Dua Puluh Empat

395 37 9
                                    

Vote yahh
Happy READING
.
.
.

Flashback 2 bulan lalu

Hampir
tengah malam, Ellard masih berada di Club ditemani seorang perempuan asing yang entah sejak kapan berada disana dan
mengerayanginya. Sudah tidak terhitung berapa gelas alkohol yang ia teguk.

Sialan.
Kepulangan Ara yang batal berhasil membuatnya seharian ini bad mood dan
berantakan.

“El,
uda jangan diminum lagi. kau uda mabuk berat sialan!” Arthur tiba-tiba
menginteruspsi. Sudah jengah melihat sohibnya yang satu ini mabuk-mabukan.
Semenjak menikah Ellard sudah tidak pernah datang ke kelab malam beginian—
kalau pun datang ia hanya meminum segelas-dua gelas, setelahnya langsung kabur
pulang.

“Berisik
banget sih lo” Ellard menepis kasar tangan Arthur yang mencoba merebut
gelasnya. Sekali lagi dia meminta tiga botol whiskey lagi pada bartender,
menuangkan ke gelas dengan susah payah.

“Kau
kenapa sih? Berantem sama istri kesayangan lo? Kalau enggak mana mungkin kau
bisa terlantar disini sekarang” Arthur mendengus geli, wajah kusut teman
minumnya ini kentara sekali sedang ada masalah dengan istrinya. Kalau masalah
bisnis atau yang lain, lelaki ini masih bisa mengendalikan dirinya— bersikap
tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

“Cunguk,
singkirin tangan lo!” geram Ellard ketika gelasnya lagi-lagi ditahan.

“Berhenti
minum El. kita pulang”

Itu
bukan suara Arthur— suara perempuan. Ellard mendongak “Cla?”

“Aku
yang telepon dia. Kau uda teller, lebih baik pulang sana. Aku gak bisa antar”
timpal Arthur

“Siapa
yang mau pulang? Aku masih mau minum lagi” racau Ellard menegak kembali whiskey
dari botolnya langsung

Clarissa
memutar mata jengah. Tanpa mempedulikan umpatan Ellard, ia lansgung
merangkulkan tangan Ellard ke bahunya.

“Cla…
aku masih mau minum” gerutu Ellard tidak jelas

“Thur,
bantu aku bawah El ke kamar atas. Gak mungkin aku bopong badan besar begini
sampai kerumah” sungut Cla susah payah menahan beban tubuh besar Ellard yang
sekarang sudah benar-benar hilang kesadaran.

“Ya
sudah,” Arthur menyetujui ide Clarissa. Gadis itu memang tidak mungkin membawa
Ellard dalam keadaan Ellard yang teler begini.

Di
dalam kamar, dengan bantuan Arthur, tubuh tinggi Ellard di hempaskan ke atas
kasur.

“Yaudah,
aku tinggal dulu ya. Kalau ada perlu apa telepon aja,” pamit Arthur dan dibalas
anggukan kecil oleh Clarissa, lalu tidak lama Arthur keluar dari kamar.

Setelah
kepergian Arthur, Clarissa mendudukkan dirinya dipinggir ranjang. Tangannya
membuka sepatu Ellard, kemudian dasi dan selanjutnya kancing kemeja yang
perlahan ditanggalkan. Ia terkesiap saat tangannya di cengkram erat oleh
Ellard, lalu dalam sekali hentakan tubuhnya ambruk di ranjang dengan posisi Ellard
yang menindihnya.

“Sayang…
kamu sudah pulang? Aku sangat merindukanmu” racau Ellard seraya tersenyum tidak
jelas. Suasana kamar tamaran hingga membuatnya tidak dapat lagi mengenali sosok
dibawahnya sekarang. Yang ada di pikirannya hanya istrinya seorang.

Clarissa
gugup, ia menahan dada lelaki dihadapannya “El, ini aku Clarissa. Bukan Ara”

“Akhirnya
kamu pulang sayang, aku sangat senang sekali” Ellard berceloteh tanpa
menghiraukan ucapan Clarissa. Ia mengendus di sepanjang leher jenjang gadis
itu.

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang