benar ada disini.

"El...," Clarissa berjalan menghampiri, mengelus lengannya yang dilapisi kemeja putih.

Tidak ada respon.

"El?" Clarissa mengguncang pelan lengannya, lalu menangkup satu sisi wajah Ellard yang terlihat pucat dan memar? "El, muka kamu kenapa memar begini?" Clarissa panik

Ellard menepis tangan Clarissa dari pipinya, bangkit berdiri dari kursi "Bukan apa-apa"

"Tapi itu perlu diobati. Muka kamu juga pucat banget—"

"Kamu sudah selesai? Ayo kita berangkat" potong Ellard

"Ellard.." tegur Oma "Clarissa benar, muka kamu harus diobati dulu. Terus belakangan ini juga Oma perhatikan muka kamu selalu pucat. Kamu sakit?"

"Aku baik-baik saja Oma. Hanya sedikit mual." aku Ellard

"Jangan-jangan itu efek morning sickness seperti yang dialami Clarissa juga." terka Diana

"Berarti itu sindrom kehamilan simpatik, dimana apa yang dirasakan Clarissa juga berimbas sama kamu" tutur Oma "Wah, itu berarti ikatan batin kalian dengan baby sangat kuat" lanjut Oma berbinar

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang