Sebelas

438 39 5
                                    

Semangat kerjanya sayang

Sayang Kamu dimana? Uda makan?

Tunggu aku di parkiran ya, kita pulang bareng

Sayang ... Sibuk banget ya?

Sayang...

Ellard menghembus nafas frustasi. Untuk kesekian kali rentetan pesannya tidak dibalas dan panggilan telepon sama sekali tidak dijawab oleh Ara melainkan pihak operator. Dia jadi bertanya-tanya sebenarnya sesibuk apa istrinya itu sampai dirinya diabaikan seharian ini. Dia ingin berkunjung ke divisi Ara namun diurungkan, mengingat gadisnya itu tidak akan suka. Bahkan dirinya yang tidak pernah-pernahnya makan siang di Cafetaria perusahaan, menyempatkan diri makan disana berharap bisa melihat sosok istrinya. Namun Ara tidak berada disana.

Ellard melirik jam tangannya. Sepuluh menit lagi menujuh angka delapan malam. Sampai sekarang istrinya itu belum ada kabar. Ntah Ara sudah pulang atau belum. Dan untuk memastikannya dia memutuskan untuk pulang. Baru saja dirinya berada diluar gedung tiba-tiba tubuhnya dipeluk oleh seseorang dari belakang. Dengan gerakan cepat Ellard memutar tubuhnya menatap siapa pelaku yang telah berani memeluknya tanpa persetujuan.

"Cla—" kagetnya

"Kaget ya," racau Clarissa nyengir

"Kamu— mabuk?" terka Ellard saat hidungnya tanpa sengaja menghidu bau alkohol dari mulut gadis itu

"Cuma sedikit. Aku hanya ingin mencoba mencari pengalihan. Disini—" Clarissa menunjuk hatinya "rasanya sakit,"

"Kenapa? Apa terjadi sesuatu?"

"Kau mau dengar?"

"Katakan"

Clarissa menatap Ellard sayu.

"Kau masih ingat, dulu aku pernah cerita kalo aku jatuh hati pada seorang pria secara diam-diam?"

Ellard mengangguk. Dia ingat, Clarissa pernah menceritakan laki-laki yang disukainya itu.

"Dia baru saja menikah. Bahkan sebelum aku sempat mengatakan perasaanku sebenarnya. Karna itu hatiku sangat sakit sekarang—" serak Clarissa tak mampu menahan airmatanya lagi

"Cla—" hati Ellard terenyuh. Tidak tega melihat tatapan terluka sahabatnya itu. Dia terbiasa melihat kecerian gadis itu, namun untuk malam ini sinar ceria itu tidak ada. Ellard menarik Clarissa ke dalam pelukannya, seakan memberikan ketenangan.

"Semua akan baik-baik saja. Kau akan mendapatkan yang lebih baik dari dirinya," Tangan Ellard mengusap-usap punggung Clarissa

"El—bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" pinta Clarissa megurai pelukannya. Menatap Ellard lekat. Ia sangat mencintai pria ini.

"Apa itu?"

"Bolehkah aku menciummu? Sekali ini saja— " Clarissa seakan kehilangan kewarasannya

Ellard membeku ditempatnya. Tidak menyangka permintaan itu yang akan keluar dari sahabatnya.

"Apa kau sudah gila Cla? Aku sudah menikah. Lagipula kita adalah sahabat—"

"El, kau sangat mirip dengannya. Hanya sekali ini saja. Setidaknya aku bisa menganggap dia adalah dirimu,"

"Tetap saja aku bukan dirinya Cla. Berhenti membual" geram Ellard

"El—" Clarissa terisak pilu

Ellard menggeram. Dia paling tidak tahan melihat gadis itu menangis. Ia membuang nafas kasar

"Baiklah. Hanya sekali ini—" tangan Ellard terkepal saat mengatakannya.

Clarissa tersenyum. Menyeka airmatanya lalu semakin mendekatkan diri pada Ellard. Dia mengalungkan tangannya di leher Ellard kemudian berjinjit menyamakan tingginya dengan Ellard yang sama sekali tidak berniat untuk menunduk. Lalu sedetik kemudian dia menyatukan bibirnya pada milik Ellard yang dingin. Lelaki itu bergeming. Clarissa menggerakkan bibirnya menyesap bibir yang selama ini sangat ingin diciumnya itu. Sekalipun Ellard tidak membalasnya sama sekali namun cukup membuat dirinya sangat puas. Apalagi saat matanya menangkap sosok Ara yang diam mematung ketika menyaksikan kegiatan mereka. Clarissa tersenyum penuh kemenangan disela-sela ciumannya sampai akhirnya Ara memutuskan pergi dari sana.

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang