30

410 20 3
                                        




Pernikahan Ellard dan Clarissa hanya diadakan di Gereja dan dihadiri oleh keluarga terdekat saja, mengingat Ellard yang bersikeras menginginkan agar pernikahan ini tidak terekspos sampai keluar. Jika tidak dituruti, ia mengancam tidak akan melanjutkan pernikahan keduanya ini. Walaupun demikian, senyum manis tak urung menghiasi wajah cantik Clarissa disepanjang dia memasuki Gereja dan kini telah berdiri disamping lelaki yang dicintainya— dihadapan Pendeta yang siap membacakan sumpah pernikahan.

"Pernikahan adalah sesuatu yang suci. Sebelum semua dimulai, jika ada yang keberatan dengan pernikahan ini, kalian bisa berbicara sekarang atau diam selamanya"

Hening beberapa saat. Tidak ada yang bersuara. Sampai kemudian...

"Tunggu," selah Ellard didetik Pendeta akan melanjutkan kembali ucapannya.

Mendengar ucapan menyelah itu, kontan semua keluarga yang hadir disana menatap heran dan ada juga yang saling berbisik satu dengan yang lain. Sementara Clarissa disamping, tiba-tiba raut wajahnya berubah tegang— menoleh, menatap Ellard yang tampak bergeming ditempatnya dengan raut wajah yang sulit didefinisikan.

"El—"

"Pernikahan ini tidak akan dilanjut sebelum istriku Aurora ada disini," rendah, Ellard berucap tegas

"Tapi El.."

"Baiklah kalau itu permintaan anda. Kita akan menunggu" sahut Pendeta, menyetujui permintaan calon mempelai pria.

Clarissa menganga, menatap tidak percaya pada keputusan pendeta. Wajahnya berubah pias dan keringat dingin mulai membanjiri telapak tangannya. Mendadak pikiran-pikiran buruk mulai menghantui.

Sementara Ellard masih tetap berdiri dengan raut yang kelihatan tenang. Namun siapa sangka dibalik ketenangan yang ditampilkannya itu, tersimpan pikiran yang berkecamuk. Sejak tadi dadanya berdentam nyeri setelah meninggalkan Ara dirumah. Instingnya mengatakan ada yang tidak beres dengan tatapan tenang Ara-nya ketika melepasnya tadi. Wanita itu bahkan terlalu tenang— seperti sedang tidak terjadi apa-apa.

Hingga suara gaduh yang memenuhi mulai berhenti ketika sebuah langkah kaki yang tergesa-gesa dari pintu terdengar. Ellard menoleh, melihat Blake datang ke arahnya dengan raut wajah yang jauh dari kata baik.

"Tuan, Nona---nona..." Blake tergagap, tidak sanggup menyampaikan kabar yang dibawanya

"Katakan," dingin, Ellard menyahut— menyadari sesuatu yang buruk benar-benar telah terjadi

"Nona.. Nona Ara... tidak ada dirumah, Tuan. Beliau menghilang. Saya dan yang lain sudah berkeliling mencarinya tapi tak juga menemukannya."

Booomm!!!

Seperti peluru yang langsung ditembak tepat ke jantung, berita itu berhasil menyentaknya hebat. Ketakutan akan sikap tenang Ara tadi benar-benar terjadi. Wanita itu pergi... meninggalkannya...

How dare she!

Sedetik kemudian, tiba-tiba gelegar tawa Ellard menggema— memenuhi seluruh ruangan. Tawa itu begitu mengerikan hingga membuat orang-orang disana bergidik ngeri.

"Son.." panggil Holland pelan, penuh antisipasi. Ia tahu ini pertanda tidak baik.

Ellard berhenti tertawa. Tatapan matanya seketika berkilat tajam, rahangnya mengetat marah.

"Blake, Sabotase semua data penumpang seluruh jadwal penerbangan, data tamu diseluruh hotel Manhattan. Periksa semua dan cari atas nama Aurora Beatrix Louis. Aku tunggu hasilnya dalam 15 menit." Ujarnya tajam dan penuh penekanan.

Ellard melangkah meninggalkan altar tanpa mempedulikan Clarissa dibelakang memanggilnya keras. Tidak ada yang boleh menghalanginya sekarang. Kemarahan jelas terpeta di raut wajahnya yang mengeras dan penuh kemurkaan. Aurora benar-benar telah membangkitkan sisi iblisnya yang selama ini tertidur.

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang